Tes! Tes! Tes!
Butiran air hujan mulai menapak ke bumi. Membasahi seluruh permukaan planet hijau yang kering kerontang.
Angin berkecepatan tinggi menyapu sampah, debu dan dedaunan ke udara. Bercampur padu dengan tetesan air hujan yang kian lebat.
Bulan Maret. Bulan yang biasa diwarnai dengan sinar matahari yang terik, kini justru menjadi gelap gulita karena kumpulan cumulonimbus yang menggantung di atasnya. Seakan menemani hati Kyara yang kelabu.
Kyara masih berteduh di bawah kolong jembatan layang. Beberapa anak jalanan tampak menghindarinya.
Memang, tampangnya yang aneh, siapa pun pasti enggan berdekatan dengannya. Sama seperti kekasihnya dulu, yang lebih memilih kakak kembarnya yang rupawan, dibandingkan dirinya yang buruk rupa.
"Huuu... Dingin." Kyara melingkarkan kedua lengannya di depan dada. Udara dingin yang menyapa tubuh mungilnya, tidak mampu ditahan oleh lembaran kain yang telah basah kuyup.
Tapi entah mengapa Kyara merasa bersyukur hujan turun begitu lebat. Tak ada seorang pun yang menyadari, jika air matanya mengalir deras. Hatinya tercabik-cabik. Tapi ia bukanlah wanita yang cengeng dan lemah.
"Sabar, Kyara. Kau pasti kuat. Pohon kelapa saja harus menerima terpaan angin, untuk tumbuh tinggi dan kuat. Aku juga harus bisa melaluinya," ujar Kyara pada dirinya sendiri.
"Heh, gembel! Jangan tidur di sini! Ini tempatku!" Seorang pria dengan gitar kecil di punggungnya, melayangkan tendangannya ke tubuh Kyara yang lemah.
"Tapi ini kan tempat umum?" ucap Kyara.
"Tidak ada yang namanya tempat umum. Semua tempat di bumi ini sudah ada pemiliknya. Kau pergilah cari tempat yang lain," hardik remaja itu.
"Tapi ini juga buka tempatmu, Pak. Ini milik negara. Kita sama-sama menumpang di sini," balas Kyara tak mau kalah.
"Aku sudah ada lebih dulu di sini. Aku sudah menguasai tempat ini selama beberapa bulan. Kau yang tiba-tiba datang segera menyingkir dari sini!" hardik pria itu dengan kasar.
"Kalau begitu aku juga sama. Hari ini aku yang datang duluan. Jadi ini tempatku. Kau yang datang belakangan, segera pergi dan cari tempat lain," balas Kyara.
Dengus napas kesal pria itu terdengar jelas. Ia mengepalkan tangannya, hendak melayangkan sebuah hadiah tinju pada wanita buruk rupa itu.
"Lagipula, tempat ini sudah terkontaninasi olehku. Apa Bapak tetap mau merebutnya?" lanjut Kyara lagi.
Pria dengan bau rokok yang kuat tersebut, memandang wanita di hadapannya dengan seksama. Kepalan tangannya perlahan terbuka. Tatapan marahnya pada wanita itu berubah menjadi tatapan jijik, melihat bekas luka di sekujur tubuh Kyara.
"Sialan! Aku bakal harus tidur di halte lagi," gumam pria itu sambil berlalu pergi.
Kyara tersenyum sinis melihatnya pergi, "Aku nggak akan berbaik hati lagi pada orang-orang licik dan culas seperti mereka," ucapnya dalam hati.
🌺🌺🌺
Sruk! Sruk!
Kyara mengais tempatnya berpijak menggunakan sebatang besi tua. Beberapa binatang kecil menggeliat di dekat kakinya. Terasa sangat geli, tetapi Kyara menahan semua itu.
Sesekali kakinya yang pendek juga ia salah pijak. Membuat genangan air berwarna cokelat dan berbau busuk itu terpercik ke mana-mana.
Inilah tempat baru Kyara sekarang. Gunungan sampah yang menggunuung tinggi dan berbau tidak sedap.
Sudah beberapa hari Kyara mengais rezeki di tempat yang sangat dihindari orang ini. Bersama puluhan orang lainnya, Kyara mencari benda-benda yang bisa didaur ulang dan dimanfaatkan lagi untuk dijual.
Hanya ini pekerjaan yang bisa dilakukan oleh Kyara untuk mendapatkan sesuap nasi, setelah Kyara di usir beberapa kali.
Tidak ada seorang pun yang mau menerima Kyara bekerja. Kondisi fisik Kyara yang berbeda adalah alasannya.
Pekerjaan ini pun hanya mendapatkan upah yang jauh lebih rendah, dibandingkan sesama pemulung lainnya. Untuk saat ini Kyara hanya bisa menerima apa adanya.
“Lihat, ada truk sampah yang baru datang,” seru orang-orang. Mereka semua berbondong-bondong mengejar dua buah truk sampaah yang baru saja datang.
Kyara yang belum begitu pulih, tak bisa ikut berlari mengejar. Gadis malang itu pun hanya focus pada tumpukan sampah di sekitarnya saja.
Sret! Tanpa sengaja besi yang digunakan Kyara tersangkut pada risleting sebuah koper berukuran kecil.
“Oh! Apa ini?” Kyara menarik hasil temuannya ke permukaan.
Koper berwarna hitam itu terlihat masih sangat bagus, meski sudah kotor oleh sampah dan lumpur di bagian luarnya.
Hati Kyara ragu untuk membukanya. Ia teringat pemberitaan yang sering muncul di media, tentang pembunuhan yang membuang jenazahnya ke dalam koper.
“Kira-kira isinya apa, ya?” Kyara mengangkat koper itu. Sangat Ringan, tidak seperti yang ia duga.
Jantungnya berdegup kencang. Ia memberanikan diri membuka tas yang tertutup rapat itu.
“Semoga isinya bukan yang aneh-aneh.” Kyara memejamkan mata, sementara jemarinya menarik risleting.
Perlahan gadis mungil itu membuka kelopak matanya kembali, “Ah, sepatu!” pekik Kyara seorang diri. Tidak ada seorang yang mendengarkannya. Para pemulung lain masih sibuk dengan truk sampah yang baru datang itu.
Dengan semangat, Kyara melihat dua pasang sepatu yang baru saja ia temukan. Kondisinya masih cukup baik. Hanya ada sedikit robek di bagian samping, tetapi masih bisa diperbaiki. Warnanya juga masih sangat cemerlang.
"Kenapa dibuang, ya? Padahal masih bagus," gumam wanita itu.
Kyara teringat sang kakak. Putri pertama dari pasangan Evan dan Rhea tersebut, juga suka membuang barang-barang yang masih bagus. Alasannya adalah bosan. Tak jarang Kyara juga menerima barang-barang bekas milik Maria.
"Aku nggak pernah mengerti pola pikir mereka gimana," gumam Kyara lagi.
Lagi-lagi, meski mereka berdua kembar, tetapi sikap mereka sangat jauh berbeda. Jika sang kakak bergaya hidup mewah dan feminim. Kyara justru lebih sederhana dan suka memakai baju kaos yang longgar dan tertutup.
Kyara memeriksa setiap celah koper itu. Ia tidak menemukan apa-apa lagi selain satu lembar uang lima ribuan, dan beberapa uang receh senilai delapan ribu dua ratus.
Setelah penemuan itu, dengan semangat Kyara terus mengais sampah-sampah itu. Hingga matahari turun dari peraduannya, Kyara menemukan cukup banyak barang bekas untuk dijual.
“Kau orang baru ya di sini?” tanya pengepul yang menimbang barang temuan milik Kyara.
“Iya, Pak,” jawab Kyara.
“Kalau begitu masih belum bisa dibayar full,” ujar pria dengan bekas luka di tangan dan wajahnya itu.
Kyara menghembuskan napas panjang. Ia tahu, sebenarnya semua itu hanya alasan saja. Mereka sengaja membeli hasil temuan Kyara dengan harga sangat murah.
“Ya sudah. Tidak apa-apa,” kata Kyara beberapa saat kemudian. Jadi semuanya berapa, Pak?” tanya Kyara.
“Ini untukmu,” kata pengepul itu sambil menyerahkan tiga lembar uang sepuluh ribuan dan beberapa lembar uang dua ribu.
“Terima kasih banyak,” jawab Kyara lalu hendak berlalu pergi.
“Tunggu dulu! Itu apa yang kau bawa?” pria berwajah garang itu, menahan Kyara untuk pergi.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Cancan
kyara itu pinter, banyak akal😆
2023-01-23
1
kutu kupret🐭🖤🐭
kata motivasi dari author 😁
2023-01-15
5