Lucifer Di Bawa Ke Kantor Polisi

Setelah selesai mengobrol lebih dulu dengan Abraham, Bellova pamit untuk membersihkan diri dan membawa semua barang belanjaannya. Suaminya masih menatap heran padanya sambil menggelengkan kepala.

‘Apa Arshinta dan Ina yang memaksanya menonton film seram? Kalau itu benar, keterlaluan sekali mereka.’

Abraham mengambil ponsel dan menghubungi adiknya.

“Hallo? Ada apa Kak Bram?” tidak butuh waktu lama untuk Arshinta menjawab panggilan.

“Shinta, kalian tadi sempat menonton ya?”

“Iya. Eh, maaf ya, aku tidak sempat membalas pesan kak Bram.”

“Iya, tidak apa-apa. Tapi, Shin, kenapa kalian malah membawanya menonton film horror sih?”

“Membawanya? Kami tidak membawanya menonton film horror, tapi kakak ipar sendiri yang memilihnya.”

“Tapi, katanya kalian menyukai film itu.”

“Pft, bagaimana kami bisa menyukainya. Kami sangat terkejut saat kak Bellova dengan semangatnya tanpa takut menonton film itu. Aku dan penonton lainnya takut sampai menutup mata, tapi kak Bellova sendiri, masih asik menonton, tanpa mengintip dari sela-sela jarinya. Luar biasa sekali kak Bellova.” Puji dan kagum Arshinta.

“Oh, jadi begitu ya. Aku pikir kalian sendiri yang memaksanya.”

“Apa kami sejahat itu, lagipula, apa kak Bram tidak melihat ekspresi wajahnya?”

“Iya sih, wajahnya tidak terlihat trauma.”

“Itu dia! Sepertinya kakak ipar punya keunikan sendiri yang kita gak tahu deh.”

“Hm? Maksudnya? Ada rahasia?”

“Hehehe, bukan rahasia penting sih, mungkin lebih kearah, hal yang mengejutkan. Bukan masalah.”

Tidak ada jawaban dari Abraham.

‘Aku kan belum mengenal dia dalam waktu yang lama. Pasti ada saja hal-hal yang mengejutkan. Tapi, masa sih aku terkejut karena isteriku suka menonton film horror?’

“Ah, sudahlah, yang penting dia suka.”

“Siapa yang suka Bram?” Bellova baru saja muncul.

“Mm? Kau sudah selesai mandi?”

“Sudah, kamarnya juga baru aku semprot dengan anti nyamuk, makanya aku turun.”

“Oh,”

“Kenapa berdiri? Gak pegel tuh kaki?”

“Mmm, iya aku duduk.” Dia duduk disamping Abraham, sofa yang panjang, dan duduk diujung.

“Kenapa Bram melihatku seperti itu?”

“Kamu tuh aneh.”

“Hah? Aneh? Aneh bagaimana?” Bellova mengangkat wajah, melihat suaminya karena mengatakan dirinya yang aneh.

“Iya, aneh saja. Sesuatu yang diluar pikiranku. Misalnya seperti saat ini. Aku pikir kau akan menonton film romantis, seperti kebanyakan wanita-wanita, tapi ternyata kau malah suka menonton film horror.”

Wajah Bellova panik, “Apa… apa itu menjadi masalah? Maksudku, apa-

“Tenang saja Lov, tidak ada yang salah atau masalah, hanya sedikit kaget saja.”

Jawaban suaminya tidak langsung membuatnya tenang, wajahnya masih panik meski tidak melihat ke arah

Abraham.

“Ekhem, tapi kau tidak lupa membeli ‘itu’ kan?”

Bellova berpikir sebentar untuk mengerti apa yang dikatakan Abraham.

“Itu?”

“Ya, ‘itu’. Benda yang kau rebut dari tanganku saat masuk kekamar.”

“Oohhh… iya, aku… aku sudah membelinya kok.”

‘Tapi kenapa wajahnya malah semakin merah gitu? Padahal kan aku sengaja mengalihkan topik agar dia bisa santai, malah semakin merah. Apa topik yang aku ambil, salah?’

“Lain kali kita pergi bersama. Bagaimana? Apa kau mau?”

“Kemana?”

“Nonton, belanja, kemana saja.”

“Tapi, aku sudah belanja dan nonton.”

“Kan aku bilang ‘bersama’. Kita ajak juga Arshinta dan kak Ina. Kalau perlu dengan pasangannya masing-masing.”

“Wah, pasti seru.” Wajah Bellova mulai cerah.

“Ya, pasti jadi lebih seru.”

“Kapan?”

“Mm, nanti saja. Mungkin Sabtu depan, kalau kamu mau, coba tanyakan pada Arshinta dan kak Ina, ajak mereka.”

“Apa mereka mau?”

“Makanya coba kau tanyakan pada mereka.”

Bellova mengangguk, “Baiklah, aku akan mengajak mereka.”

‘Lihat wajahnya itu, aku lebih suka kalau dia seperti ini daripada sebelumnya.’

***

Beberapa hari kemudian.

“Tolong beri jalan!”

“Jangan menghalangi jalan!”

Banyak wartawan didepan kantor polisi. Mereka sibuk mengambil foto, video dari orang yang baru saja ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Dengan menggunakan satu mobil berwarna hitam.

Beberapa Polisi sedang mengawal seorang pria yang sangat berpengaruh dan sedang menggoncang Jakarta, atau mungkin seluruh dunia.

“Dia… dia adalah si… bos mafia itu?”

“Benar! Apa kau tidak merasakan auranya?”

“Iya, terasa menakutkan dan aku… aku merinding.”

Para wartawan yang melihat pria yang baru keluar dari mobil berkomentar. Seluruh tubuhnya gemetar saat melihat bos mafia itu ada dihadapannya.

“Tapi, kenapa dia datang kesini? Bukankah harusnya di pusat?”

“Apa kau masih tidak mengerti? Kau tahu siapa yang ada disini?”

Rekannya berpikir, “Ya ampun, maksudmu… puteranya-

“Iya! Dia datang kesini, karena disini ada anaknya yang bisa melindunginya!”

Lucifer, nama panggilan yang lebih dikenal orang-orang daripada Adam Caesarius Rameses.

Lucifer, datang seorang diri tanpa Aris dan Hendra. Tentu saja dari pihak kepolisian ada yang menyertainya, dan mereka adalah Venom, dan Adley.

Dengan menggunakan kacamata hitam, syal yang sudah bergantung di bahunya dan pakaian yang berwarna

hitam juga. Rambutnya sedikit memutih dan tetap terlihat tinggi pada tubuhnya yang sudah berusia tua itu. Kedua tangannya juga sudah di borgol atas permintaan darinya.

“Bukankah mereka anak buahnya si Polisi itu?” tanya wartawan pada rekannya.

“Iya, kau benar.”

“Sama saja kan mereka bekerja sama.”

“Tentu saja. Ini hanya ‘drama’ untuk mengalihkan isu.”

“Yah, kita lihat saja nanti, bagaimana ujung dari ‘drama’ ini.”

“Bagus\, akhirnya si bren***k itu ditangkap juga. Pasti Bos akan senang kalau dia tahu tentang berita ini.” Ucap salah satu anak buah Irwan yang pura-pura sebagai wartawan\, dan sekaligus sebagai mata-mata dari Irwan.

Adley dan Venam membawa Lucifer kedalam kantor Polisi, Abraham sengaja menunggu didalam atas

perintah dari papanya.

Anggota kepolisian yang melihat kedatangan Lucifer, tanpa sadar berdiri dan menundukkan kepalanya

sedikit, padahal tidak ada yang menyuruhnya. Aura Lucifer memang bisa dirasakan mereka yang ada disekitarnya.

Tap!

Sekarang, Lucifer dan Abraham sudah berdiri berhadapan. Rasanya, Abraham ingin memeluk dan minta maaf pada pria yang sangat dihormati dan disayangi itu.

Lucifer tersenyum kecil, seakan mengerti apa yang sedang dirasakan puteranya.

Seperti yang banyak diketahui, Lucifer tidak akan tersenyum pada siapapun, kecuali pada keluarga intinya.

“Hei, kenapa diluar ramai sekali?” Agus, Polisi yang bekerja bersama Abraham baru saja datang setelah melakukan tugasnya dilapangan.

Rekan-rekannya menunjuk Lucifer dan Abraham.

Agus melihat punggung Lucifer yang membelakanginya, ‘Kenapa lututku gemetar?’

“Siapa orang itu?” tunjuk Agus.

“Dia adalah si Bos Mafia itu.” bisik rekannya pada Agus.

“Apa???” Agus terkejut. Benar-benar sangat terkejut sampai suaranya terdengar semua orang.

Agus semakin ketakutan saat Lucifer menoleh melihat kearahnya.

Keringat mengalir disekitar wajah Agus, panik saat melihat wajah Lucifer. Padahal, Lucifer tidak melakukan apa-apa. Hanya dengan tatapan saja, mengunci suara dan pergerakan Agus.

“Ekhem, sebaiknya kalian masuk keruangan saja,” bisik Venom. Venom, salah satu anak kecil yang diselamatkan dan dibesarkan Lucifer.

Terpopuler

Comments

Nurak Manies

Nurak Manies

aura ny membuat org ketakutan 😅😅

2022-04-28

0

Rini

Rini

papa lusifer memang keren menghadapi sesuatu dengan kepala dingin kecuali keluarganya di usik musuh maka aura kekejamannya akan muncul. TOP lah lusifer. 😊😘

2022-04-26

0

Dew

Dew

Tetep keren lah Lucifer tuh... aku padamu sejak novel awal babang Luci....

2022-04-04

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 54 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!