Shanum menatap sepanjang perjalanan yang dilalui oleh mobil mereka menuju Itinenary berikutnya, yaitu Lembah Lotus. Sepanjang jalan dia asyik melamun. Setelah mimpi yang dialaminya, Shanum berubah menjadi lebih pendiam. Hal ini disadari oleh kedua sahabatnya. Mereka mengerti dan tak pernah bosan untuk menghiburnya.
Mereka telah sampai di Lembah Lotus, lembah ini membentang lebih dari seribu hektar. Lautan bunga pink--putih pucat yang tak berujung tepat di atas air, membuat takjub. Mereka beruntung dapat melihat musim mekar lotus yang hanya mekar setahun sekali. Tim mengatakan, menurut adat setempat lotus adalah simbol kemurnian, lotus melambangkan semua waktu yang ada; sekarang, masa lalu dan masa depan.
Shanum langsung mengabadikan suasana itu dengan kameranya. Dia sibuk mencari spot foto yang unik dan bagus. Berkali-kali terlihat dia membidikkan kameranya.
Kemudian mereka dipandu oleh Tim menuju sebuah gazebo berwarna putih berbentuk Rotundas. Gazebo jenis ini memiliki atap berbentuk melingkar menyerupai kubah. Di sisi kanan gazebo, terdapat tanaman rambat jenis Honeysuckle, dengan bunga berwarna putih dan kuning. "Kita duduk di sini dulu ya, aku mau membeli tiket perahu terlebih dahulu." Tim dan Ula kemudian meninggalkan kami di sana.
"Suasananya cantik sekali, kita berpose dulu ya di sini," ucap Diva. "Ayo, di mana ponselnya?" sahut Farah. Shanum menggeleng-gelengkan kepalanya melihat keduanya temannya, mereka sama-sama suka berpose. Seharusnya mereka menjadi model saja, karena sangat natural di depan kamera. Tak lama Tim dan Ula kembali. "Tim, kita belum foto di sini. Ayo semua ikut, Ula juga," seru Farah. Lalu Tim meminta salah satu pekerja lembah itu untuk mengambil foto mereka.
Setelahnya, mereka berlima menuju dermaga tempat sebuah perahu kayu di tambatkan. Perahu itu berukuran sedang, satu perahu memiliki kapasitas sepuluh hingga lima belas penumpang. Namun isi perahu mereka saat itu hanya oleh mereka saja, tidak ada penumpang lain. Mereka naik ke perahu, sebelum naik seluruh penumpang diberikan pelampung untuk dipakai sebagai standar dasar keselamatan.
Perahu itu membelah sungai yang di kiri--kanannya terdapat bunga Lotus. "Tim, apakah aku boleh berdiri di buritan kapal ?" tanya Shanum. Tim langsung menanyakan pada kru kapal, salah satu kru bilang boleh asal tidak bersandar di pagar pembatas. Shanum menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Setelah diberi izin, dia menuju buritan kapal.
Angin berhembus sangat kencang menerbangkan rambutnya. Shanum mengerjapkan mata, ia terpesona melihat pemandangan di buritan kapal yang sangat indah. Ia dapat melihat riak-riak air yang membelah kapal, dan suara halus mesin kapal yang memecah keheningan. Shanum mendekati salah satu tiang, dia memegangnya sambil memejamkan kedua matanya.
Merasakan hembusan angin menerpa wajah, mengusap kulitnya oleh hawa sejuk, dan wangi aliran air bercampur harum bunga lotus ikut terasa di udara. Membawa serta kedamaian di seluruh sudut hatinya.
Tiba-tiba Shanum mendengar suara bisikan di telinganya. Dia langsung membuka matanya, dan melihat sekelilingnya, mencari asal bisikan tersebut. Namun tidak ada siapa pun di buritan kapal ini, hanya ada dirinya. Shanum mendengar lagi suara bisikan, dia mencoba menajamkan seluruh inderanya. "Сонгогдсон хүн дахин төрсөн." Shanum terpaku, dia tidak mengerti artinya.
Seharusnya gadis itu merasa takut, namun anehnya tidak ada setitik pun rasa itu di pikiran dan hatinya. Dia mencoba mengikuti lafal bisikan itu, kemudian menyimpannya dalam ingatan. Mungkin nanti dia bisa mendapatkan arti kata-kata itu dari Tim atau Ula.
