"Lo kenapa gak masuk kuliah? Marah sama gue atau karena Pak Reno?"
Nada terdiam. Sorot matanya yang sedari tadi menyalakan api amarah, kini mulai padam. Mungkin keduanya adalah alasan Nada tidak mau kuliah lagi tapi yang paling utama adalah Reno. Tujuan utamanya menyamar menjadi Nada Pratiwi adalah untuk mendekati Reno. Kini tujuan itu telah hilang. Tidak ada gunanya lagi dia tetap bertahan di kampus.
"Kenapa diam? Kalau alasan lo Pak Reno sih, lo itu pengecut. Bisanya cuma lari dari kenyataan."
Mendengar ejekan Aksara, Nada kini menatap tajam Aksara. "Lo tahu apa sih soal gue?!"
"Ya, gue emang gak tahu apa-apa soal lo." Mereka terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya Aksara mulai bersuara lagi. "Sekarang, coba lo ubah mindset lo. Lo kuliah bukan demi Pak Reno tapi demi cita-cita dan impian lo."
Nada kini kembali menatap Aksara. Pria tampan yang berada di sebelahnya itu memang punya pemikiran yang sesuai realita.
"Buat apa? Gue bisa pindah ke kampus lain. Gue juga bisa pindah ke kampus di luar negri. Soal cita-cita gue, itu gampang. Impian gue bisa gue raih dengan mudah."
Perkataan Nada membuat dada Aksara bergemuruh. Dia sekarang paham perbedaan dirinya dan Nada. Jauh. Apa benar yang dikatakan Ayahnya semalam tentang perbedaan status ekonomi.
"Iya, gue tahu lo punya segalanya. Mau kuliah dimanapun, bebas tinggal pilih. Nggak kayak gue yang mati-matian ngejar beasiswa biar bisa kuliah dan mengejar cita-cita gue."
Lagi-lagi, kalimat Aksara berhasil membuat hati Nada mencelos.
"Oke, gue pulang dulu. Gue salah berada di sini sekarang."
"Aksa, lo marah?" Nada menahan Aksara sesaat ketika dia akan beranjak pergi.
"Marah? Yang berhak marah itu cuma orang kaya. Gue pulang dulu, salam buat bokap lo." Aksara kini berdiri. Dia meninggalkan Nada yang masih tetap duduk di tempatnya.
Sampai Aksara memutar motornya dan keluar dari gerbang rumahnya, Nada masih terus menatap kosong. Kalimat Aksara terus terngiang di kepalanya.
Apa selama ini gue terlalu sombong hingga gue lupa banyak orang yang sedang bersusah payah mengejar impiannya. Gue yang sudah punya semuanya justru tidak pernah bersyukur.
Tanpa sadar, Nada kini meminum minuman yang ada di dekatnya sampai habis. Dia meletakkan kembali gelas yang telah kosong itu di meja.
Loh, barusan kan minumannya Aksara. Astaga, Nada!! Nada mengusap lagi bibirnya. Yeah, apakah ciuman pertamanya telah kembali? Mungkin.
"Nada, Aksara sudah pulang?" tanya Pak Teguh saat melihat putrinya justru duduk melamun di teras sendiri.
"Sudah barusan, Pa. Titip salam buat Papa."
Pak Teguh kini duduk di samping Nada. Dia kini menatap putrinya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.
"Kamu kenapa? Berantem sama Aksara?"
"Kalau itu sih, tiap ketemu juga pasti berantem, Pa. Hmm.. Pa, Nada besok mau kembali kuliah."
"Maksud kamu pindah kuliah?"
"Nggak Pa. Ya, tetap di kampus negri."
"Hebat ya, Aksara bisa menyadarkan putri Papa yang keras kepala ini."
"Bukan. Bukan karena Aksara. Hmm, iya sih."
Pak Teguh tersenyum kecil.
"Nada sadar Pa. Selama ini Nada itu terlalu sombong. Nada tidak pernah bersyukur dengan apa yang Nada punya. Banyak orang diluar sana yang berjuang keras hanya untuk mendapatkan impiannya."
Pak Teguh mengusap bahu Nada. "Melihat Aksara, Papa jadi ingat seseorang di masa lalu Papa."
"Siapa, Pa?"
"Sahabat Papa. Setelah Papa ingat-ingat dia mirip sekali dengan Aksara. Cara berbicara dan semangatnya itu, benar-benar mirip."
"Pak Anton itu?"
"Bukan. Pak Anton kan rekan kerja Papa. Dia sahabat Papa waktu kuliah. Mungkin dia sekarang juga sudah lupa sama Papa atau mungkin masih dendam sama Papa. Dulu sempat terjadi kesalah pahaman dan sampai saat ini Papa masih belum sempat minta maaf sama dia." Ada satu helaan panjang yang berhembus di akhir kalimatnya sebagai tanda penyesalannya.
Nada menatap serius wajah Papanya. Baru kali ini Nada mendengar cerita ini dari Papanya. "Kesalah pahaman apa Pa?"
"Papa sudah menghancurkan impian terbesarnya."
"Maksud Papa?"
Pak Teguh menggelengkan kepalanya. "Ceritanya panjang, Na. Yang jelas, Papa ingin bertemu dengan dia lagi dan ingin bisa bersahabat lagi dengannya di sisa usia Papa ini."
Nada tersenyum lalu menggenggam tangan Papanya. "Pasti, Papa pasti akan bertemu dengan sahabat lama Papa itu."
...***...
Keesokan harinya, Nada memarkir sepeda motornya di parkir kampus. Dia melangkah ringan menuju lorong kelas.
Di depan kelas ada Aksara yang sedang duduk bersama Radit. Pandangan mereka bersirobok beberapa saat tapi Aksara seolah tanpa reaksi. Apa dia marah dengan Nada?
Nada masuk ke dalam kelas. Sepertinya ada yang kurang tanpa beradu mulut dengan Aksara. Beradu mulut? Terlalu ambigu kan? Maksud dari Nada adalah beradu argumen bukan tanda kutip.
Sampai kelas akan dimulai dan Aksara duduk di belakangnya, dia masih saja cuek bebek.
Aksara itu gak diem gak cerewet kenapa tetap ngeselin sih.
Sampai Pak Reno masuk ke dalam kelas, Aksara seolah tak berselera mengikuti berbagai materi.
Sampai kelas usai dan teman lainnya sudah keluar kelas. Kini tinggal Nada dan Aksara yang masih berdiam diri. Bukan cuma mereka berdua, sebenarnya masih ada Pak Reno yang sedang mengemasi lembar kertas tugas portofolio.
Reno kini berjalan mendekati Nada dan mengeluarkan sebuah undangan untuk Nada. "Kamu datang ya?"
Nada mendongak menatap Reno. Mungkin saat ini dia sudah berdamai dengan keadaan hingga air mata tak lagi akan menetes. "Undangan?"
"Undangan pertunangan aku sama Mira di Cafe Ria. Kamu datang ya, sama Aksara." Setelah itu, Reno keluar dari kelas.
Aksara tak menanggapinya. Yang mengurus acara pertunangan Reno dan Mira kan dirinya, kenapa dia harus datang dengan Nada?
Aksara kini berdiri dan berjalan keluar dari kelas.
Nada sudah sangat tidak bisa menahan diri untuk tidak berbicara dengan Aksara. "Aksa!!" Panggilan keras Nada menghentikan langkah Aksara meski tanpa menolehnya.
Nada memakai tasnya lalu berdiri dan menghentikan langkah di sampingnya. "Lo itu patung atau apa sih? Gak ada komentar sama sekali."
"Gak papa kalau lo anggap gue patung, yang penting lo kembali masuk kuliah itu udah cukup bagi gue." Aksara akan melangkahkan kakinya pergi tapi tangan Nada mencegahnya.
"Maaf soal kemarin."
"Soal apa?"
"Ya mungkin gue udah nyinggung perasaan lo."
"Yang bagian mana?"
"Soal, itu. Ah, udahlah. Yang penting gue mau minta maaf sama lo."
"Emang lo udah maafin gue? Gue kira lo yang marah sama gue."
"Ya, gue emang marah. Tapi udahlah, omongan lo ada benernya juga."
Aksara tersenyum miring sambil menatap Nada. "Pasti karena ciuman lo udah kembali lewat gelas itu, iya kan?" Aksara melangkahkan kakinya pergi ketika Nada meloading beberapa saat.
Darimana Aksa tahu???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Fitriyani
naaah,pasti yg d maksud itu ayah nya Aksa...
2023-05-09
0
ohana
hahahahaha aksa ngintip
2022-08-03
0