Tak pernah kukira aku bisa melintasi bara api
Tak pernah kukira aku bisa menahan panas terbakar
Tak pernah aku punya kekuatan untuk naik ke tempat lebih tinggi
Hingga kucapai titik tak bisa kembali, Dan tak ada jalan kembali
Jika hatimu tak tahan banting
Aku kan berusaha semampuku
Inilah takdirku
Aku takkan pernah berkata tak mungkin (aku kan berusaha)
Aku akan terus berusaha! (mencapainya)
Tiap kali kau jatuhkan aku
Aku takkan diam saja
Bangkitlah
Dan jangan pernah berkata tak mungkin
Tak pernah kukira bisa kurasakan kekuatan ini
Tak pernah kukira bisa kurasakan kebebasan ini
Aku cukup kuat untuk mendaki menara tertinggi
Dan aku cukup cepat untuk seberangi lautan
Aku akan berusaha santai
Mereka akan berusaha memihak pada kegembiraan
Ini bukan lelucon, dibesarkan oleh kekuatan kehendak
Aku harus menjadi yang terbaik, dan ya
Kami yang terkeren
Maka kini dunia dalam genggamanku
Aku lahir dari dua bintang
Maka bulanlah tempatku berada
( Terjemahan lirik lagu Never say never- Justin Bieber feat Jaden Smith)
⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘
# Harsya POV #
Cukup sulit untukku bisa berada jauh dari hiruk pikuk Ibu kota.
Berprofesi sebagai model dan bintang iklan yang sedang naik daun ternyata tak semenyenangkan rayuan Christ dulu saat Ia merekrutku.
Christ tak lain adalah manajer lucknut yang hanya bisa memaksaku untuk terus bekerja.
Harsya Baskara itulah diriku.
Satu-satunya cucu dari Tuan besar Baskara Adiningrat, salah satu tetuah yang menjadi pemilik toko pusat oleh-oleh terbesar di Yogyakarta, dan beberapa daerah lain di Jawa Tengah.
Aku sudah melarikan diri ke berbagai tempat, luar kota seperti Jakarta hingga ke luar negeri seperti London juga sudah kulakukan hanya untuk terus mengulur waktu, dan berharap bisa menunda perjodohan yang direncakan oleh Eyang.
Eyang adalah satu-satunya keluargaku yang masih ada di dunia ini.
Tak kusangka, untuk kabur dari pekerjaan membosankan sebagai model aku harus kembali ke kota ini, dan akhirnya menuruti keinginan Eyang untuk menyelesaikan kuliahku dulu sebelum nantinya aku harus menerima perjodohan.
“Perjodohan si*lan,” batinku.
“Masa bodoh dengan perjodohan itu, yang penting dengan kekuasaan dan harta Eyang aku bisa terbebas dari segala kepalsuan Ibu Kota, memuakkan!”
Aku terus saja menggerutu disepanjang perjalanan pulang dari mengunjungi makam Ayahku.
“Ayah, pria malang yang memilih mengakhiri hidupnya karena pengkhianatan wanita itu, wanita yang selama 10 tahun kupanggil Ibu, wanita yang selama 10 tahun kupikir adalah seorang malaikat, ternyata tak lain hanyalah iblis,” batinku.
Dadaku seketika terasa sesak, ada gemuruh yang membuncah tatkala aku mengingat kembali masa-masa kelam di hidupku.
“Arrrggghhhh.... Aku harus melampiaskan amarahku, aku tak ingin ada penggemar yang melihat wajah iblis dari idola yang mereka anggap malaikat,” geramku.
Aku semakin menekan pedal gas pada mobil super asal Jepang-Lexus LFA milikku. Karena memang sedang diliputi amarah, tak sedikitpun aku melirik pada speedometer.
“Biarlah, jika sesuatu yang buruk harus terjadi, maka terjadilah,” gumamku.
Ucapan adalah doa, benar? Ya, benar.
Tiba-tiba saja aku terkejut dengan munculnya sosok wanita yang sedang menyebrang jalan.
“Biarlah aku yang celaka, jangan sampai aku mencelakai orang lain,” ujarku dengan lantang. Berharap kali ini ucapanku, hemm maksudku doaku dikabulkan.
Dengan kemampuan mengemudiku yang lumayan standar, sungguh keajaiban aku bisa dengan sigap memutar kemudi ke kiri dan berakhir menabrak tiang papan penunjuk rambu lalu lintas.
Syukurlah aku baik-baik saja berkat airbag, tak salah Eyang mengeluarkan uang hingga hampir 9 Milliar Rupiah untuk memberiku hadiah mobil ini.
Dengan susah payah aku berusaha keluar dari mobilku, kulirik kap mobilku bagian depan yang sudah mengeluarkan asap hitam yang mengepul.
Aku terbatuk-batuk, namun netraku segera mencari sosok yang hampir saja kurenggut nyawanya.
Tiba-tiba seorang gadis, menghampiriku dan meraih kedua tanganku.
Ia menggenggam tanganku, kurasakan tangannya sangat kasar tak seperti gadis lain yang kukenal.
“Maaf… Maafkan aku jika karena aku yang menyebrang jalan hingga mobil Anda menabrak tiang. Ku mohon maafkan aku, tapi sungguh aku tak mampu jika harus mengganti rugi kerusakan mobilmu,” Ucapnya terdengar seperti sedang memohon.
“Apa aku baru saja terbentur hingga kini aku berkhayal? Atau gadis ini mungkin sangat shock hingga otaknya sedikit bergeser?” batinku.
“Bagaimana bisa, seseorang yang seharusnya menjadi korban kini meminta maaf seolah-olah kejadian ini adalah salahnya?” lanjutku masih membatin.
Gadis itu terlihat sangat panik dengan kondisi mobilku, tanpa menghiraukan lengan dan lututnya yang kini terluka dan mengeluarkan darah.
“Hai, aku Harsya,” sapaku, “Kamu baik-baik saja kan?” jujur aku mengkhawatirkannya.
Ia menjawab hanya dengan sebuah anggukan.
Beberapa warga mulai berkumpul, kini gantian aku yang panik. Belum usai berita tentang aku yang ingin hiatus untuk fokus menyelesaikan kuliah, bagaimana jika berita tentang aku yang mengemudi ugal-ugalan akhirnya tersebar ke media.
Aku yakin manajerku, Christ pria gemulai itu akan mengganti lagi warna rambutnya seperti yang biasa Ia lakukan ketika stress menghadapi masalah yang kubuat.
“Bagaimana jika kita ke rumah sakit, tangan dan kakimu harus segera diobatin,” ucapku.
“Iya Mbak.. bener tuh kata Mas-nya, sebaiknya ke dokter gih biar Si Mas juga ada tanggung jawabnya,” celetuk seorang warga.
Aku mengangguki ucapan warga tadi yang mendukungku, segera kuhubungi salah satu karyawan Eyang untuk membawa mobil yang lain.
Tak butuh waktu lama, hanya sekitar 5 menit karyawan Eyang datang bersamaan dengan panggilan telepon dari pria tua yang sangat kuhormati.
Setelah berhasil menenangkan Eyang dan kerumunan warga bubar, barulah aku mengajak gadis itu pergi ke rumah sakit.
“Ayo, kita ke rumah sakit sekarang,” ajakku.
Gadis itu tak bergeming, sedari tadi Ia terus menatap mobilku dengan penuh rasa bersalah, padahal aku sama sekali tak menyalahkannya.
Aku merasa akulah yang salah karena mengemudi dengan kecepatan tinggi.
“Hei... Ayo berangkat,” ajakku sekali lagi.
“Kemana? Kantor polisi?” tanyanya panik.
Aku menghela napasku, “Sebenarnya dari tadi kamu mikirin apa sih? Emang kamu mau kekantor polisi? Seandainya polisi bisa obatin lukamu, yah ayuk lah, aku ikut katamu saja,” jawabku menyerah.
“Jangan!” sergahnya.
“Maksudku, aku tak ingin ke kantor polisi,” ujarnya.
Aku mengangguk dan segera membuka pintu mobil untuknya.
Dengan berjalan sambil menunduk, gadis itu tiba-tiba saja menghentikan langkahnya.
Huhh... “Apalagi kali ini,” batinku.
“Biskah kamu memberiku waktu 5 menit? Aku ingin membeli jenang untuk bundaku,” pintanya.
Aku mengangguk dan lebih memilih menunggunya di dalam mobil dengan pintu mobil untuknya tetap kubiarkan terbuka.
Benar saja, 5 menit setelah itu, dengan napas memburu Ia sudah duduk dikursi sampingku.
“Kamu habis jajan jenang atau ikutan lomba maraton? Kok sampai ngos-ngosan gitu,” tanyaku.
“Gak, aku gak enak kalau membuat kamu menunggu lagi,” Jawabnya.
“Sampai lupa nanya, nama kamu siapa?” Tanyaku.
“Sherina Kanza,” jawabnya ragu.
“Nama yang bagus sekali, sangat cocok untukmu,” sahutku.
⚘⚘⚘
Kami sudah tiba di rumah sakit terdekat dan kini luka-luka di lutut dan sikunya sedang mendapat perawatan.
Kembali Sherina membuatku kagum, dia tak mengeluh bahkan tak meringis saat lukanya sedang dirawat.
Setelah semua urusan di rumah sakit usai, entah mengapa, entah dapat dorongan dari mana, aku menawari Sherina untuk mengantarnya ke tempat tujuan berikutnya.
Awalnya Sherina menolak, namun dengan dalih ingin bertanggung jawab, akhirnya Sherina menyerah.
Betapa terkejutnya aku saat tahu jika tempat yang ingin ditujunya adalah sebuah Balai Rehabilitasi.
“Bundamu bekerja di sini?” Tanyaku yang karena penasaran akhirnya memilih untuk mengikutinya masuk.
Sherina cukup terkejut karena kehadiranku, namun Ia tetap menggeleng sebagai jawaban.
Hingga langkahnya terhenti di depan sebuah kamar. Ketika Sherina masuk, aku juga ikut melangkah masuk.
Di sana, bisa kulihat seorang wanita paruh baya, duduk di tepi ranjangnya dengan tatapan kosong.
“Bunda,” sapa Sherina dengan ceria.
Sekilah ada senyum tipis yang nampak di wajah wanita yang dipanggil Sherina dengan Bunda.
Akupun tak bicara atau melakukan apapun, namun anehnya aku tak bosan.
Aku tertarik untuk terus melihat interaksi antara Sherina dan bundanya.
Tidak hanya itu, Sherina juga terlihat akrab dengan semua karyawan dan pimpinan balai rehabilitasi ini.
Beberapa kali orang-orang di sana memintaku untuk membuka masker yang kugunakan untuk menutupi wajahku, hanya saja aku menolak dengan alasan sedang Flu.
Sekali lagi setelah 10 tahun berlalu, saat ini untuk pertama kalinya, aku kembali peduli pada orang lain, pertama kalinya aku begitu ingin mengetahui tentang kehidupan seseorang, terlebih seseorang itu adalah wanita, makhluk yang telah masuk sebagai daftar hitam dalam hidupku.
Dan semua itu hanyalah karena Sherina, gadis ceria, aneh, dan kuyakin memiliki banyak beban hidup yang ditanggungnya. Satu lagi, dia sebenarnya adalah gadis bermata biru yang cantik, andai saja dia mau melepas kacamata dan merawat wajah serta penampilannya.
⚘⚘⚘⚘ to be continue ⚘⚘⚘⚘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Megantrow
bungkus harsyaaa
bawa ke penghulu
2022-07-08
2
Cucu Suliani
Nah, bener itu
2022-07-07
1
🍁ɳιℓα❣️💋🄽🄸🄻🄰-🄰🅁🄰👻ᴸᴷ
setuju kk nana sama harsya aja blacklist aja gibran buang jauh2 ke laut
2022-07-06
1