Hasil tak akan pernah mengkhianati usaha.
Cepat atau lambat, usahamu akan membuahkan hasil.
Terima tantangan untuk merasakan nikmatnya kesuksesan dengan melakukan yang terbaik yang kamu bisa.
⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘
# Sherina POV #
Malam ku kali ini masih sama seperti malam-malam sebelumnya, sunyi, sepi.
Namun, segelap-gelapnya malam, setidaknya masih ada bintang yang memberinya cahaya.
Jauh berbeda denganku, seperti cahanya enggan membuatku bersinar di kegelapan.
Sebenarnya akulah yang selalu menyalahkan malam, menjadikan gelapnya sebagai alasan hatiku yang sepi.
Sebab sebanarnya, untuk melihat kegelapan, aku tak perlu menunggu malam tiba, karena di sudut hidupku yang sepi ada kegelapan disana.
Malam yang kian larut, tak ada lagi langkah kaki jemaah masjid yang sejak tadi bagai syair yang meramaikan sunyiku, tak ada lagi tawa anak-anak yang bercanda bagai sebuah lelucon yang menghibur, atau tak ada lagi yang melantunakan ayat-ayat suci yang sejak tadi menenangkanku di dalam ruang yang sempit dan gelap ini.
Sekilas ku lirik jam di ponselku, “Astaga malam kian larut dan mataku semakin sulit terpejam,” batinku.
Meski malam semakin larut, tapi yang bersarang di kepalaku sepertinya semakin bising, mengingatkanku pada kejadian menyedihkan beberapa bulan yang lalu.
(Flash Back On)
“Gibran, sepertinya Naila curiga dengan hubungan kita,” ucapku.
Saat ini adalah sudah waktunya pulang sekolah dan kami sedang di mobil menuju ke apartemen Gibran.
Kulirik Gibran yang mengernyitkan alisnya, “Lalu? Urusannya denganku apa?”
“Jangan bilang kamu berniat memberitahu Naila memgenai hubungan palsu kita?” lanjutnya bertanya.
Aku mengangguk, tapi melihat rahangnya yang mengeras aku segera mengubahnya menjadi sebuah gelengan.
“Sepertinya kamu tidak suka dengan hubungan palsu kita? Apa kamu tak merasa bahagia bersamaku? Bukannya sekarang kamu sudah bebas dari Soraya? Atau ada orang lain yang mengusikmu?" Tanya Gibran.
Kini gantian aku yang mengernyit, “Apakah pantas aku bahagia, jika nyatanya hubungan ini hanya palsu belaka? Terlebih sekarang bukankah orang lain yang mengusikku itu adalah dirinya sendiri?” batinku.
Ingin sekali ku suarakan semua isi hatiku. Jujur saja, kadang aku berpikir apa mungkin dia cemburu?
Gibran masih terus memandang padaku, dalam hati aku menggerutu karena lampu merah kali ini terasa begitu lama hanya karena pria ini tak mengalihkan pandangannya.
“Apa dari semua kebersamaan kita, pagi, siang, sore, bahkan malam, apa kamu tak pernah merasakan ada yang hal yang berbeda? Seperti kamu nyaman bersamaku?” tanya Gibran.
Namun kini Ia bertanya dengan lembut, membuatku melirik ke langit, apa mungkin akan turun hujan deras hingga Gibran tiba-tiba saja berucap lembut padaku.
“Hemmm.... Nyaman, aku nyaman kok,” ucapku di bibir.
Namun di hatiku, aku terus menggerutu, "Gimana mau nyaman kalau kamu memperlakukan aku bagai asisten yang selalu mengikutimu kemanapun."
⚘⚘⚘
Tak butuh waktu lama, aku dan Gibran sudah tiba di apartemen.
Seperti biasa, aku langsung melakukan tugasku, masuk ke kamarnya untuk mengambil pakaian kotor dan segera ke ruangan laundry untuk memasukkannya ke mesin cuci.
Sembari menunggu mesin cuci selesai dengan tugasnya, aku berkeliling melihat dapur yang ternyata bersih, lalu aku ke ruang tv dan melihat di sana juga tak ada yang perlu ku kerjakan.
Aku hendak kembali ke ruangan laundry namun Gibran memanggilku, “Sher... duduk sini gih,” ucapnya.
Meski ragu aku tetap mengikuti arahan tangannya untuk duduk berdekatan dengan Gibran.
“Sherina, aku kok merasa kita pernah bertemu sebelumnya? Bagaimana denganmu?” tanya Gibran.
"Apa lagi ini?" batinku.
"Apa dia sedang bermain tebak-tebakan? atau dia ingin mengujiku dengan sebuah tes? tes kejujuran? tes kepribadian?" batinku menerka-nerka.
Aku menggelengkan kepalaku, “Maaf Gibran, tapi ku rasa kita belum pernah bertemu sebelumnya,” jawabku.
Ku lihat wajah Gibran memerah, “Apa jawabanku salah?” batinku.
Tak kuduga Gibran malah semakin mendekatkan tubuhnya dan berusaha memelukku.
Sedang aku secara naluriah, dengan sigap menghindari pelukan Gibran.
Gibran menggeram, “Apa lagi alasanmu sekarang? Aku hanya ingin memeluk pacarku," bentaknya.
“Saat di club kamu menolak ketika aku ingin menciummu, aku hargai itu. Tapi kali ini aku hanya ingin memelukmu, tapi kau tetap menolakku, “ lanjut Gibran dengan suara yang masih meninggi.
Mataku mulai berkaca-kaca dan entah keberanian dari mana, aku membalas ucapan Gibran. Dengan lantang, garis bawahi aku berteriak padanya.
“Aku sudah bilang jika aku memiliki perasaan pada orang lain. Dan hubungan kita juga hanyalah hubungan palsu,” jelasku dengan berani.
“Perset*n dengan hubungan palsu sialan ini,“ bentaknya.
“Apa maksudmu? Apa yang kau inginkan dariku? ” Tanyaku. Tak sedikitpun aku melemahkan nada suaraku.
Sebenarnya aku sudah mulai lelah dengan semua sikap Gibran yang terkesan ambigu.
Aku menerima dia memperlakukanku seperti pembantunya karena aku merasa bersalah telah menolak ciumannya saat di club dan membuatnya malu.
Lalu sekarang apa lagi? Sekarang dia kembali marah padaku hanya karena aku yang tak mau dipeluk olehnya.
Sebenarnya apa maunya? Semua tindakannya sangat membingungkanku.
Ku lirik Gibran yang sedang merogoh sakunya, mengeluarkan ponselnya.
Entah apa yang dilihatnya, ku lihat salah satu tangannya mengepal dengan wajahnya yang putih sudah memerah.
“Brengs*k," makinya.
"Siapa dia?” bentaknya padaku.
Aku terperanjat, keberanianku yang tadi hilang entah kemana.
Dengan tubuh yang bergetar, aku mendekatkan wajahku ke ponselnya, “Ah, itu, itu adalah adik kelas kita di sekolah. Katanya dia dapat tugas dari klub jurnalis untuk mewawancarai siswa yang ikut lomba cerdas cermat, dan kebetulan saat itu dia bertemu denganku," jawabku jujur sesuai dengan kejadian 2 hari yang lalu.
Gibran bungkam, ku lihat dia mengetikkan sesuatu di ponselnya.
“Bohong,” bentaknya.
"Anak itu mengaku meminta nomor ponselmu dan kau memberinya," lanjutnya.
"What? apa dia langsung mencari tahu kebenarannya? Gila!" batinku.
"Aku tidak bohong, mana mungkin aku berani. Aku, aku difitnah," jawabku dengan tergugu menahan tangis.
“Si*lan, penampilan jelek seperti ini saja tapi lu berani bermain dengan pria lain dibelakang gue,” lanjutnya lagi makin membentakku.
Aku yang menjadi kesal karena Gibran terus menyalahkanku atas hal yang tidak kulakukan hanya membalasnya dengan tatapan tajam.
Tak ku sangka jika tindakanku memicu emosinya.
Dengan penuh amarah Ia hancurkan semua barang yang berada di dekatnya membuatku makin ketakutan dan tak lagi bisa menahan tangis.
Ada beberapa serpihan kaca yang menggores kakiku. Namun aku berusaha menahan perihnya, Karena ternyata perihnya hatiku mendengar umpatannya padaku jauh lebih sakit.
Gibran mencengkram daguku dengan kasar, “Kenapa? Kenapa kau menangis hah? Jangan coba main-main denganku Sherina,” ancamnya.
“Harusnya Gadis culun sepertimu tahu jika tidak boleh main-main saat berhadapan dengan orang sepertiku,” ucapnya.
Ia menghempaskan wajahku dengan kasar dan meninggalkanku sendiri di apartemen miliknya dengan air mata yang berderai.
(Flash back Off)
⚘⚘⚘
Aku menyesal mengingat Gibran, alhasil malam ini air mataku terus berlinang dan pagi ini aku terbangun dengan mata yang bengkak.
“Sebaiknya aku bersiap sekarang sebelum para jemaah masjid mulai berdatangan untuk shalat subuh,” gumamku.
Aku sadar jika yang kugunakan saat ini adalah sarana publik, hingga semua gerakanku sebisa mungkin kulakukan dengan kecepatan maksimum.
Berdandan sebagai Nana si culun juga tak sesulit dulu lagi, aku hanya perlu mengepang rambutku tanpa perlu menyisirnya terlebih dahulu, mengenakan kemeja dengan bagian kerah yang di kancingkan. Tak lupa alisku sengaja ku tebalkan tak beraturan dan sentuhan akhir adalah kacamata besar ini.
Setelah merasa semua siap, aku berjalan kaki menuju calon kampusku,”Aamiin,” batinku.
Segala macam doa telah kurapalkan mengiringi langkahku yang berjarak sekitar 100 Meter dari masjid tempatku menginap semalam.
Kulihat kampus masih sangat sepi, namun aku sudah menduganya.
Tentu saja karena saat ini masih kurang 15 menit lagi menuju jam 6 pagi.
Aku terkekeh, mengingat niatku yang memang ingin datang saat kampus masih sepi.
“Aku harus mengelilingi calon kampusku,” gumamku.
Kata Ayah, ucapan itu adalah doa. Makanya aku terus saja mengucapkan kampusku, kampusku, kampusku.
Menurut dosen yang kemarin kutemui sebenarnya pendaftaran mahasiswa baru telah selesai, sedang yang kuiikuti sekarang adalah seleksi penerimaan mahasiswa berprestasi untuk mendapatkan beasiswa.
Lihatkan kebesaran Tuhan? Dia mempertemukanku dengan Bu Ayu, malaikat penolong disaat aku hampir putus asa.
BRAKKKK!
“Astaga, apa itu?”pekikku karena terkejut.
Aku berlari ke sumber suara, lalu kulihat seorang wanita paruh baya yang bertubuh gempal sedang berusaha berdiri setelah terjatuh.
Segera kuhampiri dan kubantu, “Makasih Mbak,” ucapnya ramah dan lembut dengan dialek yang khas.
“Iya.... Ehmmmm....,” aku agak ragu ingin memanggilnya apa.
“Mbok Yati, panggil Mbok Yati aja Mbak,” selanya, yang kubalas dengan anggukan.
Setelah menolongnya entah mengapa aku jadi khawatir jika harus meninggalkan Mbok Yati sendiri.
Akhirnya kuurungkan niatku untuk mengelilingi kampus, aku malah mengikuti Si Mbok, sesekali membatunya yang sedang mengerjakan tugasnya sebagai cleaning service.
Dari Mbok Yati aku mengetahui jika beliau sudah bekerja sebagai cleaning service di kampus selama 30 tahun, dan 2 tahun terakhir Ia memilih tinggal di gudang universitas.
Cukup menghemat dibanding jika Ia bertahan di rumah kontrakan, dirinya hanya seorang diri dan juga hanya Ia tempati untuk tidur. Menurutnya itu pemborosan.
Putranya kini sudah lulus S1 dan mendapatkan pekerjaan yang cukup baik di Semarang.
Itulah Si Mbok mungkin tak akan lama lagi berada di kampus.
Aku menghela napasku, “Padahal baru saja aku menyukai mengobrol dengan Mbok Yati, banyak pesan yang bisa ku ambil dari ceritanya,” batinku.
Namun tiba-tiba aku menyadari sesuatu,
“Ehmmm.... Jika Mbok Yati berhenti, berarti gudang gak ada yang tempatin dong, aku juga bisa dapat pekerjaan sekaligus tempat tinggal,” gumamku lirih.
“Memangnya Mbak Sherina mau kerja gantiin si Mbok? Kau mau Mbok omongin ke staff kampus, Anak si Mbok soalnya udah nanyain terus kapan Mbok berhenti.” keluhnya.
Sedang aku mengangguk dengan sangat antusias.
“Aku mau Mbok, aku mau,” sahutku.
“Terimakasih Mbok,” ujarku,
“ Terimakasih Ya Tuhan,” Syukurku pada Yang Maha Kuasa.
⚘⚘⚘⚘ To be continue ⚘⚘⚘⚘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
zhA_ yUy𝓪∆𝚛z
semoga jalanMu disini dimudahkan...
2022-07-26
1
vania
dijakarta kamu dikelilingi manusia bejat sherin, tpi sekarang kamu dekelilingi orang baik
2022-07-08
2
Megantrow
semoga di mudahkan jalanmu nak
2022-07-08
2