Chapter 13 Dalam Pelarian

"Ibu anda sudah menunggu di ruangan minum teh, Khan Agung." Seorang pria berdiri sambil menghormat di ambang pintu balkon. Kedua lengannya yang kekar tampak cokelat dan terbuka, pria itu memiliki tubuh berotot seperti penari. Dia adalah Bataar, tangan kanan ibunya, sekaligus pelindungnya.

Meski menurut Khan, ibunya tidak perlu pengawal, dia bisa melindungi dirinya sendiri. Sang ibu memiliki kekuatan sihir yang kuat. Dan itu bukanlah rahasia, tidak ada yang pernah berani membuatnya marah. Namun sang ibu jarang marah, wanita itu sangat lembut dan penyayang. Khan sangat menghormatinya, ia memperlakukan ibunya dengan hangat. Sangat jauh berbeda dengan perlakuannya terhadap semua wanita, yaitu bersikap dingin.

Ruangan ini masih tetap sama hangatnya, Khan masuk ke dalamnya dan diserbu oleh sentuhan feminin yang ada di seluruh ruangan. Dominasi warna pastel sangat mencolok mata. Ibunya yang biasa dipanggil dengan sebutan 'Eej dalam bahasa Mongolia, yang berarti 'Ibu, sedang duduk di kursi empuk indah berlapis beledu cokelat di sudut ruangan. Dia sedang menikmati teh sore harinya.

"Eej, aku datang menghadapmu." Khan membungkuk hormat kepada ibunya dan tersenyum lembut. "Rumah ini entah mengapa terasa berbeda," kata Khan. "Aku mengubah beberapa interior ruangan, mengganti pelapis bangku, tirai-tirai, dan wallpaper. Para pelayan juga sudah membersihkan segalanya dengan begitu teliti," ungkap sang ibu. "Apakah itu berarti rumah ini terlihat lebih indah?" "Ya. Terlihat lebih indah dan cerah," jawab Khan. "Benarkah, senang mendengarnya." Sang ibu terlihat tersenyum lembut.

"Eej...ada yang ingin kubicarakan denganmu." Wajah Khan tampak serius. Sang ibu terlihat ingin tahu, alis indahnya tampak berkerut. "Apakah ada seseorang yang menarik perhatianmu?" Khan tampak terkejut, "Bagaimana Eej bisa menebaknya?" Wanita itu kemudian tersenyum simpul. "Hanya insting, jadi sudah sejauh apa?"

Khan terlihat menghembuskan napasnya, ia tampak gugup. "Secara teknis, gadis ini bukanlah apa-apaku. Aku tidak berharap berlebihan, sejak..."

Khan tidak bisa melanjutkan kata-katanya. "Oh sayang," Sang ibu menyela. "Hidup terlalu indah jika hanya dihabiskan untuk mengingat masa lalu. Kau butuh maju, bukan terus mundur," tuturnya.

"Tidak untukku," jawab Khan. "Sudah waktunya kau berubah. Carilah wanita yang sesuai. Jangan ikuti Taban dan Dario yang masih melajang. Kau pemimpin klan, jika mengikuti aturan di masa lalu, kau akan dijodohkan oleh para tetua. Entah mengapa seiring berubahnya zaman para tetua menjadi lebih lunak, mereka membebaskanmu tanpa pendamping."

"Aku sudah pernah dijodohkan, jika kau ingat. Dan aku merasa senang mereka tidak menggangguku lagi. Aku tidak perlu pasangan untuk memimpin klan ini," Khan meyakinkan sang ibu. "Mengapa kau sangat menentang cinta?" Khan tersenyum simpul, dia kemudian menjawab, "Tentu aku datang kemari tidak untuk mendiskusikan keadaan hatiku, Eej."

"Tidak, tapi terkadang aku bertanya-tanya, kemana bocah laki-laki manisku pergi." Sang ibu menatapnya dengan lembut. "Bocah itu sudah tumbuh dewasa," kata Khan. "Omong-omong aku perlu bantuan Eej, jika nanti ada pertanyaan dari para tetua," katanya lagi. Sang ibu menatap Khan dengan pandangan tajam.

"Jangan katakan kau sedang terlibat masalah, Anakku." Khan menyeringai. "Aku hanya sedang menyelidiki sesuatu Eej. Belum tahu akan menjadi masalah atau tidak nantinya. Hanya tidak mau para tetua ikut campur, dan mengacaukan semuanya."

"Coba jelaskan padaku." Sang ibu berkata dengan tegas. Khan menguatkan tekadnya, dia akan butuh dukungan ibunya. Lalu ia menceritakan semuanya. Awal pertemuannya dengan Shanum, hingga peristiwa di ruang kerjanya. Wanita itu mendengarkan dengan tenang, sesekali ia terlihat mengerutkan keningnya, tampak berpikir.

"Aku tidak bisa tergesa-gesa bertindak Eej, gadis itu belum tentu membahayakan klan kita. Kecuali aku menemukan bukti adanya hal yang mencurigakan pada gadis itu, kematiannya akan berarti darah manusia tak berdosa tumpah di tanganku. Yang tentu saja akan menghantui sepanjang sisa hidupku. Meski aku sudah bersumpah untuk melindungi klan kita dari mata dunia."

"Sebaiknya kau tetap berhati-hati, Nak! Entah mengapa perasaanku tidak enak. Aku akan segera berkunjung ke rumahmu. Aku ingin bertemu dengan gadis itu," ucap sang ibu. "Sebaiknya jangan sekarang Eej, aku harus memastikan semuanya aman dulu." Wajah sang ibu tampak tidak setuju.

"Please..." Akhirnya dia mengalah, sang ibu menganggukkan kepalanya. "Baik Eej, aku tidak akan mengganggu waktu minum tehmu lebih lama lagi. Aku pamit ke kamarku untuk beristirahat." "Pergilah, kau bisa panggil Bataar jika membutuhkan sesuatu." Khan menganggukkan kepalanya, kemudian keluar dari ruangan itu. Saat sudah berada di luar ruangan ia tampak menghembuskan napas lega, merasa satu langkah sudah berhasil dilewatinya.

Sementara itu, di salah satu kamar, di mansion megah milik Khan Adrian. Tiga orang gadis tampak berbincang serius. "Jadi apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Sha?" tanya Farah. "Iya, kita harus bagaimana? Aku jadi takut tinggal di sini," sahut Diva. Shanum tetap diam, dia tampak berpikir.

"Kita harus keluar dari sini," ucap Shanum. Dia sudah memutuskan, mereka harus keluar dari cengkeraman pria itu. Shanum tidak tahan jika terus berada dalam ketidakpastian. Mereka sudah dua hari berada di mansion ini, dan gerak gerik mereka dibatasi.

Khan Adrian tidak pernah muncul lagi setelah peristiwa di ruang kerja itu. "Tapi bagaimana caranya kita keluar dari sini? Keamanan di sini sangat ketat," tanya Diva. "Aku punya ide," ucap Farah. Dia kemudian menjelaskan kepada kedua sahabatnya.

"Maksudmu, barang-barang kita tidak dibawa? Aku tidak setuju, barang-barang itu penting semua." Diva menolak usul Farah. "Kalau kamu bawa semua barang-barangmu nanti mereka akan curiga. Kita kan mau kabur Diva, bukannya pindah ke hotel." Farah tampak kesal melihat tingkah Diva. "Memang kita tidak bisa minta ijin saja sama Khan Adrian." "Bagaimana mau minta ijin, wujudnya saja tidak kelihatan sampai saat ini." Farah menjawab sambil memutar bola matanya.

"Coba kau tanyakan pada Taban, Sha." Diva masih bersikukuh dengan pemikirannya. Shanum menatap Diva, sambil mengetuk-ngetukkan jari di bibirnya. "Diva, kalau aku lakukan itu, mereka pasti akan bisa membaca niat kita. Jadi aku menolaknya, maaf," ucap Shanum. "Kamu coba pilih barang-barang yang penting saja untuk dibawa, sisanya kita tinggalkan di sini. Untuk pakaian, cukup bawa satu set saja. Kita bisa beli lagi di perjalanan nanti," tambahnya lagi.

Diva mengusap rambutnya dan mengernyitkan wajah. Ia masih ragu dengan ide Farah. "Diva, kau ikut kita kan?" tanya Shanum. Diva duduk di ranjang dengan gelisah tidak dapat menjawab. Gadis itu merasa sulit menatap Shanum, sebagian karena ia merasa ragu dan sebagian karena ia merasa bersalah. "Diva..." Farah memanggilnya, ia memberi isyarat tak sabar dengan kedua tangannya. "Oke, aku ikut," jawabnya sambil bersungut-sungut.

