Yang kutakutkan adalah menjadi terlalu sibuk, hingga tak ada waktu bagi keluargaku.
Aku takut jika aku sempat melupakan pentingnya keberadaan mereka dalam hidupku.
Keluargaku yang sederhana tapi dipenuhi kehangatan yang luar biasa menenangkan, yang selalu mengingatkanku untuk pulang.
⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘
(Flash back On)
#Bunda Yasmin POV#
Sejak seminggu yang lalu, aku tak pernah berhenti mengagumi hasil ujian nasional Sherina, putri sulungku. Ia berhasil keluar sebagai peringkat pertama di sekolah yang terkenal itu.
Sejak kehidupan keluarga kami berubah, aku akhirnya merasakan pedihnya menjadi orang tak punya.
Aku tak pernah mengeluh meski terkadang perutku bergemuruh meminta diisi.
Aku juga tak pernah mengeluh meski tak ada ruang lapang untuk anakku tumbuh, belajar,dan bermain di rumah kontrakan yang super kecil ini.
Tapi, mengapa hanya dengan mereka mengucilkan putri-putriku, rasanya aku seperti ingin bumi menelan kami sekeluarga.
Bukannya aku menutup mata dari semua yang dialami Sherina, tapi aku tak ingin berbuat sesuatu yang bisa mengacaukan beasiswanya.
Dan lihatlah sekarang, putri itu kembali membuatju bangga.
Tok.... Tok... Tok....
Suara ketukan terdengar dari pintu kayu.
Segera aku beranjak membukanya.
“Selamat siang Bunda,” ucap seorang pria padaku.
“Siang Gibran,” balasku.
Pria itu adalah Gibran, kekasih Sherina.
Setelah menyilahkan Gibran untuk masuk, segera aku beranjak untuk memanggil Sherina.
“Sayang, bangunlah....” Ucapku dengan lembut dan sesekali mengusap lembut pucuk kepalanya.
“Sayang, bangunlah.... Ada Gibran di luar,” ucapku.
Mendengar nama Gibran, Sherina segera bangkit, memakai kacamata tebalnya dan mencepol rambutnya asal lalu keluar menemui Gibran.
“Gibran, ada apa kemari?” samar-samar ku dengar suara Sherina bertanya pada Gibran.
“Bersiaplah, kita akan pergi ke suatu tempat agar kamu pantas bersanding denganku di prom night party,” titah Gibran.
Aku yang mendengar hal itu, segera menyetujui ucapan kekasih putriku.
“Kasihan Sherina, seharusnya dia bisa merawat diri seperti teman seuisanya, namum sayang keadaan kami saat ini tak mampu mewujudkannya,” batinku.
“Benar apa yang dikatakan Gibran, jika hendak ke pesta itu sepertinya kamu harus bersiap dari sekarang,” ucapku mendukung usulan Gibran.
“Tapi aku tak berniat pergi Bunda,” rengek Sherina.
“Ekheemm....” Dehaman Gibran sudah menjelaskan semuanya, pria itu sedang tak ingin dibantah.
Dengan langkah lesu dan gontai Sherina kembali ke kamarnya untuk menyiapkan beberapa keperluannya.
Berselang berapa lama keduanya sudah berada di dalam mobil Gibran setelah sebelumnya Gibran maupun Sherina mencium punggung tanganku untuk berpamitan.
Salah satu hal yang kusuka dari Gibran, dia sopan dan sangat menghormati orang yang lebih tua.
Selain itu Gibran berasal dari keluarga terpandang, sudah pasti jika Sherina terus berhubungan dengannya, maka semua kebutuhan hidupnya sudah pasti akan terjamin, pikirku.
⚘⚘
Jam kecil berentuk lingkaran yang menghiasi meja kayu yang digunakan sebagai meja rias untuk diriku dan Sherina berbunyi.
“Astaga, 15 menit lagi pukul 12 malam. Dan Sherina belum saja kembali,” pekikku agak keras hingga membangunkan suamiku yang sedang terlelap dengan pulasnya.
“Ada apa Bun?” tanyanya.
“Sherina belum pulang Yah,,,” jawabku.
“Mungkin dia tinggal di apartemen Gibran “ Ucap Effendi.
“Jika bermalam di apartemen Gibran, mereka akan selalu memberi kabar entah itu kabar dari Sherina, atau langsung dari Gibran,” jelasku.
Aku yang terus-terusan gelisah, keluar masuk kamar hanya untuk mengecek kepulangan putri sulungku akhirnya mengganggu tidur Shafiyyah, putri bungsuku dan Ayahnya.
Kulihat suamiku menghubungi seseorang, lalu sedetik kemudian wajahnya yang tadi tenang kini juga berubah gelisah.
Lalu, ku dengar suamiku juga menghubungi Naila, yang tak lain satu-satunya sahabat putriku yang kami kenal.
“Bunda dan Fiyyah tidurlah kembali, Ayah akan pergi mengecek ke tempat pesta berlangsung,” ucapnya membuatku semakin khawatir.
“Ada apa ayah? Apa terjadi sesuatu? Jangan menyembunyikan apapun dariku, Sherina juga putriku,” ucapku dengan tegas.
Aku adalah Ibunya, yang mengandung 9 bulan di dalam rahimku, melahirkannya ke dunia dengan taruhan nyawaku, bersama Sherina putri pertamaku aku belajar bagaimana caranya menjadi seorang Ibu. Sherina adalah tempatku banyak melakukan kesalahan karena ketidak tahuanku menjadi Ibu yang baik.
“Aku ikut Yah,” putusku.
“Jika terus gelisah seperti ini, bisa saja aku meninggal lebih cepat karena stres memikirkan keberadaan putriku,” ujarku.
Kulihat suamiku menghela napas panjang, jelas Ia tahu bagaimana aku jika sudah bertekad maka akan sulit untuk membujukku.
“Baiklah, tapi Fiyyah?” Ia menjeda kalimatnya, “Tinggal di rumah yah sayang, kunci pintunya lalu tidurlah kembali, Ayah dan Bunda pergi sebentar menjemput Mbak Sherina yah,” bujuk suamiku.
Namun kulihat Fiyyah terus menggeleng sambil berlinang air mata.
“Jika terus seperti ini, kapan kami perginya?” batinku.
Segera aku menyiapkan jaket dan topi untuk Shafiyyah yang berusia 12 tahun.
“Kita pergi bersama, kita akan lebih tenang jika bersama,” usulku.
Sumaiku tak lagi bisa mencegahku karena aku sudah menggendong Fiyyah keluar rumah, berdiri di samping motor butut pinjaman dari sekolah tempat suamiku mengajar.
⚘⚘⚘
Tak menjadi masalah jika harus duduk berhimpitan bertiga di atas motor. Sudah biasa bagi keluarga kami, bahkan dulu saat Sherina seusia Fiyyah kami pernah naik motor berempat.
Sekitar 20 menit perjalanan, selama itu pula aku tak hentinya menghubungi ponsel putriku.
Fiyyah yang duduk diantara aku dan suamiku sesekali duduknya miring ke kiri dan kanan karena tak kuasa menahan kantuk.
Disaat suamiku sedang mengembalikan keseimbangan motor, dari arah berlawanan ada sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi, cahaya dari lampu mobilnya menyilaukan pandangan suamiku, hingga bersusah payah menormalkan penglihatannya hingga motor semakin tak seimbang dan akhirnya mobil tadi menyerempet motor kami dari samping.
Aku bisa merasakan sakitnya tubuhku yang ikut terseret oleh motor yang terseret sekitar 5 meter setelah kehilangan keseimbangannya.
Dari tempatku kini terbaring, kuedarkan pandangaku, kulihat suamiku yang masih terus berputar-putar dengan motor karena kakinya yang tersangkut pada bagian motor, lalu kembali aku mencari Fiyyah dan kulihat Ia tak jauh dariku berharap semoga putriku baik-baik saja karena aku ingat jelas betapa eratnya kudekap Ia saat kami terseret tadi.
Aku yang tak kuat lagi menahan perihnya luka di sekujur tubuhku, perlahan mulai memejamkan mataku, namun sorot cahaya yang familiar menusuk langsung ke retinaku, hingga aku batal terpejam.
“Cahaya ini, bukankah cahaya yang tadi menyilaukan kami?” Batinku yang bertanya kini memaksaku untuk kembali terjaga.
Sepertinya ada dua orang pria dan wanita, tak ada hal lain lagi yang bisa ditangkap oleh netraku selain membedakan dari bayangan surai yang tergerai.
Namun samar-samar kudengar seorang pria berkata, “Ini semua karena kegilaan lu, seandainya lu tidak menggoda gue, tak mungkin kita menabrak seperti ini,” ungkapnya.
“Cih, bukannya lu juga menikmati setiap gerakan gue. Lu yang minta sesuatu yang gila, gue cuma melakukan sesuai perintah,” sanggah sang wanita tak ingin di salahkan seorang diri.
Ingin rasanya aku berteriak pada keduanya, dari pada mereka sibuk berdebat, lebih baik jika mereka membawa putriku ke rumah sakit.
“Lihat, bukankah dia guru kita sewaktu Junior High School?” ucap sang wanita terkejut.
“Dia sepertinya sudah tak bergerak, apa dia meninggal?” lanjutnya, suaranya terdengar sangat panik.
“Heh, apa yang lu lakuin? Ayo buruan pergi, jalanan di sini sepi, gak ada yang lihat juga kok,” teriak si pria.
Sang wanita mengangguk lalu ikut masuk ke dalam mobil dan perlahan cahaya menyilaukan tadi pergi meninggalkan kami dalam kegelapan.
Dalam kegelapan dan dinginnya malam aku hanya bisa menangis tanpa suara, “Apa benar suamiku telah tiada? Aku belum siap Tuhan ditinggalkan olehnya,” batinku.
“Lalu bagaimana dengan Fiyyah?”
Sekuat tenaga aku ingin menggapai putriku yang tak jauh dari kami, namun rasa sakit di tubuhku masih jauh lebih hebat dari tekadku.
“Sherina... Putriku... Di mana kamu Nak? Semoga Tuhan senantiasa melindungimu, jika Tuhan mendengar doaku, tolong kirimkanlah pertolonganmu pada kami, putriku masih butuh seseorang untuk menjadi alasannya bertahan hidup,” batinku menangis dalam setiap kata yang kuucap. Hingga akhirnya netraku lelah menangis dan akupun tak sadarkan diri.
⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘
# Author POV #
“Sial... Sial... mengapa itik buruk rupa itu bisa kembali menjadi angsa yang cantik?” umpatan Soraya terus saja terdengar sejak Gibran dan Sherina memasuki ballroom hotel tempat berlangsungnya pesta Prom Night El-Fatih Senior High School.
“Sumpah yah, Sherina itu bodoh banget tau gak, wajah secantik itu dia sembunyiin di balik dandanan culunnya. Tau gitu dari dulu gue gebet doi,” celetuk Kaif yang langsung mendapat cubitan dari Elena.
“Gue bilang juga apa Ay... Lu harus gerak cepat misahin Gibran dan Sherina. Lu lihat aja betapa posesifnya Gibran, gue curiga dia memang udah cinta banget sama Sherina,” ucap Elena ikut menimpali ucapan kekasihnya, Kaif.
Soraya terlihat mengepalkan tangannya, “Oke, sekarang kita kasi pelajaran si Culun itu,” tekad Soraya, “Tapi kalian semua harus bantuin gue,” pintanya.
Kaif hanya mengangguk saja, sedangkan Bara mengernyirkan alisnya.
“Apa imbalan yang gue dapat kalau gue bantuin lu?” tanya Bara.
“Anything for you beib,” jawab Soraya diikuti satu kedipan yang memiliki beribu arti bagi keduanya.
“Oke, gue ikut. Gimana rencananya?”
Keempatnya kini sedang mengatur rencana untuk membuat Gibran cemburu.
Dimulai dengan Kaif yang dengan sengaja terus-menerus memuji Sherina di hadapan Gibran, lalu Elena yang mengajak Sherina juga Naila menjauh dari para prianya. Sedangkan Soraya sudah siap dengan kameranya.
Saat sudah di tempat yang agak sepi, Elena berpura-pura sakit perut dan dengan sengaja menarik Naila menjauh.
Saat itulah muncul seorang pria bersama Bara yang terang-terangan menggoda Sherina.
Sherina mulai ketakutan, Ia beringsut mundur namun Bara dan teman prianya tetap tak menghentikan aksinya.
“Sher, ternyata lu berlian yang tersembunyi heh. Gibran ngasih lu apa sampai lu mau jadi pacarnya, lu di bayar berapa? Gue bisa ngasih 2 kali lipat asal lu mau tidur bareng kita berdua malam ini,” ucap Bara menghina Sherina.
Baru saja Sherina hendak menampar Bara, namun tangannya segera dicekal pria yang satunya lagi.
“Jangan macam-macam Sherina, selagi gue meminta dengan lembut. Bisa saja gue berlaku kasar,” ancam Bara.
“A... A.. Aku akan aduin pada Gibran ini semua, dia gak akan ampunin kamu kalau tahu apa yang sudah kamu lakukan,” ancam Sherina, entah dari mana keberaniannya.
Lalu terdengar sebuah langkah kaki, dan tiba-tiba teman pria Bara berubah dari mencengkram pergelangan tangan Sherina, kini Ia sampirkan kedua tangan itu ke pinggangnya, seolah-olah keduanya sedang menikmati pelukan hangat.
Dan itu semua dapar dilihat dengan jelas oleh Gibran dan Soraya.
Bara yang ada di sana berpura-pura ingin melepas pelukan keduanya.
“Bangs*t,” geram Gibran lalu melayangkan satu pukulan tepat di rahang pria yang memeluk Sherina.
“Sorry.. sorry bro... Gue khilaf, Gue gak bisa bertahan dari godaan Sherina,” ucap pria itu memutar balikkan fakta.
Gibran yang sudah dikuasai emosi segera menarik Sherina untuk pulang ke apartemennya.
Naila dan Faqih yang melihat dari kejauhan tak tahu apa-apa, Ia pikir keduanya memang sudah hendak pulang.
Gibran yang sudah emosi, melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hal yang Ia hindari sejak kepergiannya dari London. Sedang Sherina hanya bisa menangis, percuma saja jika membela diri, Gibran hanya akan percaya apa yang dilihatnya.
⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘
Terlepas dari drama yang disusun apik oleh Soraya, kini saatnya bagi wanita itu membayar bantuan Bara.
Keduanya kini berada di dalam mobil Bara.
“Beib... kira-kira Si Culun diapain ma Gibran yah?” gumam Soraya.
“Paling dikerjain sampai pagi,” celetuk Bara, membuat Soraya tiba-tiba cemberut.
Bara melirik pada gadis cantik yang sudah lama Ia cintai. Meski gadis ini selalu berganti-ganti pasangan, namun hubungan tanpa status bersama Bara tak pernah Ia akhiri. Bagi Soraya, dengan Bara dia bisa mendapatkan semua yang diinginkannya.
“Dari pada pusing memikirkan mereka mending sekarang kita lakukan hal yang lebih gila lagi,” ucap Bara.
Dan tanpa di duga, Soraya berpindah ke pangkuan Bara. Keduanya tertawa, melenguh, dan saling bergerak dengan mobil yang terus melaju.
Karena banyaknya gerakan Soraya lampu hazard mobil menyala, namun Bara tak peduli dengan hal itu, sekarang sudah larut malam dan jalan yang mereka lalui cukup sunyi.
Namun tak lama setelah itu...
Brrrraaakkkk......
Ssssssrreeeeeettt........
(Flash Back Off)
⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘
# Sherina POV #
Setelah semua ketidak adilan yang keluargaku terima, aku akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Ibu kota. Kota yang menjadi tempat bermulanya segala takdir buruk dalam hidupku.
Berbekal uang tabunganku sendiri, sebab uang dari asuransi dan uang duka dari berbagai pihak sudah kugunakan untuk biaya rumah sakit, biaya sewa rumah yang menunggak, hingga semua hutang-hutang yang ditinggalkan Ayah.
Beruntung ada Naila, satu-satunya sahabatku yang bersedia membantuku. Aku meminta Naila menjaga rahasia kemana aku pergi.
Kampung halaman ayah berada di Desa Donorejo, Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.
Tujuanku untuk bertemu dengan Bi Wita, satu-satunya saudara kandung yang dimiliki Ayah.
Untuk sampai di sana, kami harus menempuh perjalanan selama 16 jam dengan menaiki bus dan dilanjutkan dengan menaiki angkutan antar kota.
Kami, ya.. Kami, tentu saja aku membawa Bunda bersamaku. Hanya beliau satu-satunya yang kupunya, yang menjadi alasanku untuk bertahan di kehidupan yang teramat kelam.
Membawa Bunda dalam perjalanan kali ini sungguh menguji kesabaran Sherina.
Tatapan, hingga cacian yang menghina kondisi Ibunya tak lagi bisa dihitung dengan jari.
Hendak marahpun tak bisa, pasalnya sang Bunda memang sesekali berteriak histeris dan mengganggu ketenangan penumpang lain.
“Sabar, sabar Sherina,” ucapku menenangkan hatiku, “Pelangi saja akan muncul setelah hujan reda, kau hanya perlu bersabar Sherina,” ucapku terus menyemangati diriku sendiri.
⚘⚘⚘⚘ to be continue ⚘⚘⚘⚘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
vania
emang pasangan bejat mereka setelah mengfitnah sherina mereka juga yg jadi penyebab kematian ayah dan adik sherin, nunggu karma yg paling pedih buat mereka
2022-07-08
1
Megantrow
Ayo serina tunjukkan pada semua orang, bungkam mereka dengan apa yang kamu bisa🥺
2022-07-08
2
🍁MulaiSukaSamaKamu(tyas)✅
ayo bangkit sheina tunjukkan bahwa km bisa bangkit seperti dulu dan buat bungkam semua orang yg menghina, mencaci dan melakukan kekerasan padamu
2022-07-08
1