Hening lama kemudian. Tabir di belakang “titik balik” itu telah terungkap kini bagi Agus. Ternyata selama ini dia salah, Marta masih mencintainya kala itu. Tapi semua sudah berlalu. Tidak perlu menunjuk siapa yang salah, siapa yang benar. Semua punya salah, semua punya benar.
“Maafkan aku, Marta. Aku mengira kalau kamu sudah sedemikian muak denganku. Sudah tidak sudi melihatku...,” Agus berkata pelan.
“Saya juga sudah berbuat salah, karena sempat tidak mempercayai Mas Agus dulu...”
Mereka saling tersenyum miris di tengah air mata berurai. Agus bangkit menghampiri manta tunangannya dulu itu. Marta menyambut. Mereka pun berpelukan, lalu saling menumpahkan kebodohan di masa lalu. Intan yang menyaksikan itu hanya bisa meneteskan air mata. Beberapa saat kemudian, Agus menyudahi adegan haru itu dengan sebuah kecupan di kening istri almarhum sahabatnya itu. Lebih terasa ringan sekarang.
“Jadi, Mas Agus menikahi Asih di Semarang?” Marta membuka pembicaraan lagi setelah beberapa saat terhenti.
Agus mengangguk, “Tepat seminggu setelah Asih keluar dari rumah sakit.”
“Asih di rawat di rumah sakit? Sakit apa dia?” Marta agak kaget.
Agus mengangguk lagi, lalu menghela napas panjang.
“Ternyata, Asih banyak mengalami luka dalam akibat perlakuan Winardi. Kata dokter lukanya parah. Pastilah itu, hampir sepuluh tahun dia diperlakukan kasar oleh si bangsat itu. Memang keterlaluan si bangsat itu...” umpat Agus kesal.
“Mas...” Intan mengingatkan.
Agus menoleh. “Maaf, Intan. Bukan maksudku untuk menjelekkan bapakmu itu, tapi dia memang kurang ajar. Tanya saja sama Bulikmu ini. Bulikmu ini tahu lebih banyak dari pada aku soal kelakuan bapakmu ke ibumu.”
Intan menghela napas. Waktu itu, dia sudah duduk di kelas akhir SD, sedikit banyak dia ingat akan kelakuan bapaknya ke ibunya. Hampir setiap hari dia menyaksikan pertengkaran. Piring, gelas, vas bunga, dan lain-lain tidak ada yang utuh. Makian, bentakan, pukulan, tamparan, dan tendangan tidak luput. Bahkan, pernah suatu hari bapaknya itu pernah mengancam ibunya menggunakan pisau. Huhh...
“Sabar ya, Nduk. Tapi, memang begitu perlakuan Mas Winardi ke ibumu dulu,” Marta berkata pelan.
Intan memahami itu semua dengan mengangguk.
“Terus, apa yang terjadi selanjutnya, Mas?” Marta penasaran dengan kelanjutan ceritanya.
Sebelum melanjutkan ceritanya, Agus menengok ke arah Intan.
“Intan, boleh diceritakan nggak?” tanya Agus.
“Terserah Mas Agus. Bulik Marta pasti sudah tahu, cuma hanya ingin ngetes saja...” senyum menghiasi wajah Intan walaupun hambar.
“Lho, kok ngetes?” Marta tertawa pelan. Agus juga. Ada-ada saja Intan ini. Walaupun semuanya itu benar juga.
“Benaran ini, saya nggak tahu apa-apa. Ayolah cerita...” minta Marta kembali.
Agus mengangguk-angguk. Walau sudah sama-sama berumur, tapi masih ada juga manja-manjanya Marta ini.
“Ya, begitulah. Aku menikahi Asih. Tidak ada pesta untuk merayakan, cukup ijab qobul di KUA...,” Agus berhenti sejenak. “Padahal, dokter sudah mengingatkan soal kondisi Asih yang ringkih. Dokter menyarankan bahkan melarang hamil karena sangat berbahaya bagi janin dan sang ibu. Aku sih tidak keberatan soal itu, memang kondisinya parah. Tapi, Asih ngotot. Dia bilang tetap ingin ngasih anak untukku karena hanya itu yang bisa dia berikan...”
Marta dan Intan menyimak dengan serius.
“Tentu aku nggak langsung menuruti kemauannya. Tapi , dia maksa dan terus maksa. Dan akhirnya hamil juga dia. Waduh, Mar, kalau kamu tahu deritanya saat hamil waktu itu...,” Agus geleng-geleng kepala. “Aku dimarahi habis-habisan sama dokter gara-gara itu, tapi Asih malah membelaku. Dia bilang kalau semua ini memang keinginannya. Bahkan waktu itu dokter menyarankan untuk menggugurkan saja, langsung ditolak mentah-mentah sama Asih pakek marah pula. Malah minta dicarikan dokter kandungan lain yang nggak pakek banyak omong...” Agus tampak agak tersenyum.
Marta dan Inta ikutan mesem.
“Begitulah, minggu demi minggu, bulan demi bulan dia bertahan. Makin dekat dengan hari kelahiran, makin parah kelihatan. Rasanya waktu itu aku sudah menjadi seorang suami yang sangat berdosa di dunia. Tapi, Asih memang istri yang tangguh. Lucunya, dia malah yang sering nasihati aku supaya tenang dan sabar. Busyet dah...”
Marta dan Intan mesem lagi.
“Akhirnya, hari kelahiran itu pun tiba. Mau tidak mau harus dilakukan operasi bedah, karena tidak mungkin untuk bersalin normal. Aku pun sudah menyiapkan dana dan lain-lain. Soal keuangan, aku nggak ada masalah. Bule-bule itu berhasil juga aku dapat di Semarang. Bisnis barang antik kan seperti jaring laba-laba. Mau sembunyi di mana, pasti ketahuan asal masih di lingkaran bisnis ini. Sebelum masuk ruang operasi, aku bilang ke dokter-dokter itu untuk memberi penanganan yang terbaik mereka. Soal biaya itu tidak menjadi masalah. Aku kasih bonus mereka kalau perlu...”
Lagi-lagi Marta dan Intan mesem.
“Tapi, takdir memang berkata lain. Jabang bayinya selamat, ibunya tidak. Asih meninggal saat masih di ruang operasi. Sekian dokter sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi usaha mereka gagal. Asih mengalami pendarahan di mana-mana. Bahkan dia tidak sempat melihat bayinya, dia pingsan tanpa siuman lagi. Yang masih menjadi ingatanku, wajahnya tersenyum bahagia...”
Kali ini Marta dan Intan tidak mesem. Mata mereka, termasuk Agus, berselimut bening air mata. Tapi tidak ada yang sampai tumpah. Cukuplah sudah air derai air mata. Namun, biarlah mata air itu membanjiri hati.
Mulut hahaha, hati huhuhu....
Hening agak lama setelah itu. Marta tidak sampai hati bertanya soal pernikahan Agus dengan Intan. Agus bukannya tidak paham, dia sedang menimbang rasa. Beberapa kali dia dan istrinya saling melirik. Agus tidak akan bercerita jika Intan tidak berkenan. Tapi, akhirnya Intan mengangguk, mengizinkan.
“Ehem.... Marta, kamu pasti mau nanya soal pernikahanku dengan Intan, kan?”
Marta memandang Agus dan Intan bergatian. Lalu, mengangguk.
“Tapi itu pun kalau Mas Agus sama Intan tidak keberatan menceritakannya....”
Agus tertawa pelan, “Berat sekali, Marta. Tapi, lebih berat menanggungnya selama ini. Kalau kamu mau dengar, aku akan cerita. Intan pun sudah mengizinkan, benar begitu Intan?”
Agus dan Marta memandang Intan. Intan pun kembali mengangguk.
“Nah, kamu mau dengar nggak?” Agus agak tersenyum.
“Kalau memang tidak memberatkan.”
Maka, Agus pun mulai memutar film lama ingatannya itu....
“Setelah Asih positif hamil, terus terang aku takut menggaulinya. Ada perasaan bersalah dalam diriku karena membuatnya hamil. Jelas-jelas itu kehamilan berisiko tinggi seperti kata dokter. Buat bayinya dan buat Asihnya. Selain itu, aku nggak tahan melihat kondisi fisik Asih selama hamil. Kasihan sekali. Bulan-bulan awal saja sudah seperti itu. Sepucat kapas wajahnya, walau tetap memaksa diri tersenyum. Bagaimana aku bisa tega?”
Marta serius menyimak. Intan menunduk.
“Terus berlanjut begitu. Kukasih alasan ngarang setiap Asih tanya kenapa aku enggan berhubungan. Tapi, karena dia tanya terus, akhirnya kujawab apa adanya. Menangislah dia. Katanya, itu salah satu kewajiban suami-istri. Bingung aku, akhirnya mau tidak mau kami berhubungan. Dan parah akibatnya, hampir gugur kandungannya. Untung masih bisa dipertahankan oleh dokter. Selanjutnya, kujadikan ini sebagai alasan. Tampaknya, Asih bisa maklum. Amanlah aku, Marta....”
Marta mesem. Intan masih menunduk.
“Kukira bakal aman terus. Aman memang di Asih, tapi balik mukul ke aku. Hampir delapan bulan tanpa dapat jatah.... Kepala serasa berdenyut kencang mau pecah. Kamu paham maksudku, kan?”
Marta mengangguk-angguk.
Agus meneguk minumannya.
“Tentu Asih juga paham soal itu. Dia izinkan aku, maaf, untuk mencari pelacur. Sudah kepikiran juga sih. Aku kan mantan playboy dulu...,” Agus meringis.
Marta mesem lebar.
“Tapi, entahlah.... Sejak, eemm... jujur nih, Marta, sejak tunangan denganmu aku tidak pernah madon lagi. Rasanya, sudah hambar begituan. Muak, mblenger. Mungkin karena sudah kebanyakan dulu-dulu, atau... karena ada kamu, ya?” Agus memandang sayang ke Marta.
Marta blingsatan tersipu. Sama sekali tidak terduga pernyataan Agus ini. Langsung merona merah wajah Marta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Rara Dapoer Snacks
akhirnya yg ditunggu2 muncul ... ☺
2022-05-01
1