Meski aku bukan orang yang baik untukmu,
Tapi jangan pernah tinggalkan aku tanpa pamit, ajari aku menjadi baik lebih dulu.
Meski aku bukan orang yang kelak ada di hatimu,
Tapi jangan pernah tinggalkan aku tanpa pamit,
Cobalah belajar untuk menerima kehadiranku di hatimu.
Meski aku bukan orang yang menyakitimu,
Tapi jangan pernah ragu untuk datang padaku,
Aku akan di sini, menantimu kembali memelukku.
⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘
# Gibran POV #
Sekitar 14 jam telah berlalu sejak keputusanku untuk kembali ke Indonesia, Tanah Airku.
Setelah perdebatan panjang bersama ayah yang akan selalu dimenangkan olehnya, akhirnya aku harus rela melepaskan impianku untuk berkarir di dunia balap mobil rally.
Bukan aku yang meminta untuk lahir dari kedua orang tua yang profesinya berkecimpung di dunia pendidikan, dan tanyakan pada Tuhan mengapa tak memberiku saudara yang bisa menjadi pewaris selain diriku.
Yah, aku adalah Gibran El-Fatih. Pewaris El- Fatih Insan Unggul, sekolah swasta bertaraf Internasional dari TK hingga Universitas.
Ayahku Nadim El-Fatih, pemilik, pendiri, sekaligus pemimpin El-Fatih Insan Unggul, adalah sosok ayah yang nyaris saja sempurna untukku. Tegas, berwibawa, berjiwa sosial tinggi, tak pernah membedakan orang lain berdasarkan status sosialnya.
Ayahku sangat concern pada kemajuan pendidikan di Negara ini, jika ingin merebut hatinya, maka jadilah orang yang cerdas dan dengan mudah kau akan disukai olehnya.
Berbeda dengan Ibuku, Farrah Kaira, rektor di Universitas El-Fatih. Jangan heran jika bertemu dengannya dan dia akan menelisik penampilanmu, baginya penampilan mencerminkan pribadi seseorang.
Bagi Ibuku, seseorang harus paham bibit, bebet, dan bobotnya untuk tahu di mana tempatnya.
Jadi sudah sejak kecil aku membangun tembok tak kasat mata untuk hubunganku dengan Ibu, tapi tidak dengan Ayah.
Hubunganku dan Ayah sangatlah dekat, apalagi ketika aku setuju untuk ikut pindah ke London bersama ke dua sepupuku.
Namun semuanya berubah ketika ayah mengetahui jika aku sudah menekuni balapan mobil rally sejak 2 tahun yang lalu.
Ayah yang selalu mendukungku, sekarang tak ada lagi. Kini ayah tak ubahnya Ibu, yang memaksakan kehendaknya padaku.
Merasa tak bisa mengontrolku jika tetap di London, Ayah memaksaku untuk pulang ke Indonesia dan meninggalkan balapan rally yang menemani hari-hariku 2 tahun terakhir.
Dan di sinilah aku sekarang duduk di kelas bisnis sebuah pesawat, yang akan membawaku kembali pulang ke negara tempat kelahiranku.
Dua jam terakhir di udara, kugunakan untuk memikirkan hal menarik apa yang akan kulakukan nanti di Negara yang memiliki banyak aturan, norma-norma adat dan istiadat yang berlaku di Masyarakat.
Ingatanku lalu membawa pada sosok gadis yang kutemui sekitar 5 atau 6 tahun yang lalu.
“Sherina, bagaimana kabarmu? Akankah kita bertemu? Semoga saja, hingga ada hal baik yamg ku dapatkan dengan kepulanganku, aku merindukanmu,” batin Gibran.
⚘ ⚘ ⚘
Meski harus aku akui, aku beruntung terlahir dengan latar belakang keluarga El-Fatih lalu didukung dengan wajah tampan yang kupunya, aku yakin di manapun aku akan selalu menjadi pusat perhatian.
Namun sayangnya, aku tak menyukai hal itu.
Bukannya aku anak yang kuper, tapi aku tak suka basa-basi. Aku paling murka melihat seseorang, terlebih jika wanita yang bertingkah palsu.
Seperti hari ini, hari pertama aku kembali bersekolah di sekolah milik ayahku.
Pagi tadi aku sudah dibuat tak nyaman oleh tatapan para gadis sejak langkah pertamaku ditempat ini.
Beruntung ada ketiga temanku sewaktu kecil Bara, Kaif, dan Faqih juga bersekolah di sini.
Hingga saat jam istirahat tiba, kami sedang menikmati makanan di kantin, ketika seorang gadis menyapaku dengan manjanya.
“Hai...Gibran.”
Nah ini contohnya, tingkah yang dibuat-buat, tingkah palsu.
Namun aku tetap menolehkan pandanganku dengan malas ke sumber suara, “Cih... Soraya,” decihku.
Namun saat hendak kembali fokus pada makananku, netraku melihat netra abu kebiruan yang selalu kurindukan sejak 5 tahun yang lalu.
