Aksara menghentikan motornya di depan gerbang rumah Nada. Dia ragu untuk masuk ke dalam gerbang yang terlihat kokoh itu. Meskipun gerbang itu tidak tertutup rapat dan tanpa penjagaan satpam.
"Masuk gak ya? Masuk gak sih?"
Dia bertanya pada dirinya sendiri. Ragu.
Akhirnya Aksara memutuskan untuk masuk ke dalam gerbang menghentikan motornya di halaman depan rumah Nada yang cukup luas.
Aksara melepas helmnya yang langsung disambut oleh seorang bapak-bapak.
Aksara turun lalu menghampiri bapak itu yang tak lain adalah Pak Teguh, Papa Nada.
"Permisi, Pak."
"Iya, mau cari siapa?"
"Nada ada di rumah? Bisa bertemu dengan Nada?"
Pak Teguh hanya terdiam sambil menatap Aksara menyelidik dari ujung kaki sampai ujung rambut. Berulang sampai tiga kali.
"Siapa?"
Aksara justru menjabat tangan Pak Teguh sambil tersenyum ramah. "Saya Aksara teman kampus Nada."
"Teman? Teman kampus negeri?"
"I-iya Pak." jawab Aksara.
"Masuk dulu."
"Tidak usah Pak, saya tunggu di teras saja."
"Ya sudah duduk dulu."
Kemudian Aksara duduk di kursi teras. Pak Teguh justru ikut duduk tanpa memanggil Nada terlebih dahulu. Aksara semakin dibuat nervous saja. Ini seperti seorang mertua yang akan menyidak calon menantunya. Baru kali ini Aksara merasakan hal seperti ini.
"Ada perlu apa kamu menemui Nada?"
Pertanyaan Pak Teguh membuat Aksara menelan ludahnya berkali-kali. Kayaknya gue salah mutusin buat ketemu Nada. Bisa gak, gue balik pulang aja.
"Hmm, saya mau tahu keadaan Nada. Nada kenapa tidak masuk kuliah?"
Pak Teguh tidak menjawab. Dia justru kembali menatap Aksara dengan serius. "Kamu teman anak saya atau pacarnya? Sepertinya saya pernah melihat kamu sebelumnya?"
Seketika tenggorokan Aksara menjadi kering. Ingin menemui Nada saja harus diinterogasi seperti ini.
"Saya teman sekampus Nada. Saya juga baru mengenal Nada beberapa hari ini."
Pak Teguh terdiam. Entah sedang memikirkan apa. Tapi beberapa detik kemudian dia berdiri. "Ya sudah, tunggu sebentar ya."
Aksara bernapas lega.
Sedangkan Nada saat ini, dia sedang berada di kamar sambil memainkan laptopnya. Dia dikejutkan dengan suara ketuk pintu dari Papanya.
"Nada!!" panggil Papanya dari luar.
"Iya, Pa." jawab Nada. Lalu dia beranjak dari duduknya dan segera membuka pintu. "Ada apa, Pa?" tanya Nada.
"Ada yang mau menemui kamu?"
"Siapa Pa?"
Pak Teguh hanya tersenyum yang membuat tanda tanya di benak Nada.
"Siapa, Pa?" tanya Nada lagi.
"Aksara."
"Aksara? Ngapain cowok nyebelin itu ke sini. Bilang sama dia, Nada sedang tidak ada di rumah."
"Nada, kelihatannya dia cowok baik-baik. Dia datang ke sini juga karena mau tahu keadaan kamu."
Nada tertawa sumbang. Keadaan? Justru dia bisa kenapa-napa karena Aksara.
"Papa, itu strategi seorang buaya saja untuk menjerat mangsanya."
"Buaya?"
"Iya Pa. Dia itu playboy."
Pak Teguh kembali tersenyum lagi."Jadi dia cowok nyebelin di kampus itu?"
"Iya dia Pa. Siapa lagi?"
"Benci sama cinta itu beda tipis. Apalagi dengan ketampanan yang di atas rata-rata seperti itu." Pak Teguh mengusap bahu putrinya agar hatinya sedikit mencair. "Ya sudah, kamu temui dia dulu ya. Kasian udah nunggu. Perbuatan dia itu termasuk salah satu bentuk perhatian buat kamu."
Nada berdengus kesal. Menemui Aksara, bayangan semalam seketika terlintas di otaknya.
Ngeselin banget sih Aksa.
Nada masuk ke dalam kamar untuk memakai kacamatanya dan menguncir rambutnya. Karena setahu Aksara dia tetap Nada Pratiwi.
Akhirnya Nada keluar dari kamarnya, menuruni tangga dan berjalan ke depan rumah.
"Mau apa lo?" satu pertanyaan tanpa say hello terlebih dahulu langsung terlontar dari mulut Nada.
"Gue ke sini ya mau nemuin lo."
Nada masih saja memasang wajah juteknya. Dia kini duduk di dekat Aksara. "Iya, mau apa? Lagian lo kenapa bisa tahu sih rumah gue? Kayak penguntit aja." tanyanya lagi.
"Semalam gue ngikutin lo buat mastiin lo aman sampai rumah dan gue ke sini sebagai lelaki yang bertanggung jawab mau tahu keadaan lo."
Nada mengernyitkan dahinya mendengar kalimat Aksara yang terkesan berlebihan. "Tanggung jawab apa? Lo kalau ngomong jangan ambigu gitu, nanti dikira kita udah macam-macam beneran lagi."
"Oke, sorry. Kan gue cuma ngelakuin satu macam."
"Aksa!!" Dada Nada semakin bergemuruh. Pikirannya lagi-lagi teringat dengan ciuman Aksara. "Lo nyebelin banget. Lo mending pulang aja deh kalau cuma mau berantem sama gue."
"Iya, iya. Gue ke sini mau minta maaf soal kemarin."
Nada hanya menatap Aksara sekilas lalu kembali membuang pandangannya. Minta maaf telah mencuri ciuman pertama gue? Gak semudah itu!!
"Na? Maafin gue." Ucap Aksara dengan serius.
"Gak semudah itu. Lo udah ambil ciuman pertama gue emang lo bisa ngembaliinnya."
Aksara justru tertawa penuh arti. Mengembalikan ciuman pertama? Apa harus dengan ciuman kedua?
"Jadi, mau gue kembaliin ciuman itu?" Aksara memelankan suaranya dengan kepala yang condong ke arah Nada.
Astaga! Gue salah ngomong!
Seketika Nada mendorong Aksara agar menjauh. "Mau ngapain lo?"
"Kembaliin ciuman lo."
"Dengan cara apa?!"
"Kan gue ngambilnya lewat bibir jadi gue kembaliin lewat bibir dong."
"Aksara!!" Nada semakin geregetan. "Pulang sekarang!!" Nada menarik paksa Aksara agar berdiri dari duduknya.
"Eh, maaf." kata Mbak Sumi, pembantu di rumah Nada yang membuat Nada melepaskan tangannya dari lengan Aksara yang sedari tadi dia tarik. "Saya disuruh buat minuman sama tuan. Saya taruh sini ya." Mbak Sumi menaruh minuman itu di atas meja kecil yang berada di antara mereka.
"Terima kasih Mbak." Ucap Aksara dengan senyum manisnya.
Mbak Sumi kembali membalas senyuman itu. "Ya Allah cakepnya." Mbak Sumi yang memang masih berumur 25 tahunan dan belum menikah jelaslah memandang kagum Aksara.
"Udah Mbak. Jangan dilihat. Dia itu buaya. Lain kali kalau dia ke sini gak usah dibuatin minum ya."
Seketika Mbak Sumi berhenti tersenyum. Dia mengangguk hormat lalu masuk ke dalam rumah.
"Ooo, jadi masih mengharap gue datang ke sini lagi."
Nada berdengus kesal. Aksara selalu bisa mencari celah dari kesalahannya berbicara.
"Udah dikasih minum berarti pantang pulang sebelum minuman habis."
Rasanya Nada semakin ingin menjambak-jambak rambut tebal Aksara yang sedikit teracak itu.
Aksara menegak minuman itu sambil menatap Nada yang masih saja menatap arah lain. Dia sisakan sampai setengah gelas lalu menaruhnya lagi di atas meja.
"Kalau gak mau gue kembaliin lewat bibir, nih, lewat gelas aja gue kembaliin." kata Aksara sambil mendekatkan gelas itu pada Nada.
Nada kembali menatap Aksara dengan jengah. "Modus!!!"
"Terus gue harus apa?"
"Pergi dari hidup gue!!"
"No!"
Nada kembali membuang pandangannya.
"Lo kenapa gak masuk kuliah? Marah sama gue atau karena Pak Reno?"
Nada terdiam. Sorot matanya yang sedari tadi menyalakan api amarah, kini mulai padam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments