Chiit...
Team Kurcil tidak termasuk Pe, sudah berhenti di depan rumah keluarga Xian. Sembilan Kurcil itu kini menatap Miko dengan tatapan tanyanya.
Miko sampai merinding ditatap oleh para orang rupawan namun sebenarnya jelmaan iblis semua.
"I-ini kok rumahnya sesuai info." Miko tergagap sejenak. Masalahnya, rumah di hadapan mereka amat sepi nan berantakan. Tidak ada tetangga pun yang mau dimintai info karena rumah dihadapan mereka ini adalah rumah tunggal yang berada jauh dari kerumunan. Macam di tengah-tengah kebun. Itulah gambarannya.
"Kenapa pada bego? Ayo masuk dodol." Ama beranjak seksi duluan.
"Si anying, gue cipoookkk lu, Ama." Lautan mendumel, dia meringis karena sepatu boot Ama rupa-rupanya sengaja menginjak kakinya.
"Apa lu kata? Mau nyosor bebek adik gue? Ni, cipoookkknya," Guruh yang sewot. Dia juga menambahkan injakan keras ke kaki Lautan.
"Ishh," desis Lautan. Petir terkekeh kecil melihat adiknya dibully oleh kedua adik kakak itu yang sudah masuk terlebih dahulu.
"Ayo masuk!" Rangkul Petir ke Vay. "Eh, salah. Aku tadinya mau ngerangkul, Utan." Petir cuma modus, tangannya dia tarik dari pundak Vay ketika iris amber Neng bule seperti ingin mengeluarkan bola api karena tidak terima.
"Tanganmu rupanya minta dimutilasi." Dingin Vay bersuara dengan tangan membuat gerakan menggorok lehernya sendiri, lalu beranjak menyusul Ama.
"Lebih berjuang lagi, bro!" Badai menepuk pundak Petir dengan senyum ejeknya.
"Ck, gue keluarkan jurus licik gue, baru termehek-mehek Lo, Neng bule." Lama lama kesal juga si Petir yang selalu dianggap patung oleh Vay.
Semuanya pun sudah masuk di dalam ruangan yang jauh dari kata rapih. Sampai laci-laci kecil ikut berserakan di lantai seperti barang barang rumah tangga lainnya.
"Ya ampun, kita ternyata kalah gercep dari organisasi lain. Lihatlah, panci pantat gosong aja digeledah."
Guruh menendang kesal panci tersebut asal asalan. Plukkk, gol sempurna masuk ke dalam kepala Topan yang tadinya membelakanginya. Panci tersebut sudah menjadi helm si Simba membuat para Kurcil terkikik geli menertawakan Topan. Miko ingin ikutan tertawa, tapi sumpah...kagak berani dianya.
"Kampret, pancinya bekas daging, baunya basi pula." Plukkk. Tadinya, Topan ingin membalas Guruh yang berdiri santai tak berdosa. Tapi melihat Angkasa yang terbahak-bahaknya paling kenceng, dia pun melempar kesal ke wajah adiknya.
"Shiitt." Plukkk, "Bleeewk, kagak kena," ledek Angkasa yang gercep main tendang asal-asalan ke arah Vay, sehingga jatuh ke wajah Neng bule itu.
"Huawaaa," syukurnya Vay pun sigap menangkap panci itu, jadi cuma anginnya saja yang lewat menyentuh wajahnya. "Baunya busuk beut, iyuuuhh. Sialan lu Angkasa, rasakan___"
"Stop!" Bentak Topan. Vay kagak jadi melempar Panci pantat gosong itu ke Angkasa.
"Ayolah, guys. Kita harus serius, apa kalian tidak cemas kalau chip itu jatuh ke orang yang salah? Dampaknya akan besar lho kalau digunakan dalam kejahahatan." Topan menjelaskan dengan sabar. Dia juga bingung dengan tingkah seloroh semua sahabatnya yang tidak bisa membedakan waktu bercanda dan waktu untuk serius.
"Baiklah ... kita berpencar, mana tau ada sesuatu di sini. Feeling aku mengatakan tersebut." Badai mulai melangkah.
"Ayo kerja, jangan makan gaji buta." Ama mencandai Miko yang diam bak patung. Dia sebenarnya kasihan dengan tangan kanan Badai itu yang langsung memucat karena sentakannya.
"Siap, Nona!" Miko gercep menyusul Badai dan Bhumi yang beriringan.
Dan semuanya pun menggeledah rumah itu yang memang aslinya sudah di acak acak sebelumnya oleh organisasi lain.