Shanum sudah selesai memasukkan barang-barang yang penting untuk dibawanya. Sambil menunggu kedua temannya memasukkan barang-barang milik mereka, ia memejamkan mata. Tuhan, dia berharap bisa terus memejamkan mata dan mungkin itu akan menyingkirkan semua ini.

Tidak peduli seberapa mengesankan semua ini, seberapa tampan pria itu, Shanum harus segera keluar dari sini. Ia tidak mau tersesat, semua ini membuatnya takut.

Kemudian Shanum bangkit berdiri, wajahnya tanpa ekspresi, terlihat dingin dan tak terjangkau.

"Sudah siap Ladies?" Mereka berdua menganggukkan kepalanya. Mereka bertiga keluar dari kamar, saat itu waktunya makan siang. Seperti biasa mereka makan bersama di ruangan makan dan ditemani oleh Taban serta Dario. Farah menyapa Taban, kemudian duduk di depannya. Sedang Diva dan Shanum duduk di sebelah Farah. Diva langsung mengambil makanan yang sudah tersaji di depannya.

Siang ini hanya terlihat Taban di ruang makan, ia tampak mengerutkan keningnya melihat ketiga gadis itu berpakaian sangat rapi dan membawa tas. "Apakah ada yang kulewatkan?" tanyanya. "Ah tidak, kami hanya ingin keluar. Sekalian ada yang ingin kubeli, em, keperluan khusus wanita. Apakah ada yang bisa mengantarkan kami?" Farah tersenyum manis sambil menatap ke arah Taban.

"Aku bisa mengantarmu. Jadi, katakan padaku--" Taban mencondongkan tubuhnya ke depan dan memutar-mutar pelan minuman di dalam gelasnya, mata pria itu menatap mata Farah lekat-lekat. "Kalau begitu apa sebenarnya yang kalian rencanakan?" tanya Taban.

Ketegangan menggumpal di dalam perut Farah. Mendadak dia merasa kenyang. Seharusnya dia bisa menduga hal itu akan terjadi. Taban tidak menjadi Personal Assistant Khan Adrian dengan begitu saja, ketelitian pikirannya yang tajam adalah salah satu hal yang paling ia khawatirkan dari Taban.

Farah perlahan-lahan mengambil makanan ke dalam piring. Wajahnya terlihat tenang, tanpa beban, meski jantungnya berdebar-debar tak karuan. "Tidak ada rencana apa-apa, kami hanya butuh barang-barang personal wanita, dan itu harus dibeli sendiri oleh kami," ungkap Farah.

"Barang-barang apa?" tanya Taban. Farah menatap Taban, perlahan mendekatkan wajahnya, dan berbisik, "Kau tahu--barang-barang khusus, seperti obat pereda nyeri untuk siklus bulanan wanita." Kontan wajah Taban memerah, dia membuka mulutnya, namun kemudian ia tutup kembali. Taban mengurungkan niatnya untuk berbicara. "Jadi apakah kami boleh pergi?" Taban mempertimbangkannya, ia mengangguk, dan Farah mengira dirinya sudah aman.

Tapi kemudian gerakan kepala Taban berubah dari setengah mengangguk menjadi lebih menyerupai sebuah gelengan. "Tidak, aku tidak setuju. Aku hanya akan mengantar Farah saja. Yang lain sebaiknya tetap tinggal di sini. Biar nanti Farah yang membelikan keperluan untuk kalian berdua." Diva langsung membanting sendok ke dalam piring, suara berisik yang tiba-tiba terdengar mengagetkan mereka.

"Tentu saja tidak bisa begitu Taban! Aku tidak akan membiarkan kau pergi berdua saja dengan Farah. Jangan membuatku kesal!" Suara Diva terdengar tegas, matanya menatap tajam pada Taban. Pria itu terlihat mengerutkan keningnya. Dia mengawasi gadis itu, ternganga, kebingungannya bertambah.

Shanum yang mendengar ucapan Diva kontan menutup mulutnya. Dia berusaha menahan tawanya. Melihat wajah kaget dan bingung Taban membuat perutnya tergelitik. Shanum berusaha menggerakkan lidahnya, dan dengan susah payah, berhasil mengatakan, "Maafkan temanku, kau pasti bingung. Dia ingin ikut, tidak mau ditinggal di sini," jelas Shanum.

"Kami juga tidak mungkin hanya menitipkan barang-barang kebutuhan itu dengan Farah. Kami harus memilih sendiri, karena kebutuhan setiap wanita berbeda. Kami juga tidak tahu apakah jenis yang dijual di sini sama dengan di negara kami," lanjut Shanum.

Empat orang staf dengan pemilihan waktu yang sempurna tiba membawa piring berisi makanan pencuci mulut di acara makan siang mereka. Dua orang staf membereskan meja dan dua orang lainnya meletakkan potongan kue yang terlihat menggiurkan.

Farah membungkuk untuk melihat lebih dekat. "Apa itu potongan kaca? Di atas kue?" tanya Farah terheran-heran. Shanum tergelak dan suara tawanya sedikit meredakan ketegangan yang menyelimuti mereka setebal kue lapis berlumur gula itu. "Jangan tanya. Cicipi saja," jawab Shanum. "Kau yakin ini bisa dimakan, Sha?" celetuk Farah. Diva menarik piring kue itu, namun tangannya ditepuk oleh Farah. Dia menarik kembali piring kuenya.

"Jangan pelit, kalau tidak mau di makan kuenya buat aku saja. Kue di hadapanmu itu kelihatan lebih menggiurkan daripada punyaku," ucap Diva sambil cemberut. "Kau ambil punyaku saja, aku tidak suka makanan manis." Taban menyodorkan kuenya pada Diva. Gadis itu langsung mengambil kue milik Taban, wajahnya berseri-seri, bibirnya mengulum senyum yang sangat manis.

Taban tertegun, dia duduk tegak untuk menatap mata Diva lama sekali. Gadis ini sungguh aneh, tadi dia tiba-tiba meledak marah, sekarang tersenyum sangat manis sekali. Taban yang tidak senang hal-hal berbau manis jadi mendadak suka. Shanum dan Farah saling berpandangan penuh arti. "Jadi, kau akan mengantarkan kami, Taban?" tanya Farah. Taban menoleh, dia lalu menganggukkan kepalanya. "Terima kasih Taban," ucap Farah.

Mereka berempat berkendara menuju pusat perbelanjaan terdekat dari mansion. Sepanjang jalan yang dilalui, Diva mencuri-curi pandang ke arah Taban yang sedang mengendarai mobil. Taban adalah pria yang tampan dan baik menurutnya, Diva sempat merasa jantungnya mau jatuh saat menerima tatapan dalam dari pria itu saat di meja makan tadi.

Sensasi yang Diva rasakan jauh lebih menggiurkan daripada jika para staf dapur menyajikan hidangan pencuci mulut yang lebih manis, kesukaannya. Diva sedikit tenggelam dalam bayangan itu, dan jemarinya yang bertautan, digenggamnya lebih erat. Kenyataan yang kejam merasuk ke pikiran Diva. Benar. Karena dia sudah menipu pria itu, dengan tutur kata bohongnya tadi, saat di meja makan.

Saat itu, pandangan mata Taban, terasa menelanjangi jiwanya, dan menguras emosinya. Emosi itu membuat napas Diva sesak saat dia berjuang untuk mengatur naik-turun dadanya dengan hati-hati. Dia tak ingin memperlihatkan keresahan yang terjadi dalam batinnya kepada kedua temannya dan pria itu.

Taban menunggu mereka di depan toko sambil menelpon dengan ponselnya. Ketiga gadis itu segera masuk ke dalam toko. Mereka disambut oleh salah seorang penjaga toko. Shanum mengisyaratkan mereka ingin melihat-lihat terlebih dulu. Penjaga toko itu mengerti lalu meninggalkan mereka. Shanum langsung mengawasi sekeliling toko. Diva bergerak mencari informasi tentang pintu belakang toko. Dan Farah terlihat sedang berbicara dengan seseorang di ponselnya.

"Ayo, kita harus menuju pintu belakang, Tim sudah dalam perjalanan. Kita ke tempat aman dulu setelah itu aku akan share location ke Tim." Farah menjelaskan dan mengajak kedua temannya. Diva bergerak memimpin jalan menuju pintu belakang toko ini, dia sudah mendapatkan informasinya tadi dari salah seorang pelayan toko.

Mereka menengok ke kiri dan ke kanan, sebelum keluar dari bangunan tersebut melalui pintu belakang. Saat mereka melihat situasi sekeliling dirasa aman dan sepi, lalu mereka lanjut berlari menuju arah yang berlawanan dengan tempat Taban menunggu.

"Lewat sini," ucap Farah memimpin. Dalam kesenyapan, ketiga gadis itu mengendap-endap di tengah toko-toko yang berjejer rapi. Mereka masih mencari lokasi yang tepat, tempat yang cukup jauh dari lokasi awal dan terlindungi dari pandangan curiga orang lain.

"Walaupun aku senang kita berlarian seperti ini, keluar dari cengkeraman pria itu, tapi, apa kita punya tujuan akhir?" gumam Diva sambil terengah-engah. Memperlihatkan aba-aba tertentu Farah berhenti mendadak, menunjukkan suatu tempat persis di depan mereka. "Di sana."

Diva memutar bola matanya. "Tempat itu terlalu ramai." "Lebih baik, jadi kita dapat membaur dan tidak terlalu mencolok," balas Farah. "Setuju," ujar Shanum datar, beranjak sehingga bisa memperhatikan tempat yang ditunjuk oleh Farah.

Tempat itu penuh oleh orang-orang yang berbelanja kebutuhan sehari-hari. Tempat yang dapat dikatakan sebagai Pasar Bersih, sebutan yang menyerupai di negara asal ketiga gadis tersebut. Kemudian mereka membaur di antara orang-orang yang sedang berbelanja.

Dibutuhkan waktu beberapa saat untuk menyadari bahwa sinyal menghilang dari ponsel Farah. "Oh...sial!" ucap Farah kesal. "Ada apa?" Shanum mencondongkan kepalanya ke belakang selagi tetap awas melihat situasi sekeliling mereka.

"Sinyalnya menghilang, aku tidak bisa share location kita pada Tim." "Pakai ponselku saja." Diva menyodorkan ponselnya pada Farah. Gadis itu mengambil ponsel dari tangan Diva dan mencoba Share Location kembali. "Yes, bisa." "Coba kau hubungi lagi Tim. Berapa lama dia bisa sampai ke sini. Aku tidak mau kita terlalu lama menunggu, sangat beresiko," jelas Shanum.

Farah langsung memahami kecemasan Shanum, mereka sudah melarikan diri sejauh ini. Dia juga tidak mau hal ini menjadi sia-sia. "Hallo Tim, aku sudah kirim lokasinya. Apakah posisimu masih jauh? Oh, sudah dekat. Oke, kami tunggu." Farah menyudahi percakapan itu. "Tim sudah dekat dari sini, tolong kalian bantu lihat-lihat ya. Jika mobil Tim sudah terlihat, dia membawa mobil yang biasa." Shanum dan Diva menganggukkan kepala mereka. Ketiganya saling mengawasi dalam diam.

Tiba-tiba Diva menunjuk ke suatu tempat, "Itu dia, sudah terlihat mobilnya. Itu Tim." Shanum dan Farah melihat ke arah yg ditunjukkan Diva. Ketiga gadis itu lalu bergerak menuju mobil Tim. Mereka langsung masuk ke dalam mobil, dan Tim segera melaju meninggalkan lokasi itu. Beginilah akhirnya, Shanum mengakui, mereka sudah berhasil melarikan diri dari Khan Adrian.

Shanum merasakan kepedihan mendalam saat teringat pria itu. Awalnya dia senang dapat melarikan diri darinya. Namun kini rasa bersalah mulai bermunculan di hatinya, dia mulai merindukan pria itu.

