Chapter 3 Pengakuan Ibu

Shanum mengetukkan ujung kakinya seiring alunan musik pop yang terdengar dari stereo set di ruang keluarga. Bahkan dari dapur ini pun, suara musik itu terdengar begitu lembut. Penyanyi di lagu tersebut mendendangkan bait-bait tentang cinta yang terdengar syahdu. Shanum memasak sambil bersenandung pelan mengikuti lagu.

"Masak apa, Sayang?" Ibu menegur Shanum. Dia menoleh, gerakannya mengaduk-aduk bumbu di penggorengan terhenti. "Masak nasi goreng, Bu." Ibu tersenyum, sambil meletakkan piring, dan gelas kotor yang akan dicucinya. "Hmm, Ibu, bagaimana dengan jawabannya? Apakah Ibu dan Ayah sudah setuju tentang rencana kepergian Shanum ke Astrakhan?"

Ibu menghela napasnya. Gerakan mencucinya terhenti. Dia menoleh, memandang ke arah Shanum. Gadis itu mematikan kompor, dan menempatkan nasi goreng yang telah jadi ke piring. Melalui sudut matanya Shanum melihat ibu masih terpaku menatapnya.

Shanum menaruh piring berisi nasi goreng tersebut di sebelah kompor, dan menghampiri ibu. "Kok Ibu diam, Ayah masih tidak setuju ya?" Lagi-lagi ibu menarik napasnya. Ibu memandang Shanum, wajahnya terlihat ragu. "Ada apa Bu? Katakan saja, Shanum akan mencoba menerima keputusan Ayah."

Ibu mengambil piring yang berisi nasi goreng, menarik tangan Shanum dan mengajaknya ke ruang makan. "Duduk, Nak, makanlah dahulu. Setelah itu baru Ibu akan katakan." Kemudian ibu kembali ke dapur dan sepertinya melanjutkan mencuci piring yang tertunda tadi. Shanum masih terpaku, namun akhirnya mengambil sendok dan mulai menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

Sambil makan Shanum bertanya-tanya tentang kata-kata ibu tadi. Sepercik kecemasan menyergap, tapi Shanum menenangkan diri. Ibu dan ayah pasti akhirnya akan setuju dengan rencana kepergiannya. Shanum memang anak satu-satunya. Ia anak yang lama diharapkan kehadirannya, ayah menjadi lebih ketat menjaga

Shanum dalam hal apa pun. Ayah tetap memantau seluruh kegiatan Shanum, di sela-sela kesibukannya memimpin sebuah perusahaan besar di negara ini. Meski mereka bergelimang harta, namun Shanum tetap harta paling berharga untuk mereka. Mereka selalu mengajarkan kesederhanaan dan tanggung jawab kepadanya. Oleh karenanya, ia tumbuh menjadi gadis yang sopan, mandiri dan rendah hati.

"Makannya jangan sambil melamun, nanti salah masuk itu sendoknya. Harusnya ke mulut jadi malah masuk ke hidung," tegur ibu. Lalu Ibu menarik bangku, dan duduk di sampingnya. Shanum tersenyum sambil mengunyah makanannya.

"Nak, Ayah sebenarnya masih setengah hati untuk melepasmu pergi sejauh itu." Shanum menoleh ke arah ibu, kemudian meletakkan sendoknya. Perhatiannya sepenuhnya tertuju kepada ibu, menunggu lanjutan kalimatnya. Terdapat jeda panjang sebelum dia melanjutkan kalimatnya.

"Ibu sudah berusaha, Nak. Sepertinya kamu harus bicara langsung dengan Ayah." Shanum tersenyum dan memegang tangan Ibu. "Iya Bu, tidak apa-apa, Shanum mengerti. Nanti Shanum bicara dengan Ayah." Ibu tersenyum dan mengusap kepala Shanum.

Malam itu Shanum berniat menghampiri ayah di ruangan kerjanya. Seperti biasa selepas makan malam, ayah pasti berada di sana. Ibu melihat Shanum berdiri terpaku di depan pintu. "Shanum..."

Shanum menoleh, melihat ibu tersenyum sambil mengangkat kedua jempolnya di udara, tanda memberi semangat padanya. Shanum menjawab dengan anggukan kepala dan senyum manisnya.

Perlahan Shanum mengetuk pintu ruangan itu, "Boleh Shanum masuk Ayah." "Masuk saja Princess," jawab Ayah dari dalam ruangan. Shanum membuka pintu, kemudian masuk ke dalam.

Ayah sedang duduk di belakang meja kerja yang terbuat dari kayu pohon maple, memiliki pola ukiran rumit berwarna coklat. Bentuk meja itu kokoh, memiliki kaki melengkung bagai cakar, dan dengan bangku kerja yang senada. Di samping meja kerja terdapat lemari buku tertutup kaca dengan warna yang sama.

Shanum perlahan berjalan menuju sofa di sisi kanan meja kerja ayah. Di bawah sofa terdapat karpet berbahan Saxony dengan warna krem lembut. "Kok duduk di sofa, sini duduk di hadapan Ayah." Ayah menunjuk bangku di hadapannya. "Shanum duduk di sini saja ya Yah, duduk di sana bikin gugup. Jadi kaya mau menghadap Bos Besar yang galak," sahut Shanum sambil meringis.

Ayah tertawa kecil, keluar dari belakang meja kerjanya, berjalan menuju sofa tempat Shanum duduk. "Baiklah, kalau begitu Ayah duduk di sini." Ayah duduk di sebelah Shanum, menatapnya, melipat kedua tangannya di depan dada dan menaik turunkan kedua alisnya. "Jadi...," ucapan Ayah terhenti, masih tersenyum sambil memperlihatkan wajah lucunya tersebut. Kontan Shanum tertawa geli.

"Iih...Ayah apaan sih, Shanum mau bicara serius juga." Ayah masih tidak bersuara, sekarang giliran kedua telinganya bergoyang-goyang naik turun. "Haa...haa, Ya Tuhan, Ayah! Sudah!" Shanum tertawa makin keras, tampak terengah-engah, sambil memegangi perutnya. Terakhir dibekap mulutnya, meski sesekali masih mengeluarkan suara seperti orang tercekik karena menahan tawa.

"Baiklah Princess, tarik napas dalam, keluarkan. Tarik napas dalam sekali lagi, keluarkan," ucap ayah. Shanum masih menahan tawanya, alisnya mengkerut, matanya menyipit, wajahnya mulai memerah. "Lho kok duduknya miring-miring begitu, mau kentut ya?" Ayah memencet hidungnya.

Shanum tidak tahan lagi, tangannya memukul-mukul bahu ayahnya, sambil tertawa terbahak-bahak. Ayah ikut tertawa sambil pura-pura berteriak kesakitan dan memohon ampun pada Shanum. Akhirnya tawa itu mereda. Shanum menghapus air mata di sudut-sudut matanya. Dia tersenyum manis.

"Terima kasih Ayah, sudah menghapus kecanggungan dan kegugupan Shanum tadi." Shanum memeluk erat ayahnya, dan dibalas oleh Dimas. Dimas merengkuh putri semata wayangnya. Putri yang teramat ia cintai.

Princess-nya yang selalu merasakan kesedihan dan kebingungan. Dimas tahu, putrinya itu dihantui mimpi sejak usia belia. Dia sudah pernah membawanya ke Psikiater. Sudah berapa banyak sesi terapi yang dijalani putrinya yang tegar itu. Namun akhirnya semua itu sia-sia, mimpi itu tetap hadir tanpa bisa dihilangkan.

Dimas juga sudah mencoba mencari informasi di berbagai macam literatur, tokoh terkemuka sampai orang pintar. Hasilnya tetap nol besar. Tidak ada yang bisa menyembuhkan putrinya, semuanya angkat tangan tanda menyerah.

Sempat ada satu kejadian yang selalu membekas diingatannya, kata-kata dari salah satu orang pintar yang ia temui sampai ke Tanah Dayak. Orang pintar tersebut mengatakan bahwa ini sudah suratan takdir putrinya.