"Sha, ayo kembali. Kita sudah hampir merapat di dermaga," panggil Farah. Panggilan itu menghentikan bisikan-bisikan yang didengarnya. Shanum menoleh ke arah Farah dan menganggukkan kepalanya. Dia bergegas menuju ke bagian tengah kapal, bergabung kembali dengan teman-temannya.
Mereka turun satu persatu dari kapal, kondisi kapal yang bergoyang membuat mereka harus hati-hati menapakkan kaki. Jika salah pijak, bisa tergelincir, dan jatuh ke dalam sungai. Yang pertama kali turun adalah Tim, kemudian disusul Shanum, setelah itu Diva. "Diva ayo cepat turun, lama sekali sih," teriak Farah tidak sabar.
"Iya bawel--ini juga sudah mau turun, tapi kapalnya goyang-goyang terus jadi oleng kan, aku takut jatuh." Diva menjawab sambil mendengus, dia kesal dipaksa harus segera turun. "Sini aku bantu." Shanum menyodorkan tangannya dari bawah. Namun di sebelah tangan Shanum, ada tangan lain yang menyodorkan tangannya juga ke arah Diva. Salah seorang kru kapal menawarkan untuk membantu Diva turun dari kapal.
Diva kaget melihat pria itu. Penampakannya yang terlihat tampan sempat membuatnya melongo sesaat. Pria itu tersenyum menatap Diva. Matanya yang berwarna biru itu membuatnya terpukau. Diva terlihat ingin sekali mengambil tangan pria itu bukannya tangan Shanum.
Dia menoleh ke arah Shanum dan mengeluarkan senyum tipis permohonan maafnya, lalu mengambil tangan pria tampan itu, dan menggenggamnya erat. Shanum yang melihat hal itu terkekeh geli, dia segera menarik tangannya, dan mengerti arti tatapan mata temannya itu.
"Ya ampun, dasar genit! Tukang kapal dilirik juga," ledek Farah. Diva tetap dengan posisinya memegang erat tangan pria itu, dan tak mengacuhkan ledekan Farah. Diva fokus turun dari kapal dibantu oleh pria itu. Sesampainya di bawah Diva mengucapkan terima kasih sambil tersenyum malu-malu.
Setelah tiba giliran Farah, ia turun dengan tangkas dari atas kapal, Farah tidak perlu dibantu oleh siapa pun. Gadis itu tampak mengernyitkan keningnya melihat Diva masih asyik mengobrol dengan pria bermata biru itu.
Farah mendekati keduanya, lalu berkata "Sorry, Om tampan, my friend wants to be taken first. We'll talk later." Farah memotong percakapan mereka sambil tersenyum manis. "Jangan tebar pesona melulu, yang lain sudah menunggu tuh." Farah berbisik sambil langsung menarik tangan Diva. Pria bermata biru itu tampak menganggukkan kepalanya dan tetap tersenyum. Meski bahasa Farah barusan campur aduk tidak karuan.
"Hei, jangan tarik-tarik begitu, sakit tahu!" Diva berusaha melepaskan diri dari tarikan tangan Farah. "Kamu ganggu saja deh, tidak bisa melihat temennya bahagia sih," ucap Diva kesal sambil memonyongkan bibirnya.
"Ishh... kalau suka sama pria tuh lihat-lihat. Tukang kapal kok dilirik juga, modalnya pasti cuma tampang saja. Cari pria itu yang berbobot begitu. Kaya Shanum tuh, tebar pesona langsung yang bobotnya paling bergengsi--prianya miliuner," oceh Farah.
"Biar saja, suka-suka aku dong. Bilang saja kamu iri, wee..." Diva tampak memeletkan lidahnya, ia tidak terima dengan ucapan Farah. "Enak saja, siapa yang iri, jauh ya dari selera aku. Pria begitu sih, banyak di pasaran, kurang mutunya." Farah menjawab sambil tersenyum sombong.
Shanum yang mendengarkan adu mulut antara Diva dan Farah hanya bisa menghembuskan napas, dan menepuk jidatnya. Mereka berdua sudah sering membuatnya malu dengan kelakuan absurd mereka. Namun apa mau dikata, mereka sahabat terbaik yang dia miliki.
Tim dan Ula yang sudah mulai paham dengan kelakuan kedua gadis itu hanya bisa tersenyum geli. Menurut mereka tingkah laku keduanya menjadi hiburan tersendiri buat mereka. "Terus kita mau kemana lagi, Tim?" tanya Shanum. "Kalau kalian masih mau berkeliling lembah ini boleh saja. Kita bisa lanjut jalan lagi," jawab Tim.
"Kita menyusuri pinggir sungai ini saja dulu boleh kan Tim?" sahut Shanum. "Masih ada beberapa spot foto yang mau kupotret," tambahnya. "Boleh, ayo..." Tim memimpin jalan mereka di depan dengan Shanum berada di sebelahnya. Sedang Farah dan Diva berada di barisan kedua, dan Ula berjalan di barisan belakang.
"Em...Tim, boleh aku bertanya." Shanum melirik Tim dengan pandangan ragu. "Tentu saja boleh, selama aku bisa menjawabnya, pasti akan aku jawab." " Begini Tim, aku pernah mendengar kata-kata ini Сонгогдсон хүн дахин төрсөн. Apakah kau tahu artinya Tim?" Pria itu menghentikan langkahnya, ia menatap Shanum dengan heran. Wajahnya tampak kaget.
"Di mana kau mendengar kata-kata itu? Itu bahasa Mongolia, artinya yang terpilih sudah terlahir kembali," ucap Tim. "Kau serius Tim, artinya itu? Shanum kembali bertanya. "Iya. Kau belum menjawab pertanyaanku Shanum, di mana kau mendengarnya?" selidik Tim. Shanum terdiam, ia tidak dapat menjawabnya. Tidak mungkin ia menjawab bisikan angin yang mengatakan padanya, bisa-bisa Tim akan menganggapnya gila.
"Em...aku hanya pernah mendengar ada yang mengatakannya entah di mana. Aku mengira bahasa itu menarik, aku pernah mendengar kau juga sesekali berbicara dengan Ula. Jadi aku tiba-tiba mengingatnya di kepalaku, dan langsung bertanya padamu," jawab Shanum sambil tersenyum manis. Tim tampak mengulum senyum, ia kembali melanjutkan langkahnya, sepertinya ia percaya dengan jawaban Shanum.
Shanum tampak lega, Tim tidak terlihat curiga lagi. "Iya, sampai saat ini kami masih tetap melestarikan penggunaan bahasa itu di lingkungan kami," jawab Tim dengan bangga.
"Tim-Shanum, boleh berhenti dulu kah? Mulai susah ini melangkahnya, kakinya pegal," teriak Diva. Tim dan Shanum menoleh ke belakang mereka, ternyata kedua gadis itu sudah berdiri lumayan jauh dari mereka. Keduanya menunjuk ke sebuah gazebo di dekat mereka.
"Baik, kita istirahat dulu ya." Tim mengajak Shanum menuju ke sana. Saat sampai di pintu masuk gazebo, suara ponsel Shanum terdengar. Dia menaruh tas, dan kamera di bangku dalam gazebo, lalu segera mengambil ponsel. Shanum menitipkan tas dan kameranya pada Farah, dan permisi untuk menjawab panggilan telepon dari ayah. Ayah dan ibu memang tak pernah lepas memantaunya lewat ponsel, bertanya tentang keadaannya, dan kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Saat sedang bercerita, ia tanpa sadar bergerak kembali ke arah pinggiran sungai.
Kejadian itu terjadi begitu cepat, satu saat Shanum masih berdiri di pinggir sungai sambil berbicara dengan ponselnya, namun beberapa detik kemudian ia menghilang dari tempat itu. Ada suara jeritan yang terdengar, dan suara keras akibat benda jatuh ke dalam air. Keempat orang itu serempak melihat ke arah suara jeritan. Mereka melihat seseorang tampak berlari menjauh dari lokasi terakhir Shanum berada.
"Itu suara Shanum, apa yang terjadi? Hei Farah, tunggu!" Diva ikut mengejar Farah yang sudah berlari terlebih dahulu. Ula dan Tim menyusul di belakang mereka. Saat mereka semua sampai di pinggir sungai, mereka dikejutkan oleh orang yang berlari sangat cepat dari arah samping. Tiba-tiba orang itu langsung terjun ke dalam sungai. Keempatnya saling berpandangan, suara tanya tercetus di dalam pikiran mereka masing-masing. Siapa orang yang terjun ke dalam sungai itu? Di mana Shanum? Apakah dia terjatuh ke dalam sungai?
"Oh Tuhan, Shanum...jangan-jangan dia jatuh ke sungai?" tanya Diva sambil membekap mulutnya. Kalian tadi melihat Shanum jatuh kah?" tanya Farah. Mereka semua menggelengkan kepalanya. Tadi mereka asyik menikmati makanan yang dibawa Ula, jadi tidak terlalu memperhatikan Shanum.
