Pelangi melajukan mobilnya tanpa arah tujuan dengan kecepatan tinggi. Matanya memicing sinis ke kaca spion. Dia melihat moge si Twins yang sedang berboncengan mengikuti kendaraannya.
"Mau apa si Twins ngikutin segala? Apa mau ikut ikutan bertingkah seperti Topan dan Badai yang over protective?"
Pelangi menyeringai. Dia butuh pelampiasan saat ini, dengan itu dia ingin mengerjai ke-dua adik kembarnya. Pedal gas pun dia tingkatkan melebihi di atas rata-rata peraturan berkendara di jalan raya.
"Kejar buruan, Bhum." Angkasa menepuk pundak Bhumi yang sedang menyetir motor.
"Kamu pikir ini lagi tidur, hah? ini juga lagi ngejar," cetus Bhumi seraya menambah kecepatan motornya.
...****...
Di sisi Gerhana. Gadis itu pulang ke rumahnya dengan langkah sedikit aneh.
"Tumben lampu teras masih nyala? Mama 'kan biasanya perhitungan tentang pengeluaran listrik?"
Ceklek...
Deg...
Saat membuka pintu, jantung Gerhana di buat berdetak kaget dengan tulang-tulangnya seketika lemas. Matanya kini di suguhkan mayat Elle dan Danish yang mati tragis di hadapannya. Amis darah bekas tembak di lantai itu membuatnya mual.
"Ma!" jerit Gerhana dan segera menutup mulutnya, karena di luaran sana telinga kelincinya mendengar derap langkah orang-orang. Merasa ketakutan, dia pun masuk ke dalam kamarnya.
"Gerhana, segera bersembunyi." ucapnya sendiri, pintu kamar di kuncinya rapat rapat.
"Hiks, hiks... bagaimana ini?" karena panik, air mata takutnya jatuh begitu saja. Gerhana segera menarik seuntai tali kecil yang tergantung di dekat jendela. Seketika plafon di atas sana terbuka dan langsung ada tangga yang terbuat dari tali tambang besar jatuh menjuntai di hadapannya.
Gerhana gegas naik ke tangga monyet tersebut. Sampai di atas, dia segera menarik tangga itu naik dan lekas menutup kembali plafon tempat persembunyian yang hanya berukuran satu setengah meter persegi. Sangat kurang oksigen namun apa boleh buat, dari pada tertangkap mending dia mati kehabisan oksigen.
Braaak...
Ceklek...
Gerhana menahan nafas, telat satu menit saja tidak bersembunyi maka dia sudah tertangkap oleh dua orang bersenjata di bawah sana. Dia mengintip di cela bekas lubang paku.
"Mana? Tidak ada orang kok?"
"Tadi aku yakin mendengar jeritan seseorang pas kita berada di pelataran."
"Ah, sudahlah. Lebih baik kita singkirkan mayat yang ada di luar. Semalam kita lalai dari tugas, kalau bos tahu... greek, Gorok coeg."
Ya, ke-dua pria itu adalah mafioso dari klan yang sudah membunuh Elle dan Danish.
Kedua pria berotot itu pun keluar dari kamar Gerhana. Membuat gadis itu sedikit bernafas lega.
"Aku akan bersembunyi di sini saja sampai kapanpun," lirihnya dan segera memeluk lututnya. Dia menangis lagi, bukan karena takut seperti tadi, tetapi dia menangisi takdir hidupnya yang jauh dari kata bahagia. Selalu di kejar-kejar orang jahat padahal dia tidak tahu apa sebenarnya salahnya?
...****...
Di sisi Topan, tepatnya di ruangan bawah tanah bersama Lautan, Guruh, Purnama dan Vay sedang berbicara serius.
"Ruh, coba lanjutkan laporan Badai semalam yang sempat tertunda," Pinta Topan.
"Maksud kamu, tentang anak Xian?" Guruh memastikan dengan mata selidiknya memperhatikan Topan yang sedang memakai akribut macam mau menyerang musuh.
"Eum." singkat Topan.
"Aku tidak tahu pasti, karena Badai sendiri yang mendapat info itu. Aku dan Petir memang berada di Club bersama, tapi kami berpencar." jelas Guruh.
"Masalah semakin rumit saja, aku tidak bersahabat dengan kata gagal." Vay ikut menyela. Pistol kecil dia masukkan ke dalam kantong jaket kulitnya.
"Mau kemana kamu, Vay?" Purnama curiga kalau Vay mau pergi.
"Mau jalan sekedar nyari angin," pewaris kerajaan bisnis Abraham itu pun pergi begitu saja tanpa banyak protes dari para sahabatnya.
"Kita pun mau pergi." Lautan dan Purnama selalu kompak.
"Ya, pergi saja kalian semua." malas Guruh yang di tinggal sendiri di markas. Dan benar adanya, Topan pun pergi tanpa satu kata pun.
...****...
Ckiit..
Di sisi Twins, Bhumi berhasil memblokir jalan Pelangi di dekat sebuah taman.
Hampir saja Pelangi menabrak moge adiknya kalau dia tidak sigap menginjak pedal remnya. Dia pun turun menghampiri kedua adiknya yang sudah stay cool senyum gaje nan bodoh di hadapannya.
