Tidak perlu menjadi sempurna untuk menghindari masalah.
Sebab orang yang tidak suka tetap akan terus mencari kelemahanmu.
Percaya pada diri sendiri dan buat dirimu menarik.
Percaya jika kamu bisa menjadi apapun yang kamu inginkan.
⚘🍀⚘🍀⚘🍀⚘
# SHERINA POV #
“Sher...... Sherin.......”
Kuabaikan saja suara teriakan Harsya yang terus memekik dari arah dapur apartemenku.
Entah sudah berapa lama aku duduk menatap wajahku pada cermin meja riasku.
Tanganku sesekali terulur, membelai wajahku sendiri.
Tubuhku sedikit bergetar, terlebih saat menatap bola mata abu kebiruan yang membuatku semakin rindu pada Bunda.
Kembali teringat di benakku, dulu saat bunda sedang menyisir rambutku aku sering kali melihat bayangan wajah bunda dari pantulan cermin lalu membayangkan jika sudah dewasa maka aku akan secantik bunda.
Dan hari ini, saat ini, aku melihat bayangan itu kembali. Tapi bukan lagi sebuah angan, melainkan sosok diriku yang sebenarnya.
Ceklek...
Pintu kamarku terbuka, disusul sosok Rafie yang aku pun tak tahu kapan pria ini tiba, sebab setahuku dia berada di Jakarta beberapa jam yang lalu.
“Sherri...... na? What? This happen? Really? Oh My God....”
Pekik Rafie menatap bayangan diriku dari pantulan cermin.
“Kupikir reaksi Harsya saat di salon tadi sudah sangat berlebihan, ternyata kamu jauh lebih berlebihan,” ujarku.
Aku berusaha setenang mungkin, tak ingin Rafie tahu jika aku menyukai dipuji seperti itu.
“Hei.... Aku tetaplah wanita yang bisa terbang hanya karena pujian! Dan Rafie tetaplah pria, meski..... ya sudahlah,” batinku.
“Oh Mi Cielo..... Kumohon jangan lagi kau sembunyikan anugerah Tuhan ini,” ucap Rafie sambil menangkup wajah kecilku dengan dua telapak tangan besarnya.
Bisa kulihat mata Rafie yang kini sudah berkaca-kaca.
“Ok, Bien “ balasku sembari satu tanganku kuusapkan ke sudut matanya secara bergantian.
“Cintai dirimu adik kecil, jangan takut, aku dan Harsya akan selalu menjagamu,” ucap Rafie membawaku dalam dekapannya.
Itulah Rafie, sosok lembut dan penyayang. Sejak pertama mengenalnya pria besar itu selalu memperlakukanku seperti adiknya, lebih tepatnya adik kecilnya.
“Ekheemmm... jika drama kalian sudah selesai, keluarlah! Cacing diperutku sampai berdemo menunggu drama kalian selesai,” protes Harsya yang kini sudah berdiri di ambang pintu kamarku.
⚘🍀⚘🍀⚘🍀
“Waauuw... Apa hari ini adalah hari spesial?” tanyaku saat melihat meja makan penuh dengan berbagai hidangan lezat.
“Tentu saja hari spesial, kita harus merayakan hari kelahiranmu Sher,” balas Harsya.
“Tapi ini bukan hari ulang tahunku."
“Aku tahu, tapi mulai hari ini kamu adalah Sherina yang baru,” ucap Harsya tak terbantahkan.
“Meski berlebihan, tapi aku bahagia sebab aku di sini bersama kalian berdua.” Ucapanku kali ini jujur berasal dari lubuk hatiku yang terdalam.
Kemudian makan malampun akhirnya kami mulai dengan perasaan haru juga bahagia.
“Jadi apa rencanamu setelah ini?” tanya Rafie.
“Rencana? Hem... tentu saja mencari pekerjaan. Kuharap kini hasilnya bisa lebih baik,” jawabku.
“Masih tetap ingin menjadi dosen? Bagaimana dengan penawaranku membuka sebuah klinik?” tanya Rafie lagi.
“Yah.... Aku tetap harus berhasil menjadi dosen. Semua ini kulakukan dengan cita-citaku menjadi tujuan utamaku,” tegasku.
“Mi Cielo, kamu tahu aku selalu mendukungmu,” ucap Rafie.
Mi Cielo juga berarti sayang dalam bahasa Spanyol, begitulah terkadang Rafie memanggilku.
Yang ku tahu, sebagai pengusaha dibidang perhotelan Rafie memang menguasai beberapa bahasa asing. Beruntung bagiku yang juga sudah menguasai beberapa bahasa asing sejak kecil, hingga terkadang kami berdua tak sadar jika tengah mengobrol dalam bahasa asing.
