“Tunggu dulu! Itu apa yang kau bawa?” pria berwajah garang itu, menahan Kyara untuk pergi.
“Maksud Bapak ini?” Kyara menunjuk ke arah koper yang sedang ia bawa.
“Iya,” jawab pria itu singkat. “Apa itu dijual juga?” tanyanya.
Kyara berpikir sejenak, “Kalau saya jual, Bapak mau beli berapa?” ucapnya kemudian.
“Boleh saya lihat dulu?” ucap pria tersebut. Kyara pun menyerahkannya setelah mengeluarkan sepatu dan beberapa benda lain di dalamnya
“Semuanya terlihat cukup bagus, kecuali rodanya yang patah,” gumam pria itu terlihat tertarik. “Saya beli lima puluh ribu, ya,” ujarnya.
“Duh, jangan dong, Pak. Kan masih sangat bagus. Tadinya nggak saya jual, lho,” tawar Kyara. "Warnanya juga masih sangat cantik."
“Ya sudah, enam puluh ribu, deh. Harga mati,” kata Bapak itu seraya mengeluarkan uang dua puluh ribuan dari dalam laci mejanya.
"Masih terlalu murah, Pak. Ini koper mahal dari luar negeri, lho. Lihat saja bahannya bagus dan kuat. Saya juga menemukan sepatu ini di dalamnya," ucap Kyara dengan wajah meyakinkan.
"Sepatunya mau dijual juga?"
"Nggak dong, Pak. Ini kan masih bagus. Mau saya pakai saja. Jarang-jarang nemu merk luar negeri yang keren gini," tolak Kyara.
"Ah... Kamu ngapain pakai sepatu bagus? Emangnya mau dibawa ke mana? Nggak cocok untuk kamu." Sang pengepul barang bekas tersebut terus mendesak Kyara agar menjualnya.
"Ya udah, saya jual deh. Asal harganya sesuai tawaran saya. Rugi saya kalau ngikutin harga dari Bapak. Mending saya pakai sendiri," ujar Kyara.
Pria bertubuh besar itu berpikir cukup lama. Berulang kali ia meneliti setiap senti meter dari koper dan sepatu bekas tersebut. "Ini kalau dicuci lalu dijual sama ibu-ibu arisan kompleks sana, pasti harganya bisa melonjak," pikirnya.
"Ya udah, saya jual. Berapa harganya?" ujar pria itu kemudian.
Kyara tersenyum tipis, lalu menyebutkan harga. Tanpa perdebatan, pria itu langsung membayarnya dengan dua lembar uang kertas berwarna merah dan satu lembar uang berwarna biru.
Pria tersebut tidak menyadari, kalau semua itu hanyalah trik yang dilakukan Kyara untuk membuatnya penasaran. Jika Kyara langsung menjualnya, pasti akan ditawar dengan harga yang sangat murah.
...🌺🌺🌺...
“Sykurlah, aku memiliki uang cadangan untuk beberapa hari,” gumam Kyara riang. "Dengan ini aku bisa menyewa sebuah kos kecil untuk tinggal sementara."
"Haaah... Sebenarnya Kalisa itu kerja dan tinggal di mana, sih? Kenapa semua nomor yang disimpannya menolak panggilan," ucap Kyara.
"Apakah dia orang yang bermasalah? Atau dikucilkan sepertiku?"
Kyara sangat penasaran dengan sosok wanita, yang hanya dikenalnya melalui kartu tanda penduduk. Tetapi saat ini, Kyara malah harus menjalankan kehidupan dari wanita tersebut.
Gadis itu lalu berjalan menuju ke sebuah pedagang kecil dan membeli sebungkus nasi campur seharga lima ribu rupiah. Kok murah? Ya, karena hanya ada nasi, seperempat potong telur rebus, sepotong kecil tempe dan tumis sayuran.
“Tidak apa-apa. Yang penting bisa mengganjel perut,” ucap Kyara sambil mengucap rasa syukur.
Kyara juga membeli beberapa buah roti untuk bekal makanannya beberapa hari.
...🌺🌺🌺...
Sinar mentari sudah hampir menghilang di balik ufuk barat. Kyara berjalan menyusuri jalanan yang berdebu. Hari ini ia tidak berharap banyak. Cukup menemukan tempat yang bisa menampungnya tidur saja, itu sudah sangat ia syukuri.
Tapi sepertinya malam ini Kyara tidur di bawah langit lagi. Ia tidak menemukan rumah kos yang tepat untuknya. Mereka semua mematok harga sangat tinggi, bahkan untuk sebuah kamar sempit sekalipun.