Putrinya itu tidak dapat menolak dan melarikan diri. Hal itu akan terus mengikutinya, sampai suatu saat semua layar akan terbuka, dan para tokoh di belakang layar akan terkuak. Putrinya harus mempersiapkan fisik dan mentalnya untuk menghadapi ini, karena jalan takdirnya sangat terjal dan berduri.

Dimas hanya bisa termenung mendengar kalimat orang pintar itu. Kemudian dia kembali ke rumah dengan tubuh lemas, kalut, merasa kalah, dan sedih yang mendera di dada. "Ayah, Shanum mau bicara serius." Shanum memecah lamunan Dimas, ia melepas pelukannya.

"Ya Princess, mau bicara dua rius juga boleh," jawab Dimas. "Shanum serius, Ayah, jangan bercanda terus dong, ini tentang rencana kepergian Shanum ke Astrakhan. Hmm, Ayah mengizinkannya kan?" Shanum menatap ayahnya takut-takut. Dimas menghela napasnya, wajahnya berubah menjadi keruh, kemudian bangkit berdiri dari sofa, berjalan menuju pintu geser ke arah balkon.

Dimas membukanya dan menghirup dalam-dalam semilir angin yang berhembus dari luar. Napasnya terasa sesak, seakan-akan pasokan oksigen di dalam ruangan mendadak menipis. Dimas menatap langit malam bertabur bintang. Batinnya meronta, tidak ingin melepas putri cantiknya ke tempat yang jauh itu.

Hati kecilnya seakan tahu, ada sesuatu yang buruk menanti putrinya di sana. Tapi apakah ini hanya kekhawatiran seorang ayah? Ataukah memang firasat buruk yang sebenarnya. Ingin rasanya Dimas membawa putrinya pergi jauh, untuk melupakan semua masalah ini. Tapi Dimas tidak bisa, seperti kata orang pintar itu, putrinya tidak bisa menghindar. Jadi Dimas harus kuat, demi putrinya, dan juga istrinya.

"Ayah..." Shanum kembali memanggilnya. Dimas menoleh, dilihatnya Shanum mencoba bangun, dan ingin menghampiri. "Tidak Princess, duduklah. Ayah akan menjawab pertanyaanmu." Suara pintu di buka terdengar dalam ruangan. Dimas dan Shanum menoleh ke arah pintu.

"Mas!" Tiba-tiba ibu memanggil, ibu sudah berdiri di depan pintu. Ingin masuk tapi ragu, takut mengganggu pembicaraan yang sedang berlangsung. "Masuk saja Ra," sahut Dimas sambil tersenyum.

Raisa melangkah ke dalam, menutup kembali pintu itu dan melangkah menuju suaminya. "Maaf Mas, aku penasaran, tadi sempat mendengar suara tawa Shanum dan kamu. Apa sudah ada kata mufakat?" Ibu bertanya sambil tersenyum ingin tahu. Ayah mengangkat alisnya kemudian terkekeh.

Ayah menghampiri ibu, menggandeng tangannya, lalu membawanya duduk di sofa persis di sebelah Shanum. Kemudian ayah duduk di bangku satunya di samping ibu. "Kami tadi belum sampai ke topik itu Bu, Shanum baru bertanya dan Mas baru akan menjelaskan." "Oh begitu, wah...Ibu jadi menginterupsi pembicaraan kalian dong ya. Maaf ya!" Ibu tertawa kecil sambil meringis.

Ayah tersenyum sambil menggeleng, "Tidak apa-apa. Hmm, baiklah, Ayah lanjutkan saja ya. Kasihan Princess cantik kita ini, nanti makin penasaran dia." Shanum tersipu malu, ayahnya ternyata paham sekali dengan kegundahan di hatinya saat ini.

Ayah menatap Shanum, wajahnya terlihat serius. "Princess, Ayah mengizinkan, tapi..., sebentar, jangan potong dulu ucapan Ayah!" Shanum baru saja akan membuka mulutnya, seketika mengatupkannya kembali mendengar ucapan ayah.

"Shanum, Ayah ada syarat, dan syarat ini tidak bisa ditawar. Pertama, Ayah mau kamu pergi dengan sahabat-sahabatmu, Kedua, seluruh akomodasi ayah yang atur, hotel, Tour Guide, dan lain-lain. Ketiga, Ayah minta daftar tempat-tempat yang akan kalian kunjungi, Keempat, Ayah mau selama di sana, setiap hari kamu harus Vicall Ayah atau Ibu, Kelima, tidak boleh keluar malam, kecuali hal yang mendesak, Keenam, tidak pergi ke klub malam atau kegiatan lainnya yang membahayakan, Ketujuh, jika ada hal yang mencurigakan segera hubungi Ayah.

Paham, Princess!" Ayah menatap Shanum dengan lekat. Shanum tampak terperangah, kemudian menggelengkan kepalanya. Tidak percaya dengan syarat-syarat Overprotective ayahnya itu.

Bagaimana nanti dia mengatakan syarat-syarat yang begitu banyak itu kepada para sahabatnya. Habis sudah, siap-siap panas kupingnya dijadikan bahan ledekan. Shanum mengusap wajahnya, tampak menarik napas dalam.

Kemudian Shanum menatap wajah ayah dan ibunya dengan tampang memelas. Ibu tampak tersenyum miris dan ayah masih dengan tatapan tidak mau dibantahnya itu. "Baiklah Ayah, Shanum akan menurut. Cuma sedikit saja minta keringanan, boleh ya, please..." Shanum masih menampakkan wajah memohon.

Ayah menggelengkan kepalanya, tatapannya terlihat tegas. "Bu, setidaknya boleh ya Shanum tidak setiap hari Vicall. Malu Shanum sama Farah dan Diva." Shanum melihat Ibu dengan mata memohon pertolongan. Raisa merasa tidak tega mendengar permohonan putrinya. Akhirnya dia menoleh ke arah suaminya, memegang tangannya dan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum memohon kebijaksanaannya.

Ayah menghembuskan napasnya, "Baik, kalau kamu malu, Ayah saja yang Vicall kamu. Itu pun jika Ayah atau Ibu kangen saja." Mendengar ucapan Ayahnya perlahan, wajah Shanum berangsur cerah, terbit senyum di bibirnya. Kemudian ia memeluk keduanya, mengucapkan terima kasih dan berjanji untuk menjaga dirinya selama di sana.

Shanum pamit kembali ke kamarnya. Namun langkahnya ditahan ibu. Ibu mengajak Shanum untuk kembali duduk. "Nak, ada satu hal lagi yang perlu Ibu ceritakan padamu. Ini perihal kejadian setelah kelahiranmu. Ibu melihat ke arah Shanum, menunggu reaksinya. Shanum memperhatikan dengan kening berkerut, namun tetap serius mendengarkan setiap ucapan Ibu.

"Hari itu, Ibu terpaksa melahirkan di daerah yang jauh dari rumah sakit. Ibu menemani Ayah meninjau ke lokasi proyek yang terdapat di salah satu daerah di Kalimantan. Saat itu, perkiraan kelahiranmu seharusnya masih dua bulan lagi.

Namun ternyata, Ibu harus melahirkanmu saat usia kandungan masih berusia tujuh bulan. Ibu terjatuh saat mau keluar dari kamar mandi. Ketika itu Ayah sangat panik, karena air ketuban Ibu juga pecah." Ibu menatap ayah dengan pandangan lembut.

"Ibu terpaksa di bawa ke dukun beranak yang biasa membantu kelahiran bayi di wilayah itu.

Masih Ibu ingat, saat kau keluar dari rahim Ibu, kamu menangis kencang dan tubuhmu bersinar terang. Seperti ada lingkaran cahaya yang melindungi di sekelilingmu.

Dukun beranak yang membantu proses kelahiranmu langsung kaget. Untung saja dia tidak menjatuhkanmu. Dia langsung menyerahkanmu kepada ayah. Seakan-akan takut memegangmu lebih lama. Kemudian dengan wajah takut ia pamit pergi, bahkan menerima bayaran dari kami saja dia tidak mau." Ibu tampak tersenyum geli.

"Saat itu Ibu masih lemas, tidak bisa langsung menggendongmu. Untunglah Ayah luar biasa tenang, ia membersihkanmu yang masih berlumuran darah. Memakaikan baju, dan menyelimutimu." Ibu bercerita sambil memandang jauh ke depan. Seakan-akan peristiwa itu tergambar nyata di pelupuk matanya.

"Ayah sampai menangis terharu melihatmu saat itu Princess, kau adalah cahaya hidup kami. Kau begitu bersinar, cantik sekali." Aku terpana mendengar cerita Ibu dan Ayah. "Maksud Ibu dan Ayah, saat aku lahir ada cahaya begitu di tubuhku. Kok bisa? Ayah dan Ibu tidak takut?" Aku menuturkan keherananku.

Raisa dan Dimas berpandangan, dan tertawa bersama. Shanum tambah bingung melihat perilaku kedua orang tuanya itu.

"Mungkin saat itu yang ada di pikiran kami lebih kepada rasa syukur kau lahir dengan selamat, meski prematur. Tidak terlalu mempermasalahkan tentang cahaya yang muncul itu. Yang ada di pikiran kami saat itu, hanya segera membawamu ke rumah sakit terdekat untuk di periksa Dokter. Ayah khawatir karena kau lahir prematur, Princess," Ayah menjelaskan lebih lanjut.

"Terus sampai kapan cahaya itu ada di tubuhku saat itu?" Shanum semakin penasaran dengan kelanjutan cerita Raisa dan Dimas. "Baik, Ibu lanjutkan ya. Jadi setelah Ibu menyusuimu cahaya itu secara ajaib menghilang. Ibu juga tidak tahu penyebab dan alasan cahaya itu berhenti berpendar. Mungkin karena kamu sudah tidak menangis, atau karena sebab lainnya. Yang kami tahu setelah cahaya itu tidak bersinar lagi dari tubuhmu. Kami jadi dapat melihat tanda lahir unik di telapak tanganmu."

Shanum tersenyum sambil mengusap tanda lahir yang ada di telapak tangan kanannya, letaknya persis di bawah jari manisnya. "Tanda ini memang unik, bentuknya mirip seperti kelopak bunga," ucap Shanum lirih. "Jadi kau sudah tahu rahasia kelahiranmu, Princess. Ayah dan Ibu sudah menceritakannya. Bagi kami, seperti apa pun kau terlahir ke dunia, kau tetap anak kami. Kami akan selalu sayang, dan melindungimu." Raisa dan Dimas menatap penuh sayang kepada Shanum. Mata Shanum berkaca-kaca, merasa terharu mendengar ucapan orang tuanya. Kemudian ia langsung memeluk erat keduanya.

Terpopuler

Comments

Samy Noer

Samy Noer

Shanum, Isma mampir ya

2022-05-23

1

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 Mimpi
2 Chapter 2 Golden Horde
3 Chapter 3 Pengakuan Ibu
4 Chapter 4 Pertemuan
5 Chapter 5 Kota Kuno
6 Chapter 6 Dalam Pelukanmu
7 Chapter 7 Kenangan
8 Chapter 8 Seribu Pertanyaan
9 Chapter 9 Kalung Cahaya
10 Chapter 10 Yang Tersembunyi
11 Chapter 11 Klan Altan
12 Chapter 12 Kota Para Penyihir
13 Chapter 13 Dalam Pelarian
14 Chapter 14 Musuh Dalam Selimut
15 Chapter 15 Masa Lalu
16 Chapter 16 Penebusan
17 Chapter 17 Klan Batbayar
18 Chapter 18 Hanya Padamu
19 Chapter 19 Pilihan Shanum
20 Chapter 20 Kejujuran
21 Chapter 21 Sang Pelacak
22 Chapter 22 Pilihan Yang Sulit
23 Chapter 23 Penganiayaan
24 Chapter 24 Garis Darah
25 Chapter 25 Melihat Masa Depan
26 Chapter 26 Kekuatan Elemental
27 Chapter 27 Pukulan Telak
28 Chapter 28 Perlawanan
29 Chapter 29 Kebenaran
30 Chapter 30 Mengakui Kekalahan
31 Chapter 31 Jatuh Cinta Padamu
32 Chapter 32 Tetua Klan
33 Chapter 33 Kebohongan
34 Chapter 34 Ingin Melupakan
35 Chapter 35 Cemburu
36 Chapter 36 Pulang
37 Chapter 37 Rencana Terselubung
38 Chapter 38 Nasihat Ayah
39 Chapter 39 Kembali ke Kampus
40 Chapter 40 Menolak Terlibat
41 Chapter 41 Arti Persahabatan
42 Chapter 42 Hari Tanpamu
43 Chapter 43 Pengagum Rahasia
44 Chapter 44 Gelisah Tak Terkira
45 Chapter 45 Bersandiwara
46 Chapter 46 Berita Mengejutkan
47 Chapter 47 Tidak Bisa Lari Dari Cinta
48 Chapter 48 Rasa Yang Terpendam
49 Chapter 49 Penyesalan
50 Chapter 50 Kembali ke Titik Awal
51 Chapter 51 Menjauh
52 Chapter 52 Kehilangan
53 Chapter 53 Kejutan Tak Terduga
54 Chapter 54 Tambatan Hati
55 Chapter 55 Mantra Kuno
56 Chapter 56 Mengendalikan Koneksi
57 Chapter 57 Saat Bersamamu
58 Chapter 58 Khan Versus Reno
59 Chapter 59 Pendatang Baru
60 Chapter 60 Serangan Bola Api
61 Chapter 61 Menguasai Keadaan
62 Chapter 62 Rasa Posesif
63 Chapter 63 Merancang Strategi
64 Chapter 64 Keinginan Khan
65 Chapter 65 Penyamaran
66 Chapter 66 Menjebak Menjadi Terjebak
67 Chapter 67 Kekuatan Alam
68 Chapter 68 Jenderal Klan Bataar
69 Chapter 69 Pertarungan Sengit
70 Chapter 70 Gadis Dalam Ramalan
71 Chapter 71 Klan Bataar
72 Chapter 72 Orang Yang Dirindukan
73 Chapter 73 Kekuatan Ayah
74 Chapter 74 Pandangan Ibu
75 Chapter 75 Perpisahan
76 Chapter 76 Merasa Hampa
77 Chapter 77 Pembawa Berita
78 Chapter 78 Luruh Lunglai
79 Chapter 79 Terluka Melihatmu
80 Chapter 80 Tersiksa Karenamu
81 Chapter 81 Kegagalan Sihir Penyembuh
82 Chapter 82 Siapakah Dirimu?
83 Chapter 83 Dinding Penghalang
84 Chapter 84 Penyangkalan
85 Chapter 85 Mengamuk
86 Chapter 86 Menyingkir
87 Chapter 87 Mengenal Kembali
88 Chapter 88 Tamu Tak Diundang
89 Chapter 89 Kecurigaan
90 Chapter 90 Kemarahan Eej
91 Chapter 91 Tertarik Selalu Kepadamu
92 Chapter 92 Racun Helm Iblis
93 Chapter 93 Kekuatan Poison Absorber
94 Chapter 94 Pernikahan Sementara
95 Chapter 95 Realitas Yang Tersirat
96 Chapter 96 Terkejut
97 Chapter 97 Penjelasan Khan
98 Chapter 98 Panggilan Ikatan Jiwa
99 Chapter 99 Persetujuan Yang Diharapkan
100 Chapter 100 Pernikahan Impian
101 Chapter 101 Penyempurnaan Ikatan
102 Chapter 102 Status Baru
103 Chapter 103 Pria Cantik
104 Chapter 104 Kota di Tepi Laut
105 Chapter 105 Bercak Hitam
106 Chapter 106 Pertukaran
107 Chapter 107 Klan Erebos
108 Chapter 108 Kota Yang Tersembunyi
109 Chapter 109 Mencari Kelemahan
110 Chapter 110 Nyaris Ketahuan
111 Chapter 111 Misteri Sihir Kegelapan
112 Chapter 112 Jejak Mencurigakan
113 Chapter 113 Kiriman Mengejutkan
114 Chapter 114 Kepercayaan
115 Chapter 115 Senyum Kebohongan
116 Chapter 116 Misi
117 Chapter 117 Pedang Bersarung Emas
118 Chapter 118 Menemukanmu
119 Chapter 119 Yang Agung Klan Batzorig
120 Chapter 120 Keluarga
121 Chapter 121 Keterbukaan
122 Chapter 122 Pasangan Terbaik
123 Chapter 123 Perang Pertama
124 Chapter 124 Perang Kedua
125 Chapter 125 Menyatukan Kekuatan
126 Chapter 126 Kebangkitan Kembali
127 Chapter 127 Silsilah Rumit
128 Chapter 128 Tak Bisa Berpaling
129 Chapter 129 Duongan Sakhai
130 Chapter 130 Terkuak
131 Chapter 131 Ramalan Yang Terwujud
132 Chapter 132 Keputusan Shanum
133 Chapter 133 Rumah yang Sebenarnya
134 Chapter 134 Dalam Mimpi
135 Chapter 135 Tanah Air
136 Chapter 136 Keajaiban Kecil
137 Chapter 137 Sahabat Sejati
138 Chapter 138 Menuju Akhir
139 Chapter 139 Tentang Mereka
140 Chapter 140 Melanjutkan Kisah
141 Chapter 141 Akhir Kisah
142 Extra Chapter 1
143 Extra Chapter 2
Episodes

Updated 143 Episodes

1
Chapter 1 Mimpi
2
Chapter 2 Golden Horde
3
Chapter 3 Pengakuan Ibu
4
Chapter 4 Pertemuan
5
Chapter 5 Kota Kuno
6
Chapter 6 Dalam Pelukanmu
7
Chapter 7 Kenangan
8
Chapter 8 Seribu Pertanyaan
9
Chapter 9 Kalung Cahaya
10
Chapter 10 Yang Tersembunyi
11
Chapter 11 Klan Altan
12
Chapter 12 Kota Para Penyihir
13
Chapter 13 Dalam Pelarian
14
Chapter 14 Musuh Dalam Selimut
15
Chapter 15 Masa Lalu
16
Chapter 16 Penebusan
17
Chapter 17 Klan Batbayar
18
Chapter 18 Hanya Padamu
19
Chapter 19 Pilihan Shanum
20
Chapter 20 Kejujuran
21
Chapter 21 Sang Pelacak
22
Chapter 22 Pilihan Yang Sulit
23
Chapter 23 Penganiayaan
24
Chapter 24 Garis Darah
25
Chapter 25 Melihat Masa Depan
26
Chapter 26 Kekuatan Elemental
27
Chapter 27 Pukulan Telak
28
Chapter 28 Perlawanan
29
Chapter 29 Kebenaran
30
Chapter 30 Mengakui Kekalahan
31
Chapter 31 Jatuh Cinta Padamu
32
Chapter 32 Tetua Klan
33
Chapter 33 Kebohongan
34
Chapter 34 Ingin Melupakan
35
Chapter 35 Cemburu
36
Chapter 36 Pulang
37
Chapter 37 Rencana Terselubung
38
Chapter 38 Nasihat Ayah
39
Chapter 39 Kembali ke Kampus
40
Chapter 40 Menolak Terlibat
41
Chapter 41 Arti Persahabatan
42
Chapter 42 Hari Tanpamu
43
Chapter 43 Pengagum Rahasia
44
Chapter 44 Gelisah Tak Terkira
45
Chapter 45 Bersandiwara
46
Chapter 46 Berita Mengejutkan
47
Chapter 47 Tidak Bisa Lari Dari Cinta
48
Chapter 48 Rasa Yang Terpendam
49
Chapter 49 Penyesalan
50
Chapter 50 Kembali ke Titik Awal
51
Chapter 51 Menjauh
52
Chapter 52 Kehilangan
53
Chapter 53 Kejutan Tak Terduga
54
Chapter 54 Tambatan Hati
55
Chapter 55 Mantra Kuno
56
Chapter 56 Mengendalikan Koneksi
57
Chapter 57 Saat Bersamamu
58
Chapter 58 Khan Versus Reno
59
Chapter 59 Pendatang Baru
60
Chapter 60 Serangan Bola Api
61
Chapter 61 Menguasai Keadaan
62
Chapter 62 Rasa Posesif
63
Chapter 63 Merancang Strategi
64
Chapter 64 Keinginan Khan
65
Chapter 65 Penyamaran
66
Chapter 66 Menjebak Menjadi Terjebak
67
Chapter 67 Kekuatan Alam
68
Chapter 68 Jenderal Klan Bataar
69
Chapter 69 Pertarungan Sengit
70
Chapter 70 Gadis Dalam Ramalan
71
Chapter 71 Klan Bataar
72
Chapter 72 Orang Yang Dirindukan
73
Chapter 73 Kekuatan Ayah
74
Chapter 74 Pandangan Ibu
75
Chapter 75 Perpisahan
76
Chapter 76 Merasa Hampa
77
Chapter 77 Pembawa Berita
78
Chapter 78 Luruh Lunglai
79
Chapter 79 Terluka Melihatmu
80
Chapter 80 Tersiksa Karenamu
81
Chapter 81 Kegagalan Sihir Penyembuh
82
Chapter 82 Siapakah Dirimu?
83
Chapter 83 Dinding Penghalang
84
Chapter 84 Penyangkalan
85
Chapter 85 Mengamuk
86
Chapter 86 Menyingkir
87
Chapter 87 Mengenal Kembali
88
Chapter 88 Tamu Tak Diundang
89
Chapter 89 Kecurigaan
90
Chapter 90 Kemarahan Eej
91
Chapter 91 Tertarik Selalu Kepadamu
92
Chapter 92 Racun Helm Iblis
93
Chapter 93 Kekuatan Poison Absorber
94
Chapter 94 Pernikahan Sementara
95
Chapter 95 Realitas Yang Tersirat
96
Chapter 96 Terkejut
97
Chapter 97 Penjelasan Khan
98
Chapter 98 Panggilan Ikatan Jiwa
99
Chapter 99 Persetujuan Yang Diharapkan
100
Chapter 100 Pernikahan Impian
101
Chapter 101 Penyempurnaan Ikatan
102
Chapter 102 Status Baru
103
Chapter 103 Pria Cantik
104
Chapter 104 Kota di Tepi Laut
105
Chapter 105 Bercak Hitam
106
Chapter 106 Pertukaran
107
Chapter 107 Klan Erebos
108
Chapter 108 Kota Yang Tersembunyi
109
Chapter 109 Mencari Kelemahan
110
Chapter 110 Nyaris Ketahuan
111
Chapter 111 Misteri Sihir Kegelapan
112
Chapter 112 Jejak Mencurigakan
113
Chapter 113 Kiriman Mengejutkan
114
Chapter 114 Kepercayaan
115
Chapter 115 Senyum Kebohongan
116
Chapter 116 Misi
117
Chapter 117 Pedang Bersarung Emas
118
Chapter 118 Menemukanmu
119
Chapter 119 Yang Agung Klan Batzorig
120
Chapter 120 Keluarga
121
Chapter 121 Keterbukaan
122
Chapter 122 Pasangan Terbaik
123
Chapter 123 Perang Pertama
124
Chapter 124 Perang Kedua
125
Chapter 125 Menyatukan Kekuatan
126
Chapter 126 Kebangkitan Kembali
127
Chapter 127 Silsilah Rumit
128
Chapter 128 Tak Bisa Berpaling
129
Chapter 129 Duongan Sakhai
130
Chapter 130 Terkuak
131
Chapter 131 Ramalan Yang Terwujud
132
Chapter 132 Keputusan Shanum
133
Chapter 133 Rumah yang Sebenarnya
134
Chapter 134 Dalam Mimpi
135
Chapter 135 Tanah Air
136
Chapter 136 Keajaiban Kecil
137
Chapter 137 Sahabat Sejati
138
Chapter 138 Menuju Akhir
139
Chapter 139 Tentang Mereka
140
Chapter 140 Melanjutkan Kisah
141
Chapter 141 Akhir Kisah
142
Extra Chapter 1
143
Extra Chapter 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!