"Permisi, Bu. Apa Ibu ada melihat seorang perempuan setinggi bahu saya, dan berambut panjang? " tanya seorang pria bermasker, yang mengenakan jaket hijau mirip para tukang ojol.
"Siapa, ya? Saya nggak kenal orang yang Anda cari," jawab pedagang makanan kecil itu sedikit judes.
"Hmm.. dua hari yang lalu dia berada di dekat lapangan bola ini. Ah, wajahnya dipenuhi luka bakar?" ucap pria itu mengingat ingat.
"Saya nggak mengenalnya. Mas mau belanja apa cuma tanya-tanya, sih?" hardik pedangang itu mulai kesal.
"Ah, maaf. Kalau begitu saya pesan kopi secangkir," ujarnya..
"Cuma itu? tunggu sebentar, deh," sahut pedagang judes tersebut.
Pedagang itu sangat tidak ramah. Tetapi pria yang menutup wajahnya dengan topi, masker dan kacamata itu tetap bersabar.
Tidak berapa lama kemudian, kopi pesanannya pun datang. Ia menyeruput sedikit demi sedikit kopi hitam tersebut. Kedua matanya terus mengawasi area lapangan bola yang tepinya ditumbuhi pepohonan rimbun. Tetapi hingga kopi dalam cangkirnya habis, wanita yang ia cari tidak juga terlihat.
"Bodoh banget sih aku? Seharusnya aku menanyakan nama dan alamatnya kemarin?" gumam pria itu. "Eh, tapi dia kelihatan homeless, sih?" pikirnya.
"Bu, berapa jadinya?"
"Loh, udah siap?" tanya pemilik warung tersebut. "Ada tambahan lain, nggak?" tanya perempuan itu lagi.
"Bakwan satu, Bu."
"Kopi hitam enam ribu, bakwan seribu." Pedagang jutek itu menghitung dagangannya.
Albert mengeluarkan satu lembar uang sepuluh ribuan, "Ambil aja kembaliannya. Terima kasih," ujarnya.
Albert lalu memasang helmnya dan menyalakan sepeda motor maticnya.
"Cih, ngasih tips kok cuma dua ribu. Mana duduknya lama banget lagi? Biki rugi warungku saja," gerutu ibu paruh baya tersebut.
...🌺🌺🌺...
Keesokan harinya...
Sebuah mobil sedan mewah parkir di dekat sebuah warung kecil di seberang lapangan bola. Seorang pria duduk duduk bersandar di sampingnya.
"Permisi, Mas. Ngapain panas-panasan di situ? Mending ngopi di sini?" seorang wanita menyapa pria tersebut dengan sangat ramah.
"Loh, ini kan ibu-ibu yang kemarin?" pikir Albert dengan sebal.
Pria yang memegang aiphone terbaru itu hanya menoleh tanpa membalasnya, "Kemarin aja, gayaku kayak tukang ojek dijutekin mulu," pikir Albert kesal.
"Mas, kok diam aja? Di sana panas, lho," bujuk ibu itu lagi.
"Nggak apa-apa, Bu. Cuma sebentar, kok. Lagi nunggu orang," kata Albert acuh.
"Oh, ya? Mas ganteng ini nungguin siapa, sih?" perempuan itu mulai kepo.
Albert menarik napas panjang. Rasanya ia ingin sekali mengusir wanita itu jauh-jauh. Tapi Albert tetap berusaha menjaga emosinya.
"Ish, kok diam aja? Barangkali saya mengenal orang yang Mas cari," ucap ibu itu lagi.
"Saya mencari perempuan yang penuh luka bakar di tubuhnya. Beberapa hari yang lalu dia tidur di jalanan dekat sini," kata Albert.
"Penuh luka bakar? Maksudnya orang gila.yang bawa-bawa tas jinjing hitam itu?" jawab sang pedagang.
Sepertinya wanita itu benar-benar tidak menyadari, kalau pria di hadapannya saat ini adalah orang yang sama dengan yang mendatangi warungnya kemarin.
"Gila? Mana ada orang gila bisa merawat luka dan memberi saya makan?" sahut Albert sedikit kesal.
"Hah! Memberi makan?" sang ibu terkejut demgan bentakan Albert yang tiba-tiba.
"Dia yang sudah membantu saya saat kerampokan beberapa hari yang lalu," jelas Albert.
Wanita berusia sekitar empat puluh tahun itu terperanjat mendengar ucapan pria di hadapannya.
Beberapa hari yang lalu, para warga memang di hebohkan dengan seorang pria yang tergeletak di bawah pohon tepi lapangan bola. Menurut kesaksian beberapa orang, dia adalah seorang tukang ojek yang menjadi korban perampokan.
Tidak ada seorang pun yang mau menolong oria malang itu. Penampilannya yang mirip gembel, membuat orang-orang tersebut enggan berurusan dengannya.
"Aku nggak berani apa-apa sebelum polisi datang," ujar beberapa warga.
"Aku juga nggak berani menyentuhnya. Takut dikira pelaku kalau sidik jariku tertinggal di sana," jawab yang lainnya pula.
Hingga hari mulai gelap, pria yang tergeletak di rerumputan itu hanya menjadi tontonan warga sekitar, yang kebetulan lewat. Semua orang menunggu orang lain untuk mengurus pria malang tersebut.
"Seandainya aku tahu, kalau orang yang kerampokan kemarin sekaya ini, pasti aku akan menolongnya," ucap sang ibu dalam hati.
Tiba-tiba tercetus sebuah ide brilian di kepalanya, "Mas pasti salah orang. Yang menolong Mas kemarin itu bukan wanita gila itu. Tetapi perempuan yang sedang berjalan di sana."
Wanita yang mengenakan daster itu menunjuk seorang remaja yang tengah berjalan menuju ke warungnya. Gadis berseragam SMA itu, tak lain adalah putrinya.
"Saya nggak mungkin salah, Bu," jawab Albert tegas. Remaja perempuan itu memiliki perawakan yang jauh berbeda, dengan wanita yang menolongnya tempo hari.
"Lho, kamu kan pingsan dan penuh luka? Gimana bisa mengingat wajah orang yang menolongmu?" ujar ibu itu setengah memaksa.
"Jadi Ibu melihat saya tergeletak di sana, tetapi tidak menolong?" sergah Albert tepat sasaran.
Sang pedagang itu kaget dengan balasan yang dilontarkan pria muda itu. Dia pun berlalu pergi seraya menahan malu.
Albert pun hendak pergi dari situ, "Sepertinya hari ini gagal juga. Ke mana aku harus menemukan wanita itu?" gumam Albert.
Baru saja menghidupkan mesin mobilnya. Albert pun melihat wanita yang ia cari dari kaca spionnya. Wanita itu terlihat berjalan dengan sebelah kakinya pincang
Albert kembali membuka mobilnya, "Nona berhenti," ucap Albert saat Kyara hendak melewati mobilnya.
"Y-ya?" ucap Kyara dengan kening berkerut. Ia sedikit terkejut, tiba-tiba dipanggil oleh pria yang tidak dikenal.
"Siapa pria ini? Apa anak buah Maria dan Restu?" batin Kyara waspada. Ia tidak mengenali pria muda dengan penampilan mewah tersebut.
Albert menyadari jika Kyara tidak mengingatnya. Ia pun mengubah bahasanya menjadi lebih lembut.
"Ah, maaf saya menakuti Nona. Saya lihat Anda terluka," ujar pria yang mengenakan kemeja merk mahal tersebut.
"I-ini? Nggak apa-apa, kok. Nanti juga sembuh sendiri," kata Kyara. "Terima kasih perhatiannya. Saya permisi dulu."
"Sebentar. Apa Anda baru saja operasi? Itu bekas jahitannya tidak menyatu sempurna. Pasti ini kan yang membuat Anda nggak bisa berjalan dengan baik?" Albert menunjuk ke arah kaki Kyara.
Wanita muda itu tidak menjawab. Ia hanya memandang Albert dengan tatapan heran. "Kenapa kamu sangat memperhatikanku? Kita kan nggak saling kenal?" ujar Kyara.
"Anda juga begitu. Tidak mengenal saya, tetapi bersedia menolong saya. Bahkan memberikan makan malam untuk pria yang hampir mati itu," jawab Albert sambil tersenyum tipis.
"Kamu?" Kyara membuka matanya lebar-lebar. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya.
(Bersambung)
Halo semua. Maaf kalau beberapa episode mirip dengan yang sebelumnya. Author lagi revisi bab 2 - bab 12 untuk menghindari plot hole. Mohon dimaklumi. Selamat membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
kutu kupret🐭🖤🐭
wokeh thor 😁
aku juga baru baca😁
2023-01-15
3