Entah harganya memang tinggi, atau trik mereka untuk menolak Kyara secara halus, tetapi yang jelas Kyara gagal mendapatkan tempat tinggal.
Bugh! Tiba-tiba kaki Kyara tersandung sesuatu.
"Kaki? Ini kaki orang apa boneka?"
Kyara menyibak sampah plastik yang menumpuk di dekat sana.
"Astaga! Ini orang. Masih hidup apa sudah mati?" Pikir Kyara panik.
"Pak! Pak! Apa Anda masih hidup? Pak...!"
Kyara mengguncang tubuh pria yang terbaring telungkup tersebut. Sekujur tubuhnya terlihat memar dan membiru. Terdapat juga beberapa luka sayatan pisau di bagian lengan.
"Pak! Pak!" Kyara terus berusaha membangunkan pria malang tersebut. Dengan sekuat tenaga, ia membalikkan tubuh pria itu. Gadis tersebut merasakan, masih ada denyut nadinya, walau sangat lemah.
"Gawat! Ini harus segera di bawa ke rumah sakit," seru Kyara.
"Tidak perlu." Kyara mendengar pria itu bergumam pelan.
"Anda bilang apa, Pak?" tanya Kyara.
"Tidak perlu membawaku ke rumah sakit," ucap pria itu terbata-bata.
"Apanya yang tidak perlu! Anda terluka parah, Pak. Kalau tidak segera diobati akan berbahaya," kata Kyara. "Saya akan membawa Anda ke rumah sakit," lanjutnya.
Kyara duduk di samping pria yang keras kepala tersebut. Penampilannya jauh lebih menyedihkan dibandingkan dirinya.
"Apa dia dikeroyok preman sini? Kenapa tubuhnya penuh lebam?"
Kyara memperhatikan luka lebam di sekujur tubuh pria tersebut. Sayangnya Kyara tidak memiliki apa-apa untuk memberikan pertolongan pertama.
Perempuan itu merobek bagian bawah daster pemberian dari penjaga warung yang berada di dalam tasnya. Ia menuangkan air mineral ke atas kain, lalu mengelap luka-luka tersebut hingga bersih.
Sesekali pria itu bergerak pelan, menghindari rasa nyeri akibat sentuhan air di tubuhnya yang penuh luka.
“Terima kasih,” ujar pria tersebut dengan sangat lirih, hampir tidak terdengar.
“Sama-sama,” ujar Kyara sambil tersenyum. “Sebenarnya Bapak kenapa? Ini harus segera ke rumah sakit, biar Bapak segera diobati."
“Tidak perlu. Lukaku tidak begitu parah setelah kau obati,” ucap pria pemilik rambut hitam tersebut.
“Terus gimana dengan luka sayatan itu?" ujar Kyara khawatir.
“Ku rasa nanti akan sembuh sendiri. Lagipula, aku nggak punya uang,” sahut pria tersebut.
Kyara terdiam. Ia juga tidak bisa menolong pria itu lebih banyak, “Ah, Bapak mau makan? Aku tadi beli ini.”
Kyara menyodorkan nasi campur yang dibelinya tadi. Ia tadi belum sempat memakannya.
Pria asing itu memandang Kyara cukup lama. Ia tidak langsung menerima pemberian Kyara. Gadis itu memandangnya dengan pernuh pertanyaan.
“Ah, apa mungkin Bapak nggak suka? Maaf aku seenaknya saja tanpa bertanya dulu. Mungkin mau roti saja?” ucap Kyara.
“Bukan itu,” gumam pria di hadapannya. “Kenapa kau mau menolongku dan memberiku makan? Padahal ku lihat keadaan kita nggak jauh berbeda.”
Kyara tersenyum, “Bapak tahu? Tadi saya mendapat rezeki lebih. Jadi mungkin saja aku sedikit lebih kaya dari Bapak hari ini,” kata Kyara dengan polos. Gadis itu tertawa sambil menunjukkan barisan giginya.
“Rezeki?” tanya pri lusuh itu.
“Hu’um,” Kyara menganggukkan kepala. “Jadi ini untuk Bapak saja kalau mau. Nanti saya beli lagi,” lanjutnya.
Pria itu tersenyum, “Kita bagi dua saja, ya. Sepertinya kau juga lapar. Dan ini sudah hampir malam,” ujarnya.
"Tidak perlu. Bapak makan saja ini. Aku bisa mengganjal perut dengan roti," tolak Kyara.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Cancan
kyara ini.pinter dn baik, smga nanti nasibnya bagus
2023-01-23
3
Alfarossa
pinter si Kyara ini... tapi kasian nasibnya malang
2022-12-03
3
Nurdia Nailaaqila
lanjut terus
2022-04-03
7