Bab 6. Rencana dan Tujuan

Aku tak akan pernah bisa kemanapun, jika

hanya memiliki rencana tanpa memiliki tujuan.

Sama halnya jika aku hanya tahu bermimpi,

tanpa tahu cara membuat rencana.

Saat ini aku berencana untuk mulai meraih

impianku.

Dan targetku adalah kalian yang telah

meremehkanku.

Aku tak akan melakukan hal sia-sia dan

membuang energiku.

Tunggu aku kembali.

⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘

# Sherina POV #

“Kok bisa sih ada orang gila

berkeliaran?”

“Bagaimana kalau Ibu itu tiba-tiba

membuat kerusuhan?”

“Huuuuwwwaaaa……. Mama… Adek takut, ada

orang gila…”

Sekiranya seperti itulah, keluhan yang dapat kudengar dari orang-orang yang berada di sekitarku.

Aku hanya bisa menelan salivaku, sesekali

mengelus dada berharap agar diberikan kesabaran ekstra untuk menghadapi

berbagai cercaan dan hinaan dari orang lain. "Perjalananku dengan bus ini masih panjang," gumamku menguatkan diri.

“Eh.. Culun! Pindah kamu!” Perintah seorang remaja pria dengan kasar padaku dan Bunda.

Ku katakan kasar, sebab dari pandanganku mungkin usianya lebih muda dariku.

“Kenapa harus pindah? Saya lebih dulu

menempati tempat duduk ini,” ucapku membela diri.

“Heh, kamu gak lihat anak kecil itu sejak

tadi menangis ketakutan karena kamu membawa orang gila,” balasnya tetap

membentakku.

Aku akhirnya menoleh, melihat kearah anak

kecil yang dimaksud dan benar saja anak itu sedang terisak-isak sambil sesekali

melirik kearah Bunda.

Aku menghela napasku, tak ada lagi

pembelaan yang dapat aku katakan. Memang benar, sedari tadi beberapa kali

Bunda berteriak histeris, entah apa yang sedang dipikirkannya.

Dengan terpaksa aku mengumpulkan semua

barang-barangku, lalu mengajak Bunda untuk pindah ke kursi  paling belakang pada bus.

Seingatku aku juga sudah pernah melewati

masa-masa yang sulit, namun rasanya tak sesakit ini.

Entah mengapa, apakah mungkin karena kini

tak ada lagi Ayah dan Shafiyyah.

Sesekali aku menatap dalam pada netra

Bundaku. Netra yang sangat indah, warnanya sama dengan warna netra milikku, abu

kebiruan.

“Bunda, kemana perginya tatapan hangatmu?”

batinku.

Kedua tangannya kugenggam erat, “Kumohon

cepatlah pulih Bunda, aku sangat memerlukan kehadiranmu sebagai sandaranku saat ini,” lanjutku membatin.

“Ayah, Fiyyah, apa kalian sudah merasa

lebih tenang sekarang? Apa Fiyyah sekarang sudah tak sakit lagi?” tanyaku dalam

hati, pandanganku menerawang ke gelapnya malam  lewat jendela bus.

“Ayah, Fiyyah, mengapa tak meninggalkan

beberapa pesan padaku? Agar aku tahu harus seperti apa setelah kalian pergi,” batinku.

“Jika aku dan Bunda menyusul kalian, apakah

kita bisa Kembali bersama?” tanyaku.

Mungkin yang dimaksud orang-orang itu

sebagai orang gila adalah aku. Rasanya aku lebih memilih menjadi gila, dari pada harus merasakan kembali rentetan kemalangan yang menimpaku akhir-akhir ini.

⚘⚘⚘⚘

Langkahku terhenti Ketika aku dan bunda

sudah berdiri di depan sebuah rumah dengan halaman yang sangat luas.

Aku menimbang-nimbang, apakah kami harus

masuk sekarang atau tidak.

Enam belas jam perjalanan bukanlah waktu yang singkat, aku yakin kini Bunda sangatlah lelah.

Kuedarkan pandanganku ke sekeliling,

suasana masih sunyi senyap, bahkan ayampun masih enggan untuk berkokok.

