Dua hari berlalu mereka menginap di hotel itu. Pada malam pertama Asih diajak Agus ke bar hotel itu yang menyajikan musik. Niatnya sih menghibur Asih. Dan, memang Asih terhibur, bahkan ketika di penghujung acara boleh menyumbang sebuah lagu, Asih diminta Agus untuk naik panggung. Penonton pun sangat senang, karena suara Asih mantap juga. Dia pun dikasih semacam kenang-kenangan oleh pihak bar.
Pada malam kedua, mereka hanya di kamar saja. Tidak ke mana-mana, malas mau keluar kamar. Hingga akhirnya, ‘kejadian’ deh. Siapa sih yang dapat menahan diri bila berduaan di dalam kamar hotel. Apalagi suasana kota Malang yang dingin. Terlebih dulu mereka pernah saling menaruh rasa.
Mata saling bertemu, bibir saling menyatu. Maka badan pun kini beradu dalam dekapan selimut. Demikianlah.
Dan, pagi ini, sekitar pukul delapan pagi, interkom di kamar berdering. Resepsionis memberi tahu ada tamu Agus di lobi. Biasa, urusan barang antik lagi. Agus pun berbenah, Asih pun merapikan diri. Baru saja mereka melakukan lagi pagi itu. Untuk penutupan seperti itu.
Sementara Agus sibuk dengan tamunya, Asih pun bersiap-siap. Tadi Agus berkata kalau dia akan melanjutkan mencari barang antik ke Semarang. Dia mengajak Asih untuk ikut, tapi istri Winardi itu menolak. Suka atau tidak Asih harus kembali ke Nganjuk karena anak dan suaminya pasti mencarinya. Iseng-iseng Asih mengambil alat mandi hotel yang kemasannya cantik. Ada sabun, sampo, odol, dan sikat gigi. Semuanya itu ada logo hotel mewah ini. Tidak ketinggalan handuk putih kecil yang ada di lemari diambilnya sekalian. Terakhir, sandal tipis model slop. Sayang kalau tidak dibawa serta. Sama, semuanya berlogo hotel. Kata Agus, memang barang-barang itu boleh untuk dibawa kalau mau. Sekalian untuk promosi pihak hotel. Jadi, Asih tidak merasa mencuri. Entah itu sampai zaman sekarang hal itu dibenarkan atau tidak. Nyatanya masih banyak yang melakukan.
Setelah selesai menemui tamunya, Agus kembali lagi ke kamar, mesem melihat Asih sudah siap dengan barang bawaannya.
“Benar tidak mau ikut ke Semarang?” tanya Agus.
Asih menggeleng dengan bibir tersenyum, “Nggak, Mas. Segini juga sudah sangat terima kasih.”
“Terima kasih untuk apa?”
“Semuanya...” senyumnya genit.
“Semuanya yang mana? Yang itu...?” Agus ikut tersenyum genit.
Agus pun mendekatkan wajahnya. Asih hanya diam sambil merem. Bibir pun saling beradu.
Asih tersipu. Kalau saja Agus masih sendirian, dia mau diajak ke mana pun lelaki ini pergi. Tapi, sekarang tidak semudah itu karena ada Marta.
Beberapa saat kemudian...
Sekarang sudah di resepsionis, biasa urusan bayar-bayar. Tadi di kamar, Agus membekali uang yang cukup untuk Asih. Bisa untuk bertahan hidup selama beberapa bulan ke depan. Asih hanya bisa membalas dengan menyerahkan tubuhnya untuk Agus. Bukan terpaksa, tapi ini dengan tulus.
Selesai beres dengan urusan bayar. Setelah selesai mengucap terima kasih dengan sepasang resepsionis itu, Agus ngeloyor saja tanpa mengambil bonnya. Tidak penting bagi Agus. Tapi, lain lagi bagi Asih. Secuil kertas itu jelas termasuk kenangan yang patut disimpan. Maka, dia meraih bon tadi. Dibacanya, lalu mesem. ‘Mr. & Mrs. Agus’ tertera jelas. Kertas itu pun dilipat rapi lalu diselipkan di tasnya. Indah sekali.
Agus mengantar Asih ke Terminal Arjosari naik sebuah sedan mewah. Dia pun menerima satu kecupan lagi sebelum istri Winardi ini naik bus untuk membawanya kembali ke ‘neraka’ rumah tangga. Miris Agus melihatnya, tapi dia bis berbuat apa? Setelah bus berangkat, barulah tunangannya Marta ini melanjutkan perjalanan menuju Surabaya, langsung ke Bandara Juanda. Dan terbang ke Semarang....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments