Bab 6 - Oh, Begitu Kejadiannya...

“Nggak, aku nggak boleh kalah dengan mereka berdua. Mungkin ini juga bagian dari rencana mereka berdua. Artinya aku harus menemukan bukti-bukti dari kecelakaan itu. Tapi sepertinya aku tahu, harus pergi ke mana?

Gluduk! Gluduk! Zrashhhh...!

Sayangnya, cuaca sore itu tidak mendukung. Awan cumulonimbus mendadak memenuhi langit disertai petir yang menyambar berulang kali. Selang beberapa menit kemudian, butiran hujan pun tumpah membasahi bumi.

Kyara tidak sempat berteduh. Tubuhnya yang penuh luka disiram hujan yang sangat lebat. Tubuh kecil dan ringkih wanita itu segera berlari mencari naungan yang bisa melindunginya sementara.

"Kyaaa... Hantu... Ada hantu di kuburan..."

Para bocah yang tadi bermain bola di lapangan samping kuburan, berlari menjauhi Kyara yang tengah duduk di sebuah gubuk penjaga kuburan.

Hatinya telah membeku. Ia tidak lagi merasa sakit hati mendengar ucapan tersebut. Tidak ada lagi yang boleh membuatnya jatuh.

Hujan mulai reda. Tetapi langit tetap gelap. Matahari telah terbenam sejak tiga pulu menit yang lalu.

Gadis yang baru saja bangun dari koma dua hari yang lalu, berjalan terseok-seok di jalanan yang basah dan berlumpur.

Perempuan itu memegangi perutnya. Terakhir kali mengisi energi, adalah saat sarapan di rumah sakit sebelum ia pergi.

Dari kejauhan, ia melihat kelap-kelip cahaya lampu. Hidungnya juga mampu mencium bau harum bawang yang sedang ditumis, serta seduhan kopinyang sangat memanjakan indra penciuman.

"Ah, sepertinya itu sebuah warung," ucap Kyara pada dirinya sendiri. Gadis itu mempercepat langkahnya.

"Permisi, Bu. Saya mau beli..."

“Aaaa… Orang Gila! Keluar! Keluar!” pemilik warung nasi itu mengusir Kyara menggunakan sapunya.

"Saya bukan orang gila, Bu. Saya hanya ingin membeli beberapa roti dan air mineral," kata Kyara.

“Siapa itu? Bikin nggak selera makan aja,” protes para pengunjung yang sedang makan mi instan.

“Lihat, kamu membuat semua pengunjungku lari. Aku nggak akan minta ganti rugi, tapi cepat pergi dari sini,” usir wanita itu.

"Bu, kami sudah selesai. Ini semuanya." Salah seorang pria meletakkan satu lembar uang dua pulu ribu kepada pedagang tersebut.

"Kamu tadi makan mi rebus dan teh manis, kan? Ada tambahan lagi?" kata wanita paruh baya tersebut.

"Nggak ada, Bu," jawab pelanggan pria tersebut.

Kyara yang masih berada di sana, memperhatikan pria tersebut dengan seksama.

"Kalau begitu, semuanya empat belas ribu. Ini kembaliannya." Sang pedagang memberikan tiga lembar uang dua ribuan.

"Tunggu dulu. Dia berbohong," seru Kyara menunjuk ke arah pemuda bertubuh tinggi tersebut.

"Apa sih orang gila ini?" ucapnya.

"Dia tadi memaksan mi rebus bersama beberapa bungkus keripik. Di sakunya pasti ada sampah bungkusnya," kata Kyara. "Dari aromanya, sepertinya dia juga baru saja minum-minuman berperisa, seperti strite atau penta."

"Brengsek! Kau menuduhku mencuri?" bentak pria itu.

"Bentar, Mas. Ini apa?" tanya seorang pria yang juga pengunjung warung kecil itu. Jemarinya menarik beberapa lembar kantong plastik dari saku celana jeans pria tadi.

"Bangsat! Kenapa kau juga ikut-ikutan?" Pembohong tersebut mengangkat kakinya menendang orang di sekitarnya.

Pluk! Pluk!

Dua buah rokok yang masih terbungkus rapi, terjatuh dari balik baju kemejanya yang sedikit diselipkan ke pinggang.

"Itu apa lagi?" omel wanita pemilik warung.

"Arrggghhh... Sialan! Ambil saja kembaliannya. Tuh, aku kembalikan rokokmu."

"Hei sebentar, Bung. Anda masih berhutang lima ribu rupiah pada ibu ini," pria penolong tadi menarik kerah baju sang pembohong, lalu mengambil sebuah botol penta yang telah penyet dari bawah meja."

"Oh, jadi kamu sembunyikan di sana?" sang pedagang melayangkan sapunya ke arah pria tinggi tersebut.

"Bangsat! Nih, aku bayar. Segitu saja dipermasalahkan." Pria tersebut melemparkan uang lima ribu, sebelum berlari keluar warung dan menghilang di telan kegelapan malam.

"Terima kasih, Dik. Maaf tadi saya berbuat kasar. Hampir saja saya rugi lima puluh ribu," kata pedagang tersebut kepada Kyara.

"Nggak apa-apa, Bu," sahut Kyara.

"Hei, Bu. Sudah selesai dramanya? Kenapa gadis itu masih di sini? Kami jijik melihatnya."

Ah, sang pedangang lupa, kalau masih ada tiga pelanggan lain di dalam warungnya.

"Maafkan saya, Bu. Saya hanya beli ini lalu akan pergi dari sini." Kyara mengalah.

"Ah, sudahlah. Kami saja yang pergi. Udah nggak selera makan lagi melihat gembel kayak kamu," hardik para pelanggan tersebut.

"Ini uangnya, Bu," ujar mereka lagi.

"Maafkan saya, Bu," ujar Kyara saat semua pelanggan angkat kaki dari warung tersebut. Hanya tinggal seorang pelanggan yang masih makan. Ya, pria muda yang menolong tadi.

"Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong kami dari mana malam-malam begini?"

"Saya dari pemakaman, Bu. Mengunjungi..." Kyara menghentikan kalimatnya di tengah-tengah. Nggak mungkin, kan, ia mengatakan mengunjungi makamnya sendiri? Yang ada nanti semuanya berlari ketakutan.

"Mengunjungi makam kerabat saya," lanjut Kyara tiga detik kemudian.

"Oh... Tapi kenapa menggunakan pakaian seperti ini? Sore-sore pula?"

"Saya baru saja tertimpa musibah dan tidak punya tempat pulang. Dan saya juga baru sempat mengunjungi makamnya."

"Memangnya makam siapa sih, Mbak? Orang tua, ya? Atau saudara kandung? Jarang banget yang ziarah malam-malam begini?" Pemuda tadi ikut nimbrung.

"Hanya seorang kerabat, dari keluarga Andhakara," kata Kyara.

Klang!

"Andhakara?"

Pemuda dan pedagang warung tersebut terkejut mendengar nama itu. Bahkan sendok yang dipegang pemuda tadi sampai terlepas.

"Maksud Mbak dokter Evan Andhakara?"

"Ya, apa Ibu dan Masnya kenal?" tanya Kyara. Ia cukup terkejut melihat respon kedua orang di hadapannya.

"Nggak kenal, sih. Tapi pemakaman tersebut kan bikin heboh banget waktu itu. Bahkan banyak wartawan yang meliput," jawab pemuda tersebut.

"Kenapa gitu?" pancing Kyara.

"Katanya putri mereka yang menderita down sindrom nekat membawa mobil sendiri, lalu tewas kecelakaan. Baru kali ini saya melihat pemakaman yang dihadiri orang-orang penting," pemilik warung tersebut menambahkan.

"Tapi kenapa dimakamkan di pemakaman umum begini, ya? Bukannya keluarga Andhakara memiliki kompleks pemakaman sendiri?" celetuk pemuda yang baru saja selesai menghabiskan nasi gorengnya.

"Bukannya mereka mau buang sial? Katanya putri mereka itu kan selalu bikin masalah sejak kecil," sahut sang ibu.

"Ah, jadi begitu ceritanya..." gumam Kyara dengan pelan dan terdengar sedih.

Pemuda dan pemilik warung tersebut saling berpandangan. Mereka lupa kalau Kyara baru saja ziarah ke makam yang mereka maksudkan.

"Ma-maaf. Bukan begitu maksudnya. Kami hanya mendengar gosipnya saja," mereka buru-buru minta maaf.

"Nggak apa-apa, Bu. Saya hanya kerabat jauh mereka, kok. Tapi beberapa minggu belakangan saya lagi tertimpa musibah, jadi terlambat mendapat informasi," kata Kyara.

"Kalau begitu saya permisi dulu," lanjut Kyara sambil menenteng sebuah kantong plastik bekal makannya untuk beberapa hari.

"Sebentar. Katanya kamu nggak punya tempat tujuan? Ini sudah malam dan masih gerimis. Kalau kamu mau, kamu bisa menginap di gudang barang bekasku malam ini." Sang pedagang menawarkan bantuan pada Kyara.

"Beneran, Bu?"

"Iya, tapi malam ini saja, ya. Subuh besok kamu harus pergi. Saya nggak mau dituduh pelihara jin penglaris," ujarnya ceplas ceplos.

"Jin penglaris?" gumam Kyara. "Ah, nggak apa-apa, Bu. Besok saya akan segera pergi sebelum matahari terbit. Terima kasih banyak," ujar Kyara.

"Jangan berlebihan. Saya cuma memberikanmu gudang. Mari saya antar."

Kedua wanita itu berjalan melalui sisi pagar dan kandang ayam. Lalu sampai di sebuah gudang yang gelap gulita.

"Nih, lampu teplok dan beberapa daster bekas untukmu. Segera tukar bajumu. Dadamu tercetak jelas."

Kyara buru-buru melihat ke bawah. Ia lupa, kalau baju satu-satunya yang ia miliki telah basah karena hujan.

"Terima kasih, Bu. Besok pagi akan saya kembalikan lagi."

"Nggak usah. Baju itu sudah jelek. Kalau nggak ada kamu, sudah saya jadikan kain lap."

Kyara tersenyum. Wanita itu memang terlihat judes. Tapi sebenarnya ia sangat baik hati.

 Beberapa saat kemudian...

"Dia ada di dalam sana. Gadis monster itu," ucap seorang wanita di luar gudang.

(Bersambung)

Episodes
Episodes

Updated 50 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!