Orang yang terjun tadi masih terlihat menyelam mencari sesuatu, ia berulang kali muncul ke permukaan untuk menarik napas. "Tim aku lapor ke bagian keamanan dulu ya. Aku curiga dengan orang yang tadi berlari ke arah sana itu," ucap Ula. Ula langsung berlari meninggalkan mereka. "Kalian berdua bisa tunggu di sini kan, aku juga mau memanggil tenaga medis, untuk berjaga-jaga." Tim juga bilang akan pergi mencari pertolongan. Diva dan Farah hanya bisa menganggukkan kepala, mereka terpaksa menunggu.
"Kenapa lama sekali ya Farah. Bukannya Sha itu bisa berenang? Kalau dia tercebur, harusnya kan dia bisa langsung muncul ke permukaan dan berenang ke tepi. Benarkah yang sedang dicari pria itu, Shanum? Kalau bukan Sha, terus ia kemana? Masa bisa hilang begitu saja?" Diva bertanya bertubi-tubi. Farah menghembuskan napasnya, ia tampak gelisah.
"Aku tadi dengar jeritan Shanum, cuma aku ragu dia jatuh ke sungai apa diculik orang. Tapi kalau diculik, masa pergerakannya cepat sekali sih, kecuali yang menculiknya sejenis dedemit," jawab Farah. "Issh...jangan bicara sembarangan, serem tahu." Diva melotot pada Farah. Di antara mereka bertiga, Diva memang yang paling penakut, jadi kurang suka dengan hal-hal yang berbau mistis.
"Omong-omong...siapa pria itu ya?" tanya Diva. Farah memicingkan matanya, ia tampak berpikir sejenak. "Em, sepertinya aku tahu siapa dia?" gumam Farah. Diva menoleh ke arah Farah, keningnya tampak berkerut mendengar ucapan Farah. "Mengapa Farah bisa tahu, padahal wajah pria itu saja tidak terlihat jelas dari tempat mereka berdiri," ungkap Diva dalam hati.
Sementara itu, Shanum yang berada di dalam sungai masih mencoba berenang ke permukaan. Namun anehnya kaki dan tangan sebelah kanannya tidak bisa digerakkan. Dia mencoba untuk tidak panik, meski ia tahu bahwa nyawanya berada di ujung tanduk. Setelah mencoba terus tanpa hasil, ia mulai pasrah.
Di dalam sungai ini begitu gelap, tertutup oleh banyaknya bunga lotus di permukaan. Shanum memejamkan matanya, di tengah kepasrahannya, ia terbayang wajah ayah dan ibunya. Kemudian wajah Khan Adrian. Entah mengapa ia teringat juga dengan pria itu. Pria yang muncul dalam mimpi tak masuk akalnya.
Pria yang membuatnya berdebar, dan kehilangan kata-kata. Shanum ingin bertemu lagi dengannya. Di antara keinginan yang berkecamuk di batinnya, ia merasakan aliran panas mulai muncul perlahan di leher dan telapak tangan kanannya. Membuatnya merasa ada sesuatu yang akan meledak di dalam dadanya. "Apakah ini tanda-tanda ia akan segera meninggalkan dunia ini," ungkap batinnya. Shanum merasa tidak rela, menurutnya masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.
Mendadak muncul cahaya terang yang memancar di kegelapan sungai itu. Pria yang menyelam mencari gadis itu terpana sesaat. Dia melihat gadis itu ternyata berada tak jauh darinya. Mata gadis itu terpejam, ia mengambang dikelilingi untaian cahaya. Gadis itu terlihat sangat cantik. Cahaya yang berasal dari lehernya itu bagai untaian mutiara yang bersinar indah. Begitu pula cahaya dari telapak tangan kanannya.
Cahaya itu telah menyelamatkan gadis itu, menuntunnya menuju sang gadis. Setelah sebelumnya ia terus berputar-putar dalam kegelapan sungai. Pria itu lalu memeluknya, dan menariknya ke permukaan. Shanum masih bisa merasakan ada sesuatu yang begitu erat memeluk tubuhnya, mendekap kuat namun tetap lembut memegang telapak tangannya. Dia tersenyum bahagia dalam hati, karena merasakan suatu kedamaian di dalam pelukan itu. Setelah itu akhirnya Shanum menyerah, dan kehilangan kesadarannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments