"Bagaimana keadaannya?" tanya Albert pada perawat yang menangani Kyara.
"Lukanya sudah diobati. Lalu dia sedang tidur, dokter," kata para perawat.
"Oh, baguslah. Nanti kalau dia sudah bangun, segera kabari saya," ujar Albert.
"Baik, dokter."
Para perawat memandang punggung dokter tampan itu hingga menghilang di balik dinding kaca.
"Hei, dia itu siapa, sih? Gembel gitu kok bisa ditolong sama dokter Albert?" tanya Siti.
"Duh, mana aku tahu? Dokter Al kan sudah sering membawa gembel kayak gitu? Lama-lama rumah sakit ini bau kayak kebun binatang karena sering didatangi sama gembel dan gelandangan kayak gitu," ucap kiki pula.
"Emangnya dokter itu gak rugi ya, ngumpulin gembel kayak mereka?" tanya Rindi pula.
"Hei, hei... Positif thinking aja. Dokter Albert kan punya lembaga riset gitu. Jangan-jangan nanti mereka yang udah sembuh, dijadikan kelinci percobaan di labnya dokter," kata Vera si perawat paling cantik.
"Eh, bisa jadi. Gembel kayak mereka mah, hilang dari peredaran juga nggak ada yang nyadar," kata Kiki sambil tertawa lebar.
"Tidak ada yang gembel di sini. Semua berhak mendapatkan layanan pengobatan yang sama."
"Astaga, dokter!" Para perawat itu tidak sadar, kalau sang dokter tampan kembali lagi ke ruangan itu.
"Sungguh memalukan. Wanita cantik dan berpendidikan kayak kalian, ternyata omongannya sangat kotor dan menjijikkan," kata Albert sambil memandang jijik pada para perawatnya.
"Tapi yang kami bilang itu kan benar, dokter. Lihatlah, apa dokter tahu asal usul wanita itu? Terus bentuknya juga aneh. Mirip hewan berekor yang lompat-lompat di hutan itu. Apa dokter nggak takut?"
"Jaga bicaramu, Siti. Dia pasienku. Kalan harus menghormatinya," tegur Albert.
"Tetapi yang dikatakan Siti itu benar, dokter. Kalangan rendahan kayak mereka, bakal ngelunjak kalau diberi perhatian dikit," kata Vera.
"Tidak ada kalangan rendahan di sini. Semua pasienku derajatnya sama. Yang rendahan itu adalah orang yang merasa dirinya hebat, tapi tidak punya sopan santun," ucap Albert secara frontal.
Kyara yang mendengar semua obrolan itu di dalam, hanya bisa menarik napas panjang.
"Ya, inilah alasannya aku nggak mau menerima bantuan pria itu. Mungkin dia baik. Tetapi orang-orang di sekitarnya tidak. Kakakku saja ingin membunuhku," gumam Kyara.
Gadis itu berjalan tertatih dari tempat tidurnya, lalu berjalan keluar kamar.
"Ah, Kalisa. Kamu sudah sadar?" tanya Albert dengan ramah.
"Saya tidak jadi tidur, dokter," jawab Kyara sambil melirik tajam pada para perawat nyinyir tersebut.
"Apa mereka terlalu berisik?" kata Albert dengan nada menyindir.
"Tidak. Tapi saya harus pergi dari sini, seperti kata mereka," ujar Kyara.
"Nggak. Aku nggak akan membiarkanmu pergi dari sini. Lukamu belum sembuh, dan kamu tidak punya tempat tujuan," larang Albert dengan tegas.
"Tapi saya..."
"Kalau kamu tidak mau menerima semua ini dengan gratis, kamu bisa bekerja di sini sebagai cleaning service. Kebetulan, kami sedang membutuhkan orang di bagian itu," ucap Albert.
"Dokter, gimana kalau para calon pasien kita lari ketika melihat dia?" protes Vera.
"Dia bukan setan. Nggak akan ada yang takut dengannya," jawab Albert. "Justru mulut pedas kalian yang membuat para pasien nggak betah, lanjutnya.
"Tapi memangnya dia bisa bekerja dengan tubuh cacat seperti itu?" Kiki memandang Kyara dengan tatapan remeh.
Albert memandang Kyara untuk mendapatkan jawaban, "Gimana Kalisa? Kalau kamu keberatan menerima pekerjaan ini, aku bisa memberikan pekerjaan yang lebih baik," tanya Albert.
"Bukan begitu maksudku, dokter," protes Kiki.
Tetapi Albert tidak menggubrisnya. Dokter muda tersebut tetap menunggu jawaban dari Kyara.
"Saya bersedia melakukannya, dokter. Saya ahlinya bersih-bersih," ujar Kyara yang lebih dikenal dengan Kalisa saat ini. Ia memandang para perawat itu dengan tatapan tajam.
"Tetapi kalau dokter mau memberikan saya pekerjaan dibidang lain, administrasi misalnya, saya juga memahaminya," lanjut Kyara.
"Benar, Kyara. Tunjukkan potensimu. Jangan sampai mereka merendahkanmu lagi," ucap Kyara dalam hati.
"Nah, baiklah. Semuanya clear, kan? Untuk sementara Kalisa akan menjadi cleaning service. Nanti kalau ada posisi lebih bagus, aku akan memberi tahumu."
"Terima kasih, dokter," ucap Kyara.
"Kalau kalian masih ngomongin dia, siap-siap aja aku mutasi ke departemen kesehatan mental," ancam Albert pada para pegawainya.
"Cih, apa sih hebatnya wanita itu? Lihat aja, sebentar lagi dia pasti jadi penjilat di sini," gumam Kiki.
...🌺🌺🌺...
Tok! Tok! Tok!
"Kalisa... Apa anda sudah tidur?"
"Belum, Pak," jawab Kyara dari dalam kamar.
"Boleh aku masuk?" tanya Albert lembut.
"Sebentar..."
Ceklek!
"Ada apa, Pak?"
"Kamu sudah makan? Aku bawa gorengan, nih." Albert meletakkan sepiring gorengan yang masih mengepul panas dan mengeluarkan bau harum.
"Sudah, sih. Tapi kayaknya pisang gorengnya menggoda," kata Kyara.
"Jangan bilang kamu makan malam dengan roti harga seribu yang kamu bawa itu?" tebak dokter muda tersebut.
Glek! Kyara menghentikan kunyahan pisang gorengnya, "Anda nggak mengintip saya makan malam kan, Pak?"
"Ya nggak, lah. Lagian jangan panggil aku Bapak terus. Usiaku baru tiga puluh dua tahun," protes Albert.
"Wah, ternyata Anda dokter muda yang berbakat ya, Om."
"Jangan panggil aku Om juga, Kalisa. Panggil saja aku Albert." Pria itu tidak terima.
"Mana bisa begitu? Umur kita jauh berbeda."
"Memangnya berapa umur kamu?"
"Aku... Baru sembilan belas tahun," jawab Kyara.
Bohong. Sembilan belas tahun adalah umur Kalisa. Umur Kyara sebenarnya adalah dua puluh satu tahun. Ia sengaja menyembunyikannya demi keamanan identitasnya.
"Uhuk!" Albert tersedak bakwan yang sedang dikunyahnya. Kyara buru-buru memberikan minum.
"Ternyata kamu lebih tua dari yang kupikirkan. Sikapmu yang polos, seperti anak usia lima belas atau enam belas tahun," ungkap Albert.
"Hah? Polos?" Kyara malah terkejut mendengar kata-kata itu.
"Berarti kamu udah lulus SMA, dong?" tanya Albert.
"I-itu..." Duh, Kyara tidak tahu apa-apa tentang Kalisa. Di mana ia sekolah? Apa pendidikan terakhirnya? Pernah kerja di mana? Siapa teman-temannya. Kyara tidak tahu satu pun.
"Kalau nggak mau cerita nggak apa-apa, kok," ujar Albert melihat Kyara kebingunan. "Btw kamar ini sempit dan panas, ya?"
"Nggak, kok. Ini udah lebih dari cukup, dari pada aku tidur di bawah langit. Terima kasih Om.. emm... dokter," ucap Kyara.
Ruang yang dipakai Kyara saat ini sebenenarnya bekas gudang penyimpanan alat-alat kesehatan sebelum di renovasi. Sekarang semua benda tersebut telah memiliki tempat khusus yang lebih besar.
Saat ini Kyara hanya tidur beralaskan tikar dan bantal seadanya. Tapi Kyara merasa lebih aman dari pada terlantar di jalanan.
Tetapi hati kecilnya masih merasa was-was dengan pria baik ini. Apa benar dia hanya membalas budi pada Kyara tanpa ada maksud lain?
"Ah, sudah jam segini. Aku keluar dulu, ya. Kamu istirahat, gih," kata Albert. Pria itu mengambil sebuah anak kunci yang tergantung di dinding tanpa sepