Nada menghentikan motornya di depan rumahnya. Dia membuka helmnya lalu turun dari motor dan berjalan masuk ke dalam rumah.
"Nada kok baru pulang?" Tanya Pak Tegar yang masih duduk anteng di sofa ruang tamu menunggu sampai putrinya pulang.
"Iya, Pa. Tadi bantuin temen di cafe." ucap Nada sedikit bohong tentunya.
"Loh, teman kamu punya cafe?"
"Bukan Pa. Itu temen Nada kerja di cafe. Hmm, Nada ke kamar dulu ya Pa, ngantuk mau tidur." tanpa menunggu jawaban dari Papanya lagi, Nada segera naik ke lantai dua menuju kamarnya. Sebelum merebahkan diri di atas ranjang dia ke kamar mandi terlebih dahulu, membersihkan dirinya terutama bibir yang baru saja disentuh Aksara dengan bibirnya.
"Aksara, berani banget sih lo ambil ciuman pertama gue." Nada masih saja menggosok bibirnya. Meskipun jujur saja dia hampir terlena oleh kelembutan ciuman Aksara yang basah dan terasa hangat itu. "No, no, stop! Jangan berpikir kotor. Bibir itu bekas dari banyak cewek. Arggghhh!! Sial banget. Gue gak mau lagi ketemu sama lo Aksa!!"
Nada keluar dari kamar mandi lalu mengganti pakaiannya dengan piyama setelah itu dia merebahkan dirinya sambil memeluk boneka teddy kesayangannya. Lagi-lagi rasa dari ciuman Aksara tiba-tiba terlintas di otaknya yang membuat tangan Nada mengusap lagi bibirnya. "Duh, Aksa, gue mau tidur. Cowok nyebelin! Menyingkir lo dari otak gue!"
Hal yang hampir sama dirasakan oleh Aksara saat ini, hanya bedanya Aksara kini justru duduk termenung di teras kecil rumahnya. Jalanan yang sudah sepi dari orang lalu lalang menambah kesan sunyi di dirinya.
Kenapa gue selalu gak bisa tahan diri tiap dekat Nada? Pasti sekarang dia semakin benci sama gue.
Aksara kembali meraba bibirnya, bibir yang telah berhasil menyentuh bibir ranum Nada.
Hanya diluar bibir saja rasanya manis banget, apalagi dalamnya. Astaga! Mikir apa sih gue. Haduh! Otak gue udah konslet.
Aksara memukul pelan kepalanya beberapa saat agar berhenti berpikir hal-hal negatif.
Dia sudah sering berpetualang bahkan mantan pacarnya saja sudah tidak terhitung tapi baru kali ini dia bertemu gadis seperti Nada. Kasar dan pemberontak, tentu itu penilaian Aksara. Tapi entah kenapa Aksara selalu merasa gemas dan terus ingin menggodanya, seperti sedang mencari perhatian dari Nada.
Dia sekarang justru takut jika Nada akan marah padanya karena tindakan nekat nya itu.
Satu helaan napas panjang dia hembuskan. Andai saja dia bisa menatap langit, dia ingin bertanya pada langit mengapa hatinya bisa resah dan gelisah seperti ini. Tapi sayang langit di depan rumah Aksara justru terhalang kabel-kabel yang malang melintang di atas gang kecil itu.
"Aksa gak tidur? Ini udah hampir tengah malam." tanya Pak Rendra sambil duduk di samping putranya.
Aksara menggelengkan kepalanya, "Belum ngantuk, Yah."
"Ada masalah?"
Aksara hanya menggeleng lemah.
"Pasti sedang memikirkan cewek?"
Aksara hanya tersenyum kecil.
"Ayah pernah dengar katanya kamu sering ganti-ganti pacar?"
"Hem, kata siapa Yah? Gak bener itu."
"Udah, gak usah bohong sama Ayah. Ayah bisa maklum kamu masih remaja dan ganteng kayak Ayah." Pak Rendra tertawa renyah karena ketampanan yang dimiliki Aksara memang menurun dari Ayahnya. "Pasti banyak wanita yang mengejar kamu. Tapi satu pesan Ayah, jangan mempermainkan hati wanita. Wanita itu untuk dicintai dan dilindungi. Umur kamu memang baru 20 tahun tapi hilangkan satu kebiasaan itu. Berhenti berpetualang. Di umur yang sudah berkepala dua lebih baik kamu fokus dengan masa depan kamu. Jangan sampai hidup kamu nanti susah kayak Ayah."
"Iya, Yah." Aksara menganggukkan kepalanya. Meskipun dia tidak tahu gambaran hidup seperti apa masa depannya, yang jelas dia hanya ingin menjadi pianis hebat.
"Bagaimana kuliah kamu?"
Pertanyaan Ayahnya seketika membuyarkan angan-angannya barusan. "Baik, Yah."
"Kamu tahu, mengapa kamu Ayah kasih nama Aksara. Agar kamu tidak kenal dengan dunia nada."
Nada? Eh, bukan orang yang dimaksud Ayah.
Aksara hanya mampu memasang telinganya. Sebenarnya ada kisah masa lalu apa yang membuat Ayahnya selalu melarang Aksara berkecimpung di dunia seni musik.
"Kenapa Ayah? Apa karena masa lalu Ayah?"
Pak Rendra menghela napas dalam. "Hidup itu tak semudah yang kamu bayangkan Aksa. Meskipun kamu punya bakat tapi bakat kamu akan kalah dengan mereka yang berduit."
"Maksud Ayah?"
"Suatu saat kamu akan mengerti dengan sendirinya. Sehebat apapun bakat kamu, sepintar apapun otak kamu, kamu akan tetap berada di kasta terbawah. Dan mereka dengan mudahnya membeli kedudukan dengan uang."
Kali ini Aksara tidak setuju dengan pendapat Ayahnya, dia mengerti, dia terlahir dari keluarga kurang mampu tapi dia tidak akan berhenti untuk memperjuangkan semua impiannya.
"Maaf Ayah. Aksa tidak setuju dengan pendapat Ayah. Jangan membuat seorang anak menjadi insecure hanya karena sebuah pengalaman masa lalu Ayah."
"Iya, Ayah hanya menilai berdasarkan pengalaman Ayah dan itu memang kenyataan. Ya sudah, kamu cepat tidur sudah malam." satu tepukan di bahu Aksara mengiringi kepergian Ayahnya masuk ke dalam rumah.
Aksara kini mengusap wajahnya menghilangkan rasa lemah di dirinya agar semangat itu kembali muncul.
Lalu Aksara berdiri dan melangkah masuk ke dalam rumahnya. Tidak lupa dia menutup dan mengunci pintu terlebih dahulu. Dia masuk ke dalam kamarnya, tak juga merebahkan diri tapi justru membuka laptop bututnya dan menyambungkan ke wifi tetangga.
Dia sangat penasaran dengan masa lalu Sang Ayah. Apa yang membuat trauma sampai saat ini. Bahkan terlihat masih menyimpan dendam yang belum juga sirna.
Dia membuka laman google, mengetik nama Ayahnya, "Rendra Aryanto." Sebenarnya Aksara hanya mencoba saja, mengingat Ayahnya bukan dari kalangan orang penting.
Banyak artikel Rendra Aryanto yang bermunculan di laman pencarian. Kepalanya mulai pusing menyusurinya.
"Kalau Ayah waktu seumuran gue berarti berada di tahun 1995. Coba cari artikel di tahun itu."
Rendra Aryanto juara pertama lomba piano tingkat provinsi di tahun 1994.
Lagi, Rendra Aryanto menjadi juara pertama tingkat nasional di tahun 1995. Pianis muda yang sangat berbakat, apa dia akan mewakili Indonesia di grammy award tahun depan?
Beberapa judul artikel membuat kerutan di dahi Aksara tercetak. Bahkan butir-butir keringat mulai muncul di pelipisnya di kamarnya yang terasa panas. Dia arahkan mousenya pada artikel itu.
Klik!! Artikel tak juga muncul.
Klik lagi!
Klik lagi!
"Astaga malah ngelag. Laptop butut emang gini banget." Aksara akhirnya mematikan laptopnya.
Dia kini mengambil ponselnya berniat mencari artikel itu lewat ponsel saja.
"Hah, tinggal 5%? Sekarat banget hp gue. Terpaksa gue harus tidur dengan rasa penasaran kayak gini."
Aksara mengecharge ponselnya lalu dia melepas pakaiannya dan berganti dengan kaos oblong beserta celana kolor yang membuatnya nyaman untuk tidur.
Dia merebahkan dirinya di atas tempat tidur, berusaha memejamkan matanya.
Banyak banget kejadian hari ini yang membuat otak gue benar-benar kacau.
Hmm, Nada tunggu gue di dalam mimpi ya. Eh, kok Nada? Ya Allah omes banget otak gue. Duh, jangan sampai mau sholat Subuh ntar harus mandi besar dulu...
💞💞💞
Jangan lupa like dan komen ya..
Kasih bunga untuk Aksara agar hidupnya berwarna..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments