"Aksara! Ngapain lo peluk dia!"
"Hah? Ngapain ya??" Aksara seketika menyugar rambutnya, berusaha agar tetap cool walau dia tertangkap basah oleh pacarnya sendiri sedang memeluk gadis lain. "Gak sengaja barusan."
Salma mendekat dan menatap Aksara dengan penuh kecurigaan. "Katanya lo gak suka. Tapi kenapa lo dekati dia juga?"
"Sayang..." Aksara merangkul pundak Salma lalu mengajaknya berjalan. Si buaya sedang beraksi menjinakkan mangsanya. "Semua gak kayak yang kamu lihat. Aku cuma gak sengaja nabrak dia aja. Percaya deh sama aku."
Sedetik kemudian Salma sudah termakan bualan sang buaya. "Aksa, nanti antar aku pulang lagi ya. Di rumah lagi kosong."
Aksara tersenyum penuh arti. Tapi sebenarnya dia ketar ketir juga dengan sikap Salma yang terlalu agresif itu. Oke, dia memang playboy. Main bibir ataupun main tangan itu sudah biasa. Tapi untuk ke tahap selanjutnya, dia tidak mungkin melakukannya. Bukannya tidak tertarik atau tidak bereaksi sama sekali terhadap bagian tubuh yang bisa bangun setiap saat ketika mendapat asupan lebih, tapi dia lebih memikirkan masa depan. Karena ketika dia melakukannya, mungkin saja dia telat angkat yang bisa mengakibatkan kecebong-kecebong itu berenang dan berhasil menjadi pemenang. Bisa tamat semua cita-citanya.
Begitulah pemikiran Aksara, cukup unfaedah bukan? Yeah, ralat berfaedah untuk hidup Aksara sendiri tentunya.
"Aksa, kita nikah aja yuk?"
What the hell??? Hampir saja indera pendengar Aksara rusak jika harus menyebut kata apa. Ajakan itu sudah jelas melewati gendang telinganya dan dihantar ke otak.
"Sayang, aku belum punya apa-apa. Nanti kamu jadi susah hidup sama aku."
"Aksa, kamu bisa bekerja di kantor Papa."
Aksara menelan salivanya berkali-kali. Salma memang cantik dan kaya, tapi begitulah Aksara hanya main-main saja dengan perempuan tanpa ada rasa cinta apalagi berniat menikah muda. Stok perempuan di ponsel Aksara saja sudah banyak yang tertimbun menunggu antrian untuk dia jadikan pacar.
"Gak semudah itu Sal. Aku masih punya cita-cita yang harus aku kejar."
"Kelamaan. Atau kamu mau gak..." Salma membisikkan sesuatu pada Aksara.
Wajah Aksara seketika memerah. Benar-benar menggoda keimanannya. Ya Allah, gini-gini aku masih punya iman.
"Nggak, nggak. Aku gak mau ya.." Aksara melepas tangan Salma yang bergelayut manja di pundaknya.
"Aksa, ih, kenapa? Kamu gak cinta ya sama aku?"
"Emang kalau cinta harus melakukan itu? Nggak kan?"
"Aksa."
Aksara berlalu meninggalkan Salma. Semakin ke sini Salma semakin murahan saja. Bahkan dia menawarkan dirinya sendiri pada Aksara.
"Hadeh, resiko orang ganteng mah gini." Aksara duduk di depan kelas sambil bergumam sendiri.
"Woy, tumben gak mojok sama Salma dulu?" tanya Radit yang kini duduk di sebelah Aksara.
Aksara menggelengkan kepalanya. "Males gue, makin hari makin murahan aja dia. Masak dia tadi ngajak gue mantap-mantap di rumahnya. Gila banget tuh cewek."
Radit justru tertawa. "Gue heran sama lo. Lo itu player, ditawarin cewek kayak gitu harusnya langsung sikat aja bro."
"Ogah!! Gue pilih-pilih kali. Lagian pantang bagi gue ngelakuin hubungan terlarang sebelum halal. Ingat dosa!!"
Radit meraup wajah Aksara saking gemasnya dengan omongan player yang terkadang menjadi sok ahli agama itu. "Halah, kayak lo udah jadi orang bener aja. Tuh bibir sama tangan yang biasanya singgah dimana-mana apa gak dosa juga?!"
"Kalau itu sih maksliut." Aksara tertawa sumbang.
Radit menepuk jidatnya sendiri. Sahabatnya satu ini memang terlalu istimewa.
"Eh, itu di lapangan ramai-ramai ada apaan?" tanya Aksara sambil menatap jauh beberapa mahasiswa yang lalu lalang dan ada yang sedang mendirikan panggung.
"Itu anak-anak BEM mau ngadain acara amal. Lo mau main piano buat nyumbang acara?"
Tiba-tiba sebuah ide jahil muncul di otaknya. "Haha, gue punya ide."
Radit menatap heran wajah Aksara. "Joker banget muka lo."
...***...
Nada memberanikan diri menemui Mira di fakultas sastra untuk memastikan semua kebenaran yang dikatakan Aksara.
"Hmm, permisi Kak, Bu Mira masih ada dalam kelas ya?" tanya Nada pada seorang mahasiswa yang sedang berdiri di dekat kelas.
"Bu Mira masih ngajar dalam kelas."
"Oiya, terima kasih." Nada sengaja menunggu Mira dengan duduk di depan kelas.
Beberapa saat kemudian Mira keluar.
"Bu Mira." panggil Nada.
Mira menghentikan langkahnya lalu membalikkan dirinya menatap Nada.
"Iya, ada perlu apa?"
"Saya boleh bicara dengan Ibu sebentar?" tanya Nada. Ya, kali ini Nada benar-benar nekad.
"Iya boleh." Mira mengikuti langkah Nada.
Nada menghentikan langkahnya lalu duduk di bangku taman dekat kelas.
"Mau bicara apa? Kamu anak fakultas mana? Saya tidak pernah melihat kamu di kelas saya."
"Saya anak fakultas musik, Bu."
"O, di kelasnya Pak Reno."
"Hmm, sebelumnya saya minta maaf. Mungkin saya kurang sopan bertanya tentang ini sama Bu Mira."
"Iya, tidak apa-apa. Tanya saja ya."
Tiba-tiba Nada menjadi spechless mendengar suara lemah lembut Mira. Mungkin benar kata Aksara, dia tidak selevel dengan Mira. Dia cantik dan terlihat sangat dewasa. Nada sekarang benar-benar merasa insecure. Pantaslah Reno menghentikan labuhan cintanya pada Mira.
"Mau tanya apa?" ulang Mira karena Nada tak juga unjuk suara.
"Hmm, apa benar Bu Mira akan bertunangan dengan Pak Reno?" tanya Nada pada akhirnya, walau dengan suara yang sangat pelan.
Mira tersenyum simpul. "Iya. Kenapa? Oiya, nama kamu siapa? Sepertinya saya pernah lihat kamu."
Ternyata benar, dia calon tunangannya Kak Reno. Dengan suara yang bergetar Nada menjawab pertanyaan Mira. "Saya Nada. Selamat ya, Bu." Mira mengulurkan tangannya lalu menjabat tangan Mira memberinya selamat.
Mira hanya mengernyitkan dahinya lalu membiarkan Nada pergi.
Nada melangkahkan kakinya pergi. Harapannya yang terlalu tinggi kini terhempas begitu saja ke tanah. Sekarang buat apa lagi dia menyamar menjadi mahasiswa di sekolah itu.
Dia berjalan di pinggir lapangan. Walau saat itu ramai, banyak mahasiswa yang sedang mempersiapkan acara, tapi hatinya merasa sepi. Entahlah, setelah ini dia akan meneruskan kuliah di kampus itu atau tidak. Sekarang dia telah kehilangan tujuan utamanya.
"Ini, dia Nada!" Suara keras itu berhasil menghentikan langkahnya. "Nada, ayo naik ke atas panggung. Kita saksikan penampilan yang spektakuler dari Nada, mahasiswi baru di fakultas musik kita."
Nada melihat ke arah panggung. Dia menatap kesal pada seseorang yang sedang berdiri dan tersenyum lebar ke arahnya. Senyum mematikan.
Aksa ngapain sih manggil gue buat naik ke atas panggung. Perasaan gue lagi gak baik-baik aja gini, dia malah makin buat masalah dalam hidup gue.
"Panggilan untuk saudari Nada harap segera naik ke atas panggung. Apa tidak dengar atau mungkin skill nya memang di bawah saya."
Nada meremas tangannya sendiri. Api emosinya kini semakin membara. Dia berjalan dengan cepat naik ke atas panggung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Sri Raganti Ols
Patah hati kan,,aksara yg jd obatny,,benci jd cinta
2022-12-09
1
YuWie
cerita bagus ini..seorang pianis... mantap
2022-04-30
2
Halina Ayyara
keren kak😍
2022-03-31
2