“Permisi, kalian sedang mencari sesuatu?”

ucap seorang wanita yang sukses membuatku terperanjat.

Menyadari aku yang terkejut dibuatnya,

wanita itu lantas memohon maaf.

“Maaf jika aku mengejutkan kalian, tapi mungkin

aku bisa membantu kalian. Apa kalian sedang mencari seseorang?” Lanjutnya

bertanya dengan sangat ramah.

Dari penampilannya yang menggunakan mukenah dan menenteng sajadah, kupikir wanita ini baru saja kembali dari Shalat subuh

di masjid.

“Aku dan Bunda baru saja tiba dari Jakarta,

Kami sedang mencari kediaman bibiku,” jawabku, “Namanya Bibi Wita.”

Kulihat kening wanita itu mengernyit, Ia

lantas maju beberapa langkah ke depan dan mengamati wajahku dan wajah bunda

bergantian.

Kedua tangannya lalu menangkup pipiku, “Apa

kamu Sherina? Apa kamu putri dari Mas Fendi?” tanyanya bersemangat.

Aku hanya mengangguk, ingin menjawab namun sulit karena wajahku masih ditangkup olehnya.

Kedua netra wanita itu terlihat berkaca-kaca, “Terimakasih Tuhan, akhirnya hari ini datang juga. Aku bisa menemui kalian berdua,” ucapnya sembari memelukku, “Aku adalah Bibi-mu, Bibi Wita. Saudara kembar dari Mas Effendi,” jelasnya setelah melepas pelukannya padaku.

Wanita yang mengaku sebagai Bibi Wita kini hendak memeluk Bunda, namun baru saja Bi Wita hendak mendekat, Bunda melangkah mundur dan berlindung dibalik punggungku.

Bi Wita hanya menatap padaku seolah meminta

penjelasan.

“Bolehkah kita bicara di dalam saja Bi?

Maaf jika merepotkan, tapi kondisi Bunda saat ini masih dalam keadaan yang

kurang sehat,” jelasku.

Bi Wita mengangguk setuju, lalu menuntun

kami masuk ke dalam rumahnya.

“Maaf jika rumah Bibi sangat kecil, Bibi

hanya tinggal seorang diri sejak suami Bibi meninggal dunia,” Ujarnya.

Aku bisa merasakan adanya kerinduam teramat dalam saat Bibi membahas suaminya yang telah tiada.

Kupikir Bibi akan segera mencecarku dengan

berbagai pertanyaan, ternyata aku salah.

Beliau memintaku dan Bunda untuk beristirahat lebih dulu.

"Bibi Wita sangat pengertian, sama seperti Ayah," lirihku.

⚘⚘⚘⚘

# Bibi Wita POV #

Rasanya ingin sekali aku menanyakan banyak

hal pada Sherina dan Ibunya, tapi melihat wajah keduanya yang sangat kelelahan dan mengantuk, aku sungguh tak tega jika harus memberondong keduanya dengan berbagai pertanyaan.

“Mengapa mereka berdua bisa sampai di sini

tanpa ada Mas Fendi?” batinku terus memikirkan hal ini.

Perasaanku mulai berkecamuk, jujur saja aku

gelisah.

Apa yang terjadi pada saudara kembar yang

telah belasan tahun tak kutemui.

Aku semakin yakin jika sesuatu yang buruk

mungkin saja telah terjadi, apalagi ketika melihat kondisi wanita yang dipanggil

Sherina dengan sebutan Bunda.

Seperti biasa, setelah menunaikan shalat

subuh berjamaah di masjid, pulangnya aku akan langsung membaca ayat-ayat suci

Al-Qur’an.

Entah karena suaraku atau mungkin suara

ayam yang berkokok, namun perhatianku teralihkan ketika pintu kamar Sherina

terbuka.

”Bibi, maaf aku bahkan belum memperkenalkan

diri dengan benar tapi aku sudah tertidur,” sesal gadis itu.

“Tak apa, kamu terlihat sangat lelah dan mengantuk, sudah sewajarnya kamu

tidur,” balasku.

“Aku akan membuatkanmu sesuatu yang hangat, mau teh atau susu?” tawarku.

“Tak perlu Bibi, jika ingin aku akan membuatnya sendiri,” tolaknya.

Aku menggeleng, dan hendak berdiri dari

kursiku, ketika Ia memberitakan kabar buruk itu.

“Ayah…. Ayah… Ayahku telah tiada Bi,”

ucapnya dengan suara bergetar.

“Ayahku dan Shafiyyah,” Ia Kembali terisak,

“ Mereka telah meninggal dunia sebulan yang lalu Bi,” lanjutnya.

Duuuuaaarrrr!!!

Rasanya seperti ada petir yang menggelegar

tepat di atas kepalaku.

Aku kembali duduk di kursi yang kutempati

sebelumnya dengan gerakan kaku, kurasakan denyut jantungku yang memompa berkali-kali lebih cepat dari biasanya.

Rasanya dadaku sangat sesak sedang air mataku, kuyakin telah berlinang

membasahi pipiku, “Mas Effendi,” lirihku dengan terisak.

“Mas Effendi mengapa pergi begitu cepat

Mas,” ucapku beberapa detik kemudian.

Aku menangis, meraung-raung jika aku kini

sendirian di dunia ini.

Lalu ditengah tangisanku yang semakin menjadi-jadi, kurasakan ada tangan yang menarikku kedalam pelukan yang hangat.

“Bibi tidak sendiri, masih ada aku dan

Bunda,” ucapnya.

Kalimat yang singkat namun mampu

menenangkanku, perlahan-lahan kurasakan degupan jantungku perlahan-lahan mulai

kembali normal seiring dengan usapan tangan gadis muda di punggungku.

“Ada aku dan Bunda Bi, kita tak sendiri,”

Ucapnya terus-menerus tanpa henti.

Entah benar atau tidak, tapi kurasakan

pundakku juga basah, mungkin karena air mata gadis ini.

“Kau benar Nak, kita tak sendiri,” ucapku

yang kini membalas pelukannya.

⚘⚘⚘⚘

Ku pandangi wajah cantik wanita berdarah campuran Indonesia-Rusia yang kini duduk termenung di teras rumahku.

“Aku harusnya tak boleh lagi mengeluh atas

kepergian suamiku, Aku masih beruntung karena hingga kini aku masih melanjutkan

hidup dengan baik, meski sesekali harus menangis karena kerinduan yang sangat

menyiksa,” batinku.

Tapi Yasmin, meski tak mengurangi

kecantikan wajahnya, namun jelas sekali terlihat jika wanita ini tengah menanggung beban yang sangat berat setelah kepergian Mas Effendi, hingga membuatnya menjadi kehilangan arah seperti saat ini.

Tatapan kosong, tak ada semangat, dan yang membuat hatiku meringis, sesekali Ia akan histeris mencari keberadaan saudara kembar dan ponakanku yang telah tiada.

Sherina sudah menceritakan segalanya,

kronologi kejadian kecelakaan itu hanya Yasmin yang mengetahuinya, namun sayang

sepertinya takdir belum ingin mengungkap kebenarannya.

Pandanganku teralihkan kepada gadis

berkepang dua yang kini sedang menyiram tanaman di halaman rumahku, “Apa yang

terjadi padanya? Selain kepergian ayah dan adiknya, aku yakin masih ada hal

lain yang membebani pikirannya,” batinku.

Ingatanku kembali pada beberapa tahun yang

lalu saat Mas Effendi mengirimkanku beberapa kain batik sebagai ucapan terimakasih karena telah membantu menjual beberapa bidang tanahnya di desa ini.

Di dalam kain batik itu terselip sebuah foto seorang gadis kecil dengan warna

bola mata yang sama seperti milik Sherina. Yang berbeda, gadis kecil di foto

itu terlihat sangat bahagia saat duduk memangku adiknya yang masih bayi.

“Kemana Sherina kecil yang cantik? Apa

waktu yang membuatnya berubah seperti ini? Atau apa mungkin takdir? “

~ ~ ~ ~

# Sherina POV #

Sudah 2 minggu berlalu, aku sangat nyaman

tinggal di rumah Bibi. Warga di sini sangat ramah, meski aku tetap sembunyi sebagai

Nana yang culun, tak ada dari mereka yang meremehkanku.

“Ternyata benar kualitas pendidikan

seseorang  sungguh tak menjamin orang itu

paham caranya menghargai orang lain,” batinku.

Meski disini para penduduknya lebih banyak

hanya menempuh pendidikan hingga di bangku SMA, tapi mereka lebih manusiawi

dibanding dengan teman-temanku yang menempuh Pendidikan lebih tinggi.

Kemarin aku dan Bibi sudah membahas

mengenai aku yang tak ingin melanjutkan kuliah, aku ingin tetap di sini bersama

Bibi dan tetap menjaga Bunda.

Kupikir pembahasan kami sudah usai, namun

ternyata pagi ini Bibi kembali membahasnya.

Diletakkannya sebuah amplop putih di

hadapanku, “Itu adalah peninggalan terakhir dari Ayahmu,” ucapnya.

“Sewaktu dulu Bibi membantu Ayahmu menjual

tanahnya, Ia berpesan untuk meninggalkan sepetak yang akan dia berikan padamu

untuk dijadikan sebagai bekal ketika kamu akan menikah,” lanjut Bibi.

Kulihat Bibi memejamkan matanya guna

menahan linangan air matanya.

“Tanah itu sudah Bibi jual kemarin, dan itu

adalah hasil penjualannya. Bibi juga sudah tambahkan sedikit dari tabungan

Bibi,” ucapnya.

“Meski tak seberapa, tapi Bibi ingin kamu

pergi mengejar cita-citamu dengan uang itu. Buatlah ayahmu bangga  padamu, mengenai Bundamu, tinggalkan saja di sini. Bundamu juga adalah kakak Bibi, sama seperti Mas Fendi. Bibi yang akan merawatnya,” Ujar Bi Wita.

Aku tak dapat berkata-kata lagi, aku hanya

mampu memeluk Bibi dengan erat. Mengucapkan terimakasih berulang-ulang.

“Mungkin benar ucapan Bibi, aku harus membuat Ayah bangga. Pasti ada alasan mengapa ayah sampai menulis alamat Bibi dibalik foto ku dan Shafiyyah pada dompetnya, aku yakin jika ini maksudnya," Batinku.

“Tenanglah di sana Ayah, aku berjanji akan

menggapai impianku, akan ku bawakan keadilan untukmu dan Shafiyyah,” tekadku

dalam hati.

Yogyakarta, kota yang juga terkenal dengan

sebutan kota pelajar. Di sanalah aku berencana untuk berusaha menggapai mimpiku. Kini aku sudah memiliki rencana, aku juga sudah memiliki tempat yang ingin ku tuju, dan targetku sudah jelas, yaitu kalian.

⚘⚘⚘ To be continue ⚘⚘⚘

Terpopuler

Comments

vania

vania

ayo bangkit sherin jangan terpuruk dengan cacian orang² bejat, jadikan cacian itu sebagai cambuk buat menggapai masa depan

2022-07-08

1

Megantrow

Megantrow

bnyak bnget bawang di episode ini😭😭😭😭

2022-07-08

2

🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧

🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧

jejak ku

2022-07-06

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Roda kehidupan
2 Bab 2. Bukan lagi Sherina
3 Bab 3. Petaka
4 Bab 4. Aku kembali
5 Bab 5. Bye, Jakarta
6 Bab 6. Rencana dan Tujuan
7 Bab 7. Masih banyak orang baik
8 Bab 8. Semua ada hikmahnya
9 Bab 9. Sesal jadi Dendam
10 Bab 10. Harsya Baskara - 1
11 Bab 11. Harsya Baskara - 2
12 Bab 12. Siapa Harsya?
13 Bab 13. Sepi
14 Bab 14. FuntasThree of El-Fatih
15 Bab 15. Saling Jujur
16 Bab 16. Awal mengubah takdir
17 Bab 17. Bertemu Rafie
18 Bab 18. Be the real Sherina Kanza
19 Bab 19. Jakarta, Aku kembali
20 Bab 20. Pertemuan pertama
21 BAB 21.BERTEMU SANG MANTAN KEKASIH [PALSU]
22 Bab 22. Tunangan wanita lain
23 Bab 23. Tak pernah berakhir
24 Bab 24. Ulang tahun Sherina - 1
25 Bab 25. Ulang tahun Sherina - 2
26 Bab 26. Belum terlambat, kan?
27 Bab 27. Dukungan Ayah
28 Bab 28. Liontin Angsa
29 Bab 29. Persiapan reuni
30 Bab 30. Reuni
31 Bab 31. Dilema
32 Bab 32. Dia ada di mana-mana
33 Bab 33. Suka, Cinta, Jatuh hati, dan Obsesi
34 Bab 34. Licik dan Pemaksa
35 Bab 35. Penawaran rahasia
36 Bab 36. Kekasih (palsu) lagi?!
37 Bab 37. Restu Sahabat
38 Bab 38. Isi hati ayah
39 Bab 39. Dipermalukan lagi
40 Bab 40. Menyampaikan rasa
41 Bab 41. Sisi lain Gibran
42 Bab 42. Cinta pertama Pasha
43 Bab 43. Amarah Pasha
44 Bab 44. Cinta pertama dua pria
45 Bab 45. Bukan Kesalahpahaman
46 Bab 46. Dosen Cantik Kekasih Si Bos
47 Bab 47. Mulai terkuak
48 Bab 48. Mencintai semua tentangmu
Episodes

Updated 48 Episodes

1
Bab 1. Roda kehidupan
2
Bab 2. Bukan lagi Sherina
3
Bab 3. Petaka
4
Bab 4. Aku kembali
5
Bab 5. Bye, Jakarta
6
Bab 6. Rencana dan Tujuan
7
Bab 7. Masih banyak orang baik
8
Bab 8. Semua ada hikmahnya
9
Bab 9. Sesal jadi Dendam
10
Bab 10. Harsya Baskara - 1
11
Bab 11. Harsya Baskara - 2
12
Bab 12. Siapa Harsya?
13
Bab 13. Sepi
14
Bab 14. FuntasThree of El-Fatih
15
Bab 15. Saling Jujur
16
Bab 16. Awal mengubah takdir
17
Bab 17. Bertemu Rafie
18
Bab 18. Be the real Sherina Kanza
19
Bab 19. Jakarta, Aku kembali
20
Bab 20. Pertemuan pertama
21
BAB 21.BERTEMU SANG MANTAN KEKASIH [PALSU]
22
Bab 22. Tunangan wanita lain
23
Bab 23. Tak pernah berakhir
24
Bab 24. Ulang tahun Sherina - 1
25
Bab 25. Ulang tahun Sherina - 2
26
Bab 26. Belum terlambat, kan?
27
Bab 27. Dukungan Ayah
28
Bab 28. Liontin Angsa
29
Bab 29. Persiapan reuni
30
Bab 30. Reuni
31
Bab 31. Dilema
32
Bab 32. Dia ada di mana-mana
33
Bab 33. Suka, Cinta, Jatuh hati, dan Obsesi
34
Bab 34. Licik dan Pemaksa
35
Bab 35. Penawaran rahasia
36
Bab 36. Kekasih (palsu) lagi?!
37
Bab 37. Restu Sahabat
38
Bab 38. Isi hati ayah
39
Bab 39. Dipermalukan lagi
40
Bab 40. Menyampaikan rasa
41
Bab 41. Sisi lain Gibran
42
Bab 42. Cinta pertama Pasha
43
Bab 43. Amarah Pasha
44
Bab 44. Cinta pertama dua pria
45
Bab 45. Bukan Kesalahpahaman
46
Bab 46. Dosen Cantik Kekasih Si Bos
47
Bab 47. Mulai terkuak
48
Bab 48. Mencintai semua tentangmu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!