"Hehehe, kita menang laju dari kak Pe!" Angkasa memainkan puppy eyes-nya agar tidak dapat muntahan kekesalan Pelangi yang sudah memerah menahan marah.
Tuk
Tuk
Aww
Aduh
Tetapi tetap saja Pelangi mengetuk kepala adik adiknya.
"Kalian ya! Kalau aku menghantam motor kalian bagaimana coba? Mau mati? Dan kamu Angkasa, jangan sok memamerkan puppy eyes mu, jijik tau nggak. Seperti sahabat Bunda yang bernama Bang Sam." Ocehan Pelangi malah membuat Bhumi tertawa karena Angkasa telah di samakan dengan lady man bin banci yang notabenenya Bang Sam itu adalah sahabat karib sang Bundanya.
"Hahaha," tawa Bhumi.
Plak...
"Diam!" Angkasa menyikut keras perut kembarannya.
"Lebih baik kalian pergi! Aku lagi badmood saat ini." Pelangi berbalik ke mobilnya. Bhumi yang melihat itu segera merangkul pundak Pelangi dan berjalan masuk ke area taman yang ramai oleh anak kecil sedang bermain di sana.
"Bhumi." Protes Pelangi. Bhumi menulikan telinganya.
"Angkasa, ambil peralatan lukis kak Pe di mobil."
"Siap!" sahut jenaka Angkasa dengan jempol dia angkat dan goyangkan.
Si Twins tidak memperdulikan Pelangi yang sedang marah marah tidak jelas. Mereka tahu cara menurunkan emosi itu dengan mengajak Pelangi melukis. Itulah hobi kakaknya.
"Hm, bisa aja ngerayu ku. Ok ... karena kalian yang mengajak melukis, maka model lukis aku adalah si adik adik ku yang tampan ini." Pelangi tersenyum devil dalam hatinya seraya berjalan duluan.
Glek...
Bhumi dan Angkasa kompak menelan ludahnya melihat seringai jahil kakaknya.
"Bhum, roman kagak enak nih," Bisik Angkasa.
"Iya! Perasaanku pun begitu." Sahut Bhumi.
Setelah alat lukis siap, Pelangi pun menatap Twins penuh maksud.
"Ayo buruan berdiri di depan sana dengan tangan saling menjewer satu sama lain," titah Pelangi.
"Ish, kak Pe. Yang lebih macho dong!" Bhumi menolak. Bukan apa-apa, di taman ini begitu banyak pengunjung dari anak-anak sampai dewasa pun ada. Dia malu.
"Elah, mudah itu mah. Beginikan?" Angkasa main jewer ke kedua telinga Bhumi. Dia tertawa saat Bhumi meringis.
"Sialan! Aku juga bisa," Dengusnya. Dan melakukan hal sama ke Angkasa. Mereka saling jewer.
Pelangi sudah tertawa geli sedari tadi. Kedua adiknya telah menghibur kekesalannya ke Topan yang sebenarnya Pelangi itu butuh kebebasan. Tidak di pingit hal pribadinya apalagi hal asmara. Bukannya Topan egois? Semalam aja Topan tidak profesional yang main pergi bersama wanita malam, padahal team Kurcil sedang membahas info anak Xian. Itulah yang membuat Pelangi dan Badai kompak kesal.
Bukan hanya tawa Pelangi yang terlihat, tapi anak kecil dan beberapa pengunjung taman asri nan sejuk itu ikutan menertawakan si Twins.
"Lama nggak, Pe? Telinga ku sakit nih ah." Angkasa cemberut. "Jangan keras-keras ngejewernya, Bhum." sambungnya ke Bhumi dan menepis tangan Bhumi.
"Apaan kamu? Yang ada juga kamu yang membuat daun telinga ku mau copot. Lihat nih! Uda merah merah." Bhumi pun menepis kasar tangan kurang ajar Angkasa.
"Kakak-kakak tampan, aku juga mau di jewer dong. Tapi bukan di telinga melainkan di hati ku." Satu gadis remaja menggoda Twins. Lebih tepatnya ke Bhumi.
"Hmm, bocah! sekolah yang benar dulu. Seragam masih high school sudah genit." Bhumi memberi plototannya ke gadis berseragam yang sederajat SMA.
"Hmm, Kita ketemu lagi aku kissing kamu." Remaja itu melemparkan ciuman jauhnya dan berlalu pergi.
"Hahahaha, kamu calon-calon pedofil Bhum."
" Sialan!"
Si kembar malah ribut berdua. Sementara Pelangi sudah larut dalam hobi lukisnya. Dan objeknya sebenarnya bukan si kembar melainkan ke anak laki laki yang sedang mengamen merdu dengan petikan gitar kecil di tangannya.
"Siapa pelukis itu, Laric? kenapa kamu tidak berkedip menatapnya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Ayi Hadi
lanjuuuut
2022-11-11
0
Suratmi Lestari Purwito
dibi kemana thor
2022-07-01
1
💮Aroe🌸
penasaran ma chip, 😬 lanjut dulu
2022-04-23
1