Episodes
1 Chapter 1 Mimpi
2 Chapter 2 Golden Horde
3 Chapter 3 Pengakuan Ibu
4 Chapter 4 Pertemuan
5 Chapter 5 Kota Kuno
6 Chapter 6 Dalam Pelukanmu
7 Chapter 7 Kenangan
8 Chapter 8 Seribu Pertanyaan
9 Chapter 9 Kalung Cahaya
10 Chapter 10 Yang Tersembunyi
11 Chapter 11 Klan Altan
12 Chapter 12 Kota Para Penyihir
13 Chapter 13 Dalam Pelarian
14 Chapter 14 Musuh Dalam Selimut
15 Chapter 15 Masa Lalu
16 Chapter 16 Penebusan
17 Chapter 17 Klan Batbayar
18 Chapter 18 Hanya Padamu
19 Chapter 19 Pilihan Shanum
20 Chapter 20 Kejujuran
21 Chapter 21 Sang Pelacak
22 Chapter 22 Pilihan Yang Sulit
23 Chapter 23 Penganiayaan
24 Chapter 24 Garis Darah
25 Chapter 25 Melihat Masa Depan
26 Chapter 26 Kekuatan Elemental
27 Chapter 27 Pukulan Telak
28 Chapter 28 Perlawanan
29 Chapter 29 Kebenaran
30 Chapter 30 Mengakui Kekalahan
31 Chapter 31 Jatuh Cinta Padamu
32 Chapter 32 Tetua Klan
33 Chapter 33 Kebohongan
34 Chapter 34 Ingin Melupakan
35 Chapter 35 Cemburu
36 Chapter 36 Pulang
37 Chapter 37 Rencana Terselubung
38 Chapter 38 Nasihat Ayah
39 Chapter 39 Kembali ke Kampus
40 Chapter 40 Menolak Terlibat
41 Chapter 41 Arti Persahabatan
42 Chapter 42 Hari Tanpamu
43 Chapter 43 Pengagum Rahasia
44 Chapter 44 Gelisah Tak Terkira
45 Chapter 45 Bersandiwara
46 Chapter 46 Berita Mengejutkan
47 Chapter 47 Tidak Bisa Lari Dari Cinta
48 Chapter 48 Rasa Yang Terpendam
49 Chapter 49 Penyesalan
50 Chapter 50 Kembali ke Titik Awal
51 Chapter 51 Menjauh
52 Chapter 52 Kehilangan
53 Chapter 53 Kejutan Tak Terduga
54 Chapter 54 Tambatan Hati
55 Chapter 55 Mantra Kuno
56 Chapter 56 Mengendalikan Koneksi
57 Chapter 57 Saat Bersamamu
58 Chapter 58 Khan Versus Reno
59 Chapter 59 Pendatang Baru
60 Chapter 60 Serangan Bola Api
61 Chapter 61 Menguasai Keadaan
62 Chapter 62 Rasa Posesif
63 Chapter 63 Merancang Strategi
64 Chapter 64 Keinginan Khan
65 Chapter 65 Penyamaran
66 Chapter 66 Menjebak Menjadi Terjebak
67 Chapter 67 Kekuatan Alam
68 Chapter 68 Jenderal Klan Bataar
69 Chapter 69 Pertarungan Sengit
70 Chapter 70 Gadis Dalam Ramalan
71 Chapter 71 Klan Bataar
72 Chapter 72 Orang Yang Dirindukan
73 Chapter 73 Kekuatan Ayah
74 Chapter 74 Pandangan Ibu
75 Chapter 75 Perpisahan
76 Chapter 76 Merasa Hampa
77 Chapter 77 Pembawa Berita
78 Chapter 78 Luruh Lunglai
79 Chapter 79 Terluka Melihatmu
80 Chapter 80 Tersiksa Karenamu
81 Chapter 81 Kegagalan Sihir Penyembuh
82 Chapter 82 Siapakah Dirimu?
83 Chapter 83 Dinding Penghalang
84 Chapter 84 Penyangkalan
85 Chapter 85 Mengamuk
86 Chapter 86 Menyingkir
87 Chapter 87 Mengenal Kembali
88 Chapter 88 Tamu Tak Diundang
89 Chapter 89 Kecurigaan
90 Chapter 90 Kemarahan Eej
91 Chapter 91 Tertarik Selalu Kepadamu
92 Chapter 92 Racun Helm Iblis
93 Chapter 93 Kekuatan Poison Absorber
94 Chapter 94 Pernikahan Sementara
95 Chapter 95 Realitas Yang Tersirat
96 Chapter 96 Terkejut
97 Chapter 97 Penjelasan Khan
98 Chapter 98 Panggilan Ikatan Jiwa
99 Chapter 99 Persetujuan Yang Diharapkan
100 Chapter 100 Pernikahan Impian
101 Chapter 101 Penyempurnaan Ikatan
102 Chapter 102 Status Baru
103 Chapter 103 Pria Cantik
104 Chapter 104 Kota di Tepi Laut
105 Chapter 105 Bercak Hitam
106 Chapter 106 Pertukaran
107 Chapter 107 Klan Erebos
108 Chapter 108 Kota Yang Tersembunyi
109 Chapter 109 Mencari Kelemahan
110 Chapter 110 Nyaris Ketahuan
111 Chapter 111 Misteri Sihir Kegelapan
112 Chapter 112 Jejak Mencurigakan
113 Chapter 113 Kiriman Mengejutkan
114 Chapter 114 Kepercayaan
115 Chapter 115 Senyum Kebohongan
116 Chapter 116 Misi
117 Chapter 117 Pedang Bersarung Emas
118 Chapter 118 Menemukanmu
119 Chapter 119 Yang Agung Klan Batzorig
120 Chapter 120 Keluarga
121 Chapter 121 Keterbukaan
122 Chapter 122 Pasangan Terbaik
123 Chapter 123 Perang Pertama
124 Chapter 124 Perang Kedua
125 Chapter 125 Menyatukan Kekuatan
126 Chapter 126 Kebangkitan Kembali
127 Chapter 127 Silsilah Rumit
128 Chapter 128 Tak Bisa Berpaling
129 Chapter 129 Duongan Sakhai
130 Chapter 130 Terkuak
131 Chapter 131 Ramalan Yang Terwujud
132 Chapter 132 Keputusan Shanum
133 Chapter 133 Rumah yang Sebenarnya
134 Chapter 134 Dalam Mimpi
135 Chapter 135 Tanah Air
136 Chapter 136 Keajaiban Kecil
137 Chapter 137 Sahabat Sejati
138 Chapter 138 Menuju Akhir
139 Chapter 139 Tentang Mereka
140 Chapter 140 Melanjutkan Kisah
141 Chapter 141 Akhir Kisah
142 Extra Chapter 1
143 Extra Chapter 2
Episodes