“Gadis cantikku, Sherina,”batinku.
Pandanganku terus terfokus pada gadis yang memiliki mata yang sama dengan Sherinaku.
Bola mata indah itu, Ia sembunyikan di balik kacamata yang besar dan tebal, meski berkulit putih mulus tapi jika dia menutupinya dengan pakaian kebesaran seperti itu maka tak ada yang menyadarinya.
Dengan rambut yang diikat dengan asal, terkesan tak rapi, aku makin yakin jika gadis culun ini bukanlah Sherinaku.
Sejak tadi pandangan kami saling mengunci. Jika aku membandingkannya dengan Sherinaku, kira-kira apa yang gadis itu pikirkan tentangku.
“Sherina... makanan gue mana beg*!” bentak Aya mengejutkannya hingga memutuskan pandangan kami.
“Tapi namanya juga Sherina, apa kebetulan bisa pas begini,” batinku.
Kuamati, gadis itu dengan tergesa-gesa menyiapkan makanan untuk Soraya. Seorang gadis lain terlihat membantunya.
“Dia pacar gue, awas aja kalau sampai lu macam-macam,” ucap Faqih setelah menepuk pundakku.
“Si Culun itu, pacar lu?” tanyaku memastikan.
“Si Culun? Sherina? Bukan, Naila yang pacar gue,” jelas Faqih sambil menunjuk ke arah gadis yang membantu Si Culun.
“Jadi dari tadi yang lu perhatiin itu Sherina?” lanjutnya.
“Gue udah bosan lihat yang bening di London, gue penasaran sama apa yang dia tutupin,” jawabku yang dibalas tawa oleh Faqih.
⚘ ⚘ ⚘
Suatu hari aku yang sedang membolos tengah menikmati sebatang rokok di samping toilet sekolah, lalu ku lihat Bara dan Soraya melangkah dengan terburu-buru memasuki salah satu bilik toilet.
“Jangan-jangan... mereka berdua, “ gumamku.
Dan benar saja, tak beberapa lama suara grasak grusuk ditambah dengan suara menjijikkan Soraya terdengar.
“Bara si*lan, dasar gak modal,” batinku.
Kegiatanku merokok akhirnya usai, baru saja aku ingin pergi, namun kulihat langkah Si Culun yang ingin masuk ke dalam toilet terhenti dan jelas sekali ku lihat tangannya bergetar.
Si Culun terpaku di tempatnya, sementara suara dari bilik toilet semakin menjadi-jadi.
“Ada yang tak beres,” batinku.
Segera ku tarik tangan Si Culun, kubawa Ia ke parkiran mobil.
Kuminta dia masuk ke mobilku dan Ia menuruti tanpa penolakan.
l
Segera ku lajukan dengan kecepatan yang tinggi. Entahlah kemana tujuanku, yang penting aku ingin Gadis ini berhenti menangis.
Ku tepikan sebentar mobilku, perlahan kuraih kacamata tebal yang mengganggu tangisnya.
“Kamu adalah dia,” lirihku.
“Apa yang terjadi padamu hingga jadi seperti ini,” batinku saat aku berhasil membuktikan kecurigaanku.
“Ada apa? Kenapa lu menangis seperti ini? Apa lu suka sama Bara hingga menangisinya seperti ini?” cecarku.
Dia menjawab dengan gelengan kepalanya, membuat hatiku merasa tenang.
Lalu mengalirlah cerita Sherina tentang pelecehan yang dilakukan Bara dan Aya padanya.
“Bangs*t, gue akan menghajarnya,” tekadku penuh emosi, tanganku sudah mengepal kuat
Tapi Si Culun, Sherinaku malah menahan amarahku.
“Kumohon jangan, aku tak ingin ada keributan. Beasiswaku terancam,” pintanya dengan memelas.
Melihat itu semua aku jadi memiliki ide licik. Aku bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk melindunginya. Aku akan cari tahu apa yang terjadi padanya, dan terakhir akan kubuat dia jatuh cinta padaku.
“Oke, gue gak akan meributkan hal itu. Tapi mulai dari sekarang lu adalah pacar gue, dan gue gak nerima penolakan,” tegasku.
Dan akhirnya, yang kurindukan 5 tahun terakhir, menjadi milikku.
⚘ ⚘ ⚘
Aku merasa lega, akhirnya aku bisa melindungi Sherina dari perundungan yang dilakulan Soraya dan yang lainnya.
Bisa ku lihat tatapan iri dari para gadis di sekolah pada Sherina.
“Sherinderella,” begitulah para gadis menjuluki kekasihku.
Banyak juga yang tak percaya, termasuk teman-teman dekatku. Pada Bara dan Kaif aku hanya menjawabnya dengan candaan yang mereka suka, “Luarnya boleh aja culun, tapi dalamnya gak kalah, bikin nagih,” jawabku asal dan akhirnya mereka percaya.
Jika Faqih cuek, tapi tidak dengan Naila. Gadis dari negeri Jiran itu terus menyerangku dengan pertanyaan dan peringatan.
Tapi tidak ada yang sempurna di dunia ini, aku yang kaya dan juga tampan, akhirnya harus menunjukkan sikap posesif, cemburu, dan tempramental milikku yang kadang sulit untuk ku kontrol.
Malam itu kami semua sedang berkumpul di sebuah club malam, termasuk Sherinaku. Aku bisa merasa betapa tak nyamannya dirinya, hingga tak pernah sekalipun aku melepaskan rangkulanku padanya.
Hinggas smua orang menghilang, hanya aku dan sherina yang tersisa di meja. Kuberanikan diriku untuk mengecup bibirnya, bukannya membalas namun yang ada Sherina malah mendorongku menjauh.
Aku yang kesal bercampur malu, akhirnya ý⁵⁵
“Hei, ada apa denganmu?” gerutuku, “Kenapa menolak untuk kucium hah?” bentakku.
“Aku tak bisa, aku tidak memiliki perasaan padamu, perasaanku sudah milik orang lain,” balas Sherina.
Dan dengan jawaban itu, Sherina sukses membangunkan iblis dalam diriku yang ku tawan selama ini.
Sejak malam itu, aku bertekad untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin dengannya.
Kuminta agar dia mau tinggal di apartemen bersamaku, tapi dia menolak.
Alhasil dia harus berjalan kaki dari rumahnya ke apartemenku setiap pagi hanya untuk membangunkanku dan membuatkan sarapan serta kebutuhanku.
Setiap pulang sekolah aku akan mengajaknya pulang bersama ke apartemenku, dengan alasan macam-macam, mulai dari beres-beres atau pekerjaan lain.
Hingga suatu siang di apartemen, baru saja aku kembali mencoba untuk memeluknya tapi segera Sherina menolakku lagi.
Aku menjadi sangat kesal, ditambah dengan fakta jika dia tak mengingat siapa diriku, meski sesekali aku memberi kode.
Sebuah pesan yang masuk ke ponselku semakin memperkeruh suasana.
Pesan yang berisi foto-foto Sherina sedang bersama seorang teman pria.
“Si*lan, meski dengan penampilan jelek seperti ini tapi lu tetap berani bermain dibelakang gue!” bentakku penuh emosi.
Sherina yang balas menatapku tajam makin menyulut emosiku, kuhancurkan semua barang yang berada di dekatnya, membuatnya ketakutan hingga menangis.
"Gadis culun sepertimu harus tahu sudah berurusan dengan siapa."
⚘ ⚘ ⚘.
Tak terasa sudah 10 bulan aku memaksa Sherina menjadi kekasihku.
Setiap hari masih sama, aku sudah bertekad tak akan berhenti menyiksanya sampai dia berhenti mengatakan jika hatinya sudah milik orang lain, "Bangs*t, beraninya Si Culun menyukai pria lain" umpatku.
Malam ini akan diadakan pesta prom night setelah pengumuman kelulusan, dan aku memaksa Sherina untuk tampil sebagai dirinya yang sebenarnya.
Ternyata keputusanku salah, semakin banyak teman pria yang berusaha mendekatinya, termasuk Bara.
Emosiku semakin memuncak tatkala kulihat Sherina tak menolak saat seorang pria memeluknya.
Dengan langkah lebar aku menghampiri keduanya. Kulayangkan satu pukulan di wajah pria yang berani menyentuh milikku.
Tanpa peduli tatapan orang lain, aku menyeret Sherina dengan kasar keluar dari tempat dilangsungkannya pesta.
Ku bawa Sherina ke apartemenku, tempat kami melewati hari demi hari selama 10 bulan ini.
Kujambak dengan kasar surainya, emosi karena cemburu telah menguasaiku.
"Katakan apa dia pria itu?" tanyaku.
Bukannya menjawab dan meminta maaf, tapi Sherina malah membela dirinya. Aku jadi semakin kesal, kulayangkan tamparan sekali lagi di wajahnya cantiknya.
“Memohonlah ampun agar aku berhenti,” batinku.
Tapi ternyata Sherina masih bersikukuh jika dia tidak bersalah dan tidak menjawabku.
Dan untuk ketiga kalinya, kulayangkan lagi tamparan di wajahnya.
Lalu... lalu.... tubuh Sherina ambruk, dia pingsan.
Dan aku menyesal.
“Maafkan aku.” Batinku.
⚘ ⚘ ⚘ to be continue ⚘ ⚘ ⚘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
vania
kamu hanya terobsesi sama sherin, itu bukan cinta, mana ada cinta tapi menyiksa orang yg dicintai sedemikian rupa
2022-07-08
1
Megantrow
mati saja kau sana gibran, sialan kau!
2022-07-08
2
🍁MulaiSukaSamaKamu(tyas)✅
gibran percaya fitnah dari seseorang dan melakukan kekerasan pada orang yang kamu cintai
cinta itu gk boleh dengan kekerasan sedikit pun
2022-07-08
0