Kuamati gerakan Harsya dan Rafie yang tiba-tiba saja saling menatap.
“Hei... Tujuh tahun aku mengenal kalian berdua, cepat katakan, apa ada sesuatu yang kalian sembunyikan dariku?” cecarku.
“Mi Cielo, mengapa selama ini kamu tak pernah bertanya apa nama hotelku di Jakarta?” tanya Rafie.
Keningku mengernyit, “Apa itu penting?”
Keduanya mengangguk secara bersamaan, membuatku semakin curiga.
“Baiklah, sekarang aku akan bertanya,” putusku.
“Rafie, apa nama hotelmu di Jakarta?” tanyaku acuh.
“EL- Fatih Hotel,” jawabnya.
Dan saat pula aku seperti tercekat, segera kuraih gelas berisi air untuk membantuku mencerna makananku.
Tatapanku beralih pada Rafie, “El-Fatih Hotel?” ulangku. Dan Rafie pun mengangguk.
Aku menggeleng, menepis semua kemungkinan yang terbersit di benakku.
“Nama El-Fatih tentunya tak hanya satu, benarkan?” tanyaku dengan senyum yang kupaksakan.
“Perdóneme Mi Cielo, maaf jika kamu kecewa,” jawab Rafie.
“Astaga... Aku memang belum berubah, aku masih bodoh. Selamat, kalian berdua berhasil menipuku,” ucapku dan berhenti makan.
“Sherin, siapa yang menipumu? Mengenai latar belakang Rafie, kami punya alasan menutupinya darimu.” Kini Harsya juga ikut berkomentar.
“Alasan apa? Apa pria itu yang menyuruh kalian? Apa pria itu mengancam kalian? Sekarang jujur padaku, apa yang pria itu inginkan dariku?” Cecarku.
“Kamu salah paham Sherina!” Ujar Rafie dengan tegas, nada suaranya yang senantiasa lembut padaku hilang entah ke mana.
Aku yang tadinya sangat berani tiba-tiba saja jadi takut saat mendengar ucapan Rafie.
Apalagi kulihat Harsya menggenggam tangan Rafie dan mengusap lembut lengan Rafie, mungkin tujuannya untuk menenangkan pria besar itu.
“Sherina, aku tahu kami salah karena tak jujur dari awal. Tapi beri kami kesempatan untuk menjelaskan semuanya,” ucap Rafie.
“Penjelasan apa lagi yang perlu kutahu?”
“Selama ini Gibran tak pernah tahu dan tak ada hubungannya dengan persahabatan kita,” ujar Rafie.
Aku menelan salivaku, akhirnya aku mendengar lagi nama pria yang aku benci.
“Awal aku mengenalmu, aku tak tahu mengenai hubunganmu dengan Gibran. Kamu masih ingat kan kapan kita saling jujur? Aku baru menyadarinya saat itu.” Ungkap Harsya.
“Bahkan pada Rafie pun tak langsung kuberi tahu, setelah kupastikan jika dia Gibran yang sama barulah kuberitahu Rafie,” aku Harsya.
Aku tahu jika ucapan Harsya itu jujur.
Selain semua yang dikatakannya masuk akal, aku juga bisa melihat tak ada keraguan atau kebohongan pada tatapan matanya.
“Gibran, dia adik sepupuku. Kedua ayah kami bersaudara. Masih ada lagi sepupuku yang lain, namun dia kini tinggal di London,” ujar Rafie.
“Mengenai yang Gibran lakukan padamu dulu, aku sungguh minta maaf. Tapi percayalah, Gibran juga sama sepertimu, dia tak tahu jika kita bersahabat, dan aku bersusah payah untuk tak menghajarnya setelah tahu apa yang telah Ia perbuat padamu,” lanjutnya.
“Sherina.... Aku menyayangimu seperti layaknya adikku sendiri, dan meskipun pria itu Gibran, tak akan sedikit pun kubiarkan dia menyakitimu lagi,” ujar Rafie.
Aku melihat kejujuran di mata Rafie.
“Tapi apa yang sudah terjadi padamu dulu, aku tak bisa membalas Gibran akan hal itu. Ada sesuatu yang harus kamu cari tahu sendiri, mengapa Gibran menyakitimu, kamu harus cari tahu sendiri alasannya lalu tentukanlah balasan apa yang pantas untuk Gibran,” lanjutnya.
Aku menggeleng, “Aku tak ingin berurusan dengan pria itu lagi,” putusku.
“Terserah padamu Sherina, tapi sungguh bukan jawaban ini yang kuharapkan darimu saat kuputuskan untuk jujur padamu malam ini,” balas Rafie.
“Memangnya apa yang kamu harapkan?” Tanyaku.
“Aku harap kamu mau mengikuti saranku,” jawabnya ambigu.
“Dan saranmu adalah?”
“Kembali ke Jakarta. Tunjukkan pada semua orang yang dulu meremehkan keluargamu, jika kamu sekarang berhasil, buat mereka kagum pada kedua orang tuamu melalui keberhasilanmu Sherina,” jelas Harsya.
“Tapi nyatanya aku belum berhasil,” sanggahku.
“Akan berhasil saat kamu buktikan jika kamu bisa menjadi dosen yang hebat di Universitas El-Fatih” ucap Rafie dengan santainya.
“Gila... kamu pikir mudah? Menjadi dosen di sini saja sangat sulit," cibirku.
“Apa kamu lupa siapa aku,” balasnya dengan angkuh.
“Jika kamu berjanji padaku akan sungguh-sungguh, berusaha menjadi yang terbaik."
"Jika kamu berjanji akan membungkam mulut semua orang yang dulu menghinamu dengan prestasimu nanti, aku akan membantumu untuk bisa diterima sebagai dosen di sana,” lanjutnya.
Aku tak bisa berkata-kata lagi, kenyataan apa ini.
“Tapi itu sama saja aku curang jika mengandalkan bantuanmu.” Lirihku.
“Tidak, Jika kamu membuktikan kemampuanmu,” kini Harsya yang bersuara.
“Apakah kamu lupa dengan tujuanmu? mencari keadilan untuk Ayah dan Adikmu?” lanjut Harsya.
Aku tertegun dengan pertanyaan Harsya.
“Waktu terus berjalan Mi Cielo, kami tak ingin nantinya kamu kecewa jika semuanya telah terlambat,” ucap Rafie.
Kini pria itu sudah kembali berbicara dengan lembut padaku.
Aku berpikir sejenak, mungkin benar lebih baik jika aku menerima semua tawaran Rafie.
Bukankah tujuanku bertahan hingga di titik ini, karena semua alasan yang telah keduanya sebutkan.
“Baiklah, aku setuju," putusku.
"Aku sangat berterima kasih pada kalian berdua yang selalu membantuku. Dan aku minta maaf sebab tadi sempat marah dan berkata kejam pada kalian,” ucapku.
Harsya berpindah ke kursi disampingku, merangkul pundakku.
“Hei, saudara memang saling membantu, kamu lupa?” ucapnya.
“Aku juga minta maaf jika tadi membentakmu, aku hanya tak yakin bisa mengalahkan sikap keras kepalamu jika aku tetap bersikap lembut,” ujar Rafie.
“Lupakan, aku sudah memaafkanmu,” balasku.
“Tapi... Bolehkah aku minta sesuatu? Mengenai Gibran, semua yang terjadi antara kami, aku hanya ingin melupakannya. Aku tak ingin berurusan dengannya lagi,” pintaku.
Rafie berpikir sejenak, “Baiklah, jika soal Gibran aku tak akan ikut campur semua itu kuserahkan padamu.”
Tak kusangka pembicaraan kami malam ini merupakan suatu awal yang baru lagi bagiku.
Sebelum ini, aku sudah berkali-kali melewati sebuah awal yang selalu berakhir tidak sesuai dengan harapan.
Kini aku hanya berharap semoga ini benar-benar menjadi awal yang terarkhir kalinya, dan kelak akan berakhir dengan bahagia pula.
⚘🍀⚘🍀⚘🍀
Setelah 7 tahun berjuang untuk hidup di Kota yang juga dikenal sebagai kota Pelajar Yogyakarta, hari ini aku akan mulai lagi menjalani hidupku di Ibu Kota.
Jakarta, kota yang selama ini tak pernah ingin kudatangi.
Namun setelah semua yang kulakukan untuk menjadikan diriku lebih baik, juga setelah aku mengetahui bagaimana cara dunia ini bekerja.
Kini aku sudah siap untuk kembali ke tempat asalku.
Aku sudah siap untuk mencari keadilan yang dulu tak bisa kuraih.
Aku sudah siap untuk menampilkan diriku yang sebenarnya.
Kini aku tak peduli lagi pada penilaian orang lain. Aku tak perlu mereka mengerti.
Aku hanya ingin bahagia.
⚘🍀⚘🍀 To be continue ⚘🍀⚘🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧
cemungut sher, smoga keadilan wt keluarga, isa segera clear😅🏃🏃🏃
2022-07-11
1
vania
semangat sherin kamu bisa jadi dosen dikampus tempat kamu dulu di bully
2022-07-09
1
🍁ɳιℓα❣️💋🄽🄸🄻🄰-🄰🅁🄰👻ᴸᴷ
selamat datang kembali sherina😘😘
ayo buktikan tuh sm soraya ,bara and the gengs nya kalo kamu bukan sherina yg dulu
2022-07-06
2