Updated 143 Episodes

1
Chapter 1 Mimpi
2
Chapter 2 Golden Horde
3
Chapter 3 Pengakuan Ibu
4
Chapter 4 Pertemuan
5
Chapter 5 Kota Kuno
6
Chapter 6 Dalam Pelukanmu
7
Chapter 7 Kenangan
8
Chapter 8 Seribu Pertanyaan
9
Chapter 9 Kalung Cahaya
10
Chapter 10 Yang Tersembunyi
11
Chapter 11 Klan Altan
12
Chapter 12 Kota Para Penyihir
13
Chapter 13 Dalam Pelarian
14
Chapter 14 Musuh Dalam Selimut
15
Chapter 15 Masa Lalu
16
Chapter 16 Penebusan
17
Chapter 17 Klan Batbayar
18
Chapter 18 Hanya Padamu
19
Chapter 19 Pilihan Shanum
20
Chapter 20 Kejujuran
21
Chapter 21 Sang Pelacak
22
Chapter 22 Pilihan Yang Sulit
23
Chapter 23 Penganiayaan
24
Chapter 24 Garis Darah
25
Chapter 25 Melihat Masa Depan
26
Chapter 26 Kekuatan Elemental
27
Chapter 27 Pukulan Telak
28
Chapter 28 Perlawanan
29
Chapter 29 Kebenaran
30
Chapter 30 Mengakui Kekalahan
31
Chapter 31 Jatuh Cinta Padamu
32
Chapter 32 Tetua Klan
33
Chapter 33 Kebohongan
34
Chapter 34 Ingin Melupakan
35
Chapter 35 Cemburu
36
Chapter 36 Pulang
37
Chapter 37 Rencana Terselubung
38
Chapter 38 Nasihat Ayah
39
Chapter 39 Kembali ke Kampus
40
Chapter 40 Menolak Terlibat
41
Chapter 41 Arti Persahabatan
42
Chapter 42 Hari Tanpamu
43
Chapter 43 Pengagum Rahasia
44
Chapter 44 Gelisah Tak Terkira
45
Chapter 45 Bersandiwara
46
Chapter 46 Berita Mengejutkan
47
Chapter 47 Tidak Bisa Lari Dari Cinta
48
Chapter 48 Rasa Yang Terpendam
49
Chapter 49 Penyesalan
50
Chapter 50 Kembali ke Titik Awal
51
Chapter 51 Menjauh
52
Chapter 52 Kehilangan
53
Chapter 53 Kejutan Tak Terduga
54
Chapter 54 Tambatan Hati
55
Chapter 55 Mantra Kuno
56
Chapter 56 Mengendalikan Koneksi
57
Chapter 57 Saat Bersamamu
58
Chapter 58 Khan Versus Reno
59
Chapter 59 Pendatang Baru
60
Chapter 60 Serangan Bola Api
61
Chapter 61 Menguasai Keadaan
62
Chapter 62 Rasa Posesif
63
Chapter 63 Merancang Strategi
64
Chapter 64 Keinginan Khan
65
Chapter 65 Penyamaran
66
Chapter 66 Menjebak Menjadi Terjebak
67
Chapter 67 Kekuatan Alam
68
Chapter 68 Jenderal Klan Bataar
69
Chapter 69 Pertarungan Sengit
70
Chapter 70 Gadis Dalam Ramalan
71
Chapter 71 Klan Bataar
72
Chapter 72 Orang Yang Dirindukan
73
Chapter 73 Kekuatan Ayah
74
Chapter 74 Pandangan Ibu
75
Chapter 75 Perpisahan
76
Chapter 76 Merasa Hampa
77
Chapter 77 Pembawa Berita
78
Chapter 78 Luruh Lunglai
79
Chapter 79 Terluka Melihatmu
80
Chapter 80 Tersiksa Karenamu
81
Chapter 81 Kegagalan Sihir Penyembuh
82
Chapter 82 Siapakah Dirimu?
83
Chapter 83 Dinding Penghalang
84
Chapter 84 Penyangkalan
85
Chapter 85 Mengamuk
86
Chapter 86 Menyingkir
87
Chapter 87 Mengenal Kembali
88
Chapter 88 Tamu Tak Diundang
89
Chapter 89 Kecurigaan
90
Chapter 90 Kemarahan Eej
91
Chapter 91 Tertarik Selalu Kepadamu
92
Chapter 92 Racun Helm Iblis
93
Chapter 93 Kekuatan Poison Absorber
94
Chapter 94 Pernikahan Sementara
95
Chapter 95 Realitas Yang Tersirat
96
Chapter 96 Terkejut
97
Chapter 97 Penjelasan Khan
98
Chapter 98 Panggilan Ikatan Jiwa
99
Chapter 99 Persetujuan Yang Diharapkan
100
Chapter 100 Pernikahan Impian
101
Chapter 101 Penyempurnaan Ikatan
102
Chapter 102 Status Baru
103
Chapter 103 Pria Cantik
104
Chapter 104 Kota di Tepi Laut
105
Chapter 105 Bercak Hitam
106
Chapter 106 Pertukaran
107
Chapter 107 Klan Erebos
108
Chapter 108 Kota Yang Tersembunyi
109
Chapter 109 Mencari Kelemahan
110
Chapter 110 Nyaris Ketahuan
111
Chapter 111 Misteri Sihir Kegelapan
112
Chapter 112 Jejak Mencurigakan
113
Chapter 113 Kiriman Mengejutkan
114
Chapter 114 Kepercayaan
115
Chapter 115 Senyum Kebohongan
116
Chapter 116 Misi
117
Chapter 117 Pedang Bersarung Emas
118
Chapter 118 Menemukanmu
119
Chapter 119 Yang Agung Klan Batzorig
120
Chapter 120 Keluarga
121
Chapter 121 Keterbukaan
122
Chapter 122 Pasangan Terbaik
123
Chapter 123 Perang Pertama
124
Chapter 124 Perang Kedua
125
Chapter 125 Menyatukan Kekuatan
126
Chapter 126 Kebangkitan Kembali
127
Chapter 127 Silsilah Rumit
128
Chapter 128 Tak Bisa Berpaling
129
Chapter 129 Duongan Sakhai
130
Chapter 130 Terkuak
131
Chapter 131 Ramalan Yang Terwujud
132
Chapter 132 Keputusan Shanum
133
Chapter 133 Rumah yang Sebenarnya
134
Chapter 134 Dalam Mimpi
135
Chapter 135 Tanah Air
136
Chapter 136 Keajaiban Kecil
137
Chapter 137 Sahabat Sejati
138
Chapter 138 Menuju Akhir
139
Chapter 139 Tentang Mereka
140
Chapter 140 Melanjutkan Kisah
141
Chapter 141 Akhir Kisah
142
Extra Chapter 1
143
Extra Chapter 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!