"Apa perlu dapurnya juga digeledah, Petir?" Vay protes. Anak tante Senja-nya itu main narik masuk ke dapur.
"Harus dong, Neng Bule! Semuanya tanpa tak terkecuali." Di otak Petir, menjalankan misi seraya melancarkan aksi hatinya. Boleh dong, dia 'menyelam sambil minum air,' asal minumnya kagak over. Pan nanti kembung.
Vay tidak banyak tanya lagi, satu persatu dia memeriksa segala sesuatunya yang ada di depan matanya. Toples garam pun dia buka.
Pergerakan Vay kembali tertarik oleh aksi konyol Petir-si pria yang selalu jahil padanya sedari duduk di bangku Dasar. Di mana detik ini, Petir lagi membuka kulkas dan segera mengeksikuisi isi lemari pendingin itu.
"Apa iya? Ada chip atau petunjuk di dalam kulkas pria jahil? Aneh!" Vay mengikis jarak. "Nama boleh sangar, tapi ampun deh, kelakuan mu konyol beut. Harusnya Om Langit dan Tante Senja memberi mu nama Sarimin," ejeknya. Vay sudah berdiri di dekat Petir.
"Ck, ini yang penting." Petir mengeluarkan kue black forest. "Kamu mau sayang?" Godanya tidak memperdulikan ejekan Vay dan delikkan sinis Vay.
"Ka__" Saat ingin berketus ria, Vay sudah terlebih dahulu bungkam karena Petir menyuapinya sepotong kue coklat.
"Enak, kan?" Petir tersenyum simpul "Rasanya manis, semanis cinta ku padamu." Eaaa.. Petir menggombal dengan mata berkedip rayu.
Uhuuuk ... uhuuuk.
Vay sampai terbatuk-batuk mendengar gombalan dan melihat mata genit sahabatnya.
Ok, dia akan mematahkan gombalan busuk si Don Juan basi ini. Vay selama ini sudah sabar lho, masa dari kecil Petir selalu menjahilinya dengan seribu cara. Ini sudah keterlaluan, sampai membawa nama cinta. Syukurnya dia tidak baperan, kalau hatinya ngena bagaimana coba? Kan Petir cuma bercanda. Itulah yang di pikirkan Vay selama ini.
"Petir sayang," Petir menegang di kala Vay berbisik mesra di telinganya, dan OMG... sayang katanya. "Cinta yang over manis itu berujung tidak baik juga, nanti diabetes, hahahaha." Vay terbahak bahak seraya meninggalkan Petir yang memanyunkan bibirnya.
"Ish, kagak ada manisnya jadi cewek. Berbunga-bunga kek diberi rayuan oleh ku, kesandung tahu rasa__"
Aduuhh...
Belum kelar Petir mengeluarkan sumpahnya, Vay sudah terpekik. Kaki Neng Bule terjepit jebakan tikus.
"Huawaaa...kaki ku pasti bengkak nih ah."
Petir segera berlari. "Aku bantu." tawarnya berlutut di depan tubuh Vay. Tidak ada raut lucu di air muka Petir melainkan kecemasanlah di sana.
"Bisa berjalan?" Tanyanya setelah besi itu sudah lepas dari kaki Vay yang hanya memakai alas kaki tipis.
"Bisa sih, tapi nyeri uihh." Jujur Vay.
"Ayo naik ke punggung ku." Tawar Petir. Vay tidak berpikir lagi. Dia menerima tawaran dari sahabat baiknya. Vay kangen juga sama pacarnya yang ada di Belanda sana. Dia butuh di manja.
"Andai Cole ada di sini," lirihnya di atas punggung itu.
"Kamu berucap sesuatu?" Petir mendengar Vay seakan berkumur-kumur.
"Hemm," malas Vay mengungkapkan perasaannya. Dia lebih memilih menaruh manja dagunya di pundak Petir. Jelas Petir merasa gembira, jantungnya terasa bekerja dua kali lebih cepat memompa darah naik ke otaknya. Boleh berjoget ria nggak sih?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
gk ada cole, petirpun jadi ya😂
2022-04-25
3
Irma Tjondroharto
neng bule...akang petir gak godain km lho...modus nya krn emang cinta mati ma km itu...heeemmmm...jgn patah hati trs jd casanova spt ayahmu ya petir...krucil tuh bercanda aja ahahhaha
2022-04-24
4
Ana
kasihan petir
aku sih setuju kalau vay sama petir 😉
2022-04-24
2