Memenjarakan Lucifer

“Selamat siang Pak Komisaris,” Denis baru saja masuk kekantor polisi dimana Abraham bertugas. Abraham yang sedang fokus pada laporan sambil menyandarkan dirinya dimeja, menatap Denis yang tersenyum.

“Cepat sekali kau datang,”

“Iya dong, boleh duduk gak?” tunjuknya pada kursi kayu tidak jauh dari mereka. Abraham hanya menganggukkan kepala tanpa bersuara.

Ridwan menatap heran dan penasaran, siapa pria yang terlihat akrab dengan atasannya.

“Bram, apa kau tahu berita yang ada diluar sana?”

Tidak ada jawaban dari Abraham, tapi dia dengar apa yang dikatakan Denis.

“Mereka ‘menyerang’ tempat Arshinta dan Ina. Apa kau tahu siapa mereka? Mereka adalah suruhan dari Irwan, Jenderalmu.”

“Hmp, kau yang bertanya, kau juga yang menjawabnya.” Abraham meletakkan buku besarnya diatas meja sambil melihat ponselnya.

Denis menyikapi dengan tersenyum, tidak sakit hati dengan perkataan Abraham.

“Apa kau tidak khawatir dengan adik perempuanmu?”

“Tidak, dia bisa menjaga dirinya sendiri.”

“Iya ya. Aku jadi ingat saat masih kecil dulu, betapa berani dan nekadnya Arshinta kecil.”

“Tentu saja, darah Papaku ada padanya.”

“Dan juga padamu kan?”

Abraham duduk dikursi dan menatap Denis dengan serius.

“Jadi, bagaimana dengan rencanamu? Bukankah itu yang mau kau katakan makanya datang kesini?”

Abraham tidak mau membuang-buang waktu, apalagi dengan keadaan yang menyangkut keluarganya.

Sama seperti Abraham, Denis menatapnya dengan wajah serius.

“Biarkan papa Lucifer di penjara.” Ucapnya tajam.

Bragh!

Semua melihat dan mendengar gebrakan meja dari Abraham.

“Apa yang kau katakan? Jadi itu rencana bodohmu?”

Denis berdiri, “Bram, kan aku sudah mengatakan sebagian rencanaku sebelumnya saat dirumah papamu.

Masa harus aku perjelas disini lagi sih? Disini banyak orang dan pasti ada yang akan mengadukannya nanti,” liriknya pada anggota polisi yang bekerja bersama Abraham.

Memang benar, ada yang terlihat serius dengan suara marahnya Abraham. Bukan karena terkejut dengan

suara keras itu, tapi ada yang penasaran dengan apa yang dibicarakan atasannya.

Abraham mengerti dan mengendalikan emosinya.

“Ini hanya rencana awal saja.” bisik Denis mendekati telinga Abraham.

“Pertama-tama, kita harus membungkam mulut-mulut mereka yang diluar sana dulu. Biarkan mereka merasa tenang dan santai, padahal, kita akan bergerak dari belakang, tanpa mereka ketahui.”

“Oh ya, ‘orang gila’ itu sudah ku amankan. Meski dia berteriak-teriak terus, tapi aku masih bisa mengatasinya.”

Orang yang dimaksud Denis adalah Angela, puteri dari Irwan. Abraham langsung tahu siapa yang dimaksud Denis.

“Selamat siang Bu Bellova,” Adley menyapa Bellova yang baru saja masuk.

Dua pria yang sedang serius berbicara itu melihat Bellova.

Ditatap seperti itu, membuatnya gugup.

‘Apa aku mengganggu mereka?’ batin Bellova bicara.

“Bellova, kau datang kesini?” Denis menghampiri Bellova. Cara bicara dan perlakuannya berubah saat

berbicara dengan Bellova, Abraham bisa merasakan perbedaan yang tidak dia sukai itu.

“Iya.”

“Kenapa kau datang kesini? Apa kau ingin mengadukan sesuatu?” tanya Denis yang sudah berdiri dekat dengan Bellova. Sama sekali tidak canggung dengan lirikan tajam dari suami Bellova.

“Aku mengantarkan makan siang untuk Abraham,” Bellova menunjukkan bekal makan yang ada ditangannya. Ukurannya besar, karena itu untuk sepasang suami isteri itu.

“Makan siang? Untuk Abraham?” tanyanya sambil melirik Abraham.

“Apa ada yang salah?” Abraham mendekati Bellova. Langsung tangannya mendarat di bahu isterinya,

sebagai isyarat, bahwa wanita yang disampingnya adalah miliknya yang tidak bisa direbut.

“Isteri mengantarkan makan siang untuk suaminya, tidak ada yang salah kan?” ledek Abraham menggenggam tangan Bellova yang tidak memegang bekal makanan.

Denis hanya tersenyummelihat hubungan Abraham dan Bellova. Matanya tertuju pada genggaman Abraham.

“Padahal tadinya aku mau mengajakmu makan siang sambil membicarakan tentang rencana kita. Tapi ternyata isterimu sudah datang ya.”

“Karena Isteriku sudah datang, kau bisa pergi dari sini.” Abraham menekankan kalimat isteri didepan Denis. Sekali lagi Denis menyikapi dengan tersenyum saja.

“Pft… hahaha… baiklah, aku akan pergi sekarang. Yah, aku memang cemburu tapi bukan berarti aku menyerah kalah,” ucap Denis berjalan mundur.

“Apa katamu?” Abraham ingin mengejar Denis, tapi diurungkannya mengingat ada dimana mereka sekarang.

Denis tidak bicara lagi. Dengan tersenyum dan melambaikan tangannya pada Bellova sambil keluar dari tempat Abraham. Bellova hanya tersenyum sekilas saja, untuk menghormati teman suaminya itu.

“Sudah, berhenti melihatnya seperti itu, dia sudah pergi.” Ucap Abraham melihat isterinya tersenyum pada pria lain.

*****

Arshinta sedang berada diperusahaannya menemui Ina. Dengan membawa Raka bersamanya.

“Semua murid-muridmu berhenti sekolah?”

“Tidak semua banget sih, ada beberapa yang masih bertahan, itupun mereka-mereka yang masih percaya padaku.”

“Hm, pasti orang tua mereka khawatir dan tidak mau terlibat masalah, makanya membawa anaknya keluar.”

“Aku tidak perduli ah. Bukan aku yang rugi. Nanti juga, kalau sudah selesai masalah ini, aku tidak mau menerima siswa-siswa dari golongan atas.”

“Khusus untuk siswa-siswa yang kurang mampu, dan serius untuk mencari ilmu,” tegas Arshinta.

Memang awalnya itu rencana Arshinta. Namun, entah bagaimana para orang tua yang kaya bisa mendaftarkan anak-anaknya di tempat Shinta. Mereka menggunakan kesempatan untuk menghemat pengeluaran dan menikmati fasilitas dari sekolah yang didirikan atas kemauan Arshinta. Walau swasta, fasilitasnya tidak kalah dengan sekolah-sekolah internasional.

Raka sibuk dengan mainan balok dan camilan. Dia asik bermain di sofa, samping Arshinta.

Karena sekolahnya sepi, Arshinta membawa Raka, itu juga sudah mendapat ijin dari Satmaka. Dan anak-anak lainnya yang masih bertahan pada Arshinta, juga disuruh pulang dan belajar dirumah saja.

Sejak tersebarnya kabar tentang orang tuanya, ketiga anak Lucifer mendapat ancaman dan digencar wartawan dengan pertanyaan. Tapi tidak membuat anak-anaknya takut atau khawatir. Malah mereka semakin tenang dan santai.

“Kak Ina, bagaimana kalau besok kita belanja? Sekalian kita ajak kakak ipar kita?” usul Arshinta.

“Hm, ide bagus. Aku juga ada yang mau aku beli. Kamu tidur ditempat Kakak saja Shin.”

“Kak Ina, Aka juga mau ikut,” pinta Raka karena mendengar rencana Ina dan Arshinta.

Ina melihat Arshinta, “Gimana Shin?”

“Nanti kita tanya Papamu dulu ya Raka.”

“Papa pasti ngijinin kok. Pokoknya Aka mau ikut kakak.” Wajah melas Raka, membuat dua wanita itu tidak tega.

“Udah, bawain saja besok.” Ina luluh seketika.

“Oke, Raka besok ikut.”

“Asik!”

*****

“Kamu gak apa-apa kan pulang diantar Adley?”

“Iya, aku gak apa-apa kok. Pekerjaan kamu kan banyak.”

“Hm, ya sudah kalau begitu. Adley, tolong antarkan isteriku pulang. Pastikan aman ya.”

“Siap Bos!” Adley langsung datang setelah namanya disebut.

Bellova pamit dan membawa bekal makanan yang sudah habis dimakan mereka berdua. Abraham mengantar bahkan sampai isterinya sudah dibawa Adley dalam mobil.

‘Biarkan papa Lucifer di penjara.’

‘Pertama-tama, kita harus membungkam mulut-mulut mereka yang diluar sana dulu. Biarkan mereka merasa tenang dan santai, padahal, kita akan bergerak dari belakang, tanpa mereka ketahui.’

Abraham teringat dengan rencana yang diusulkan Denis.

Terpopuler

Comments

Nurak Manies

Nurak Manies

💪💪💖💖🌷🌷

2022-04-25

2

Rini

Rini

abraham cemburu tapi gengsinya gede

2022-04-25

2

Rangrizal28

Rangrizal28

babang bram,cemburu itu sakit.ungkapkan perasaanmu pd lov.ada pebinor yg gentayangan

2022-04-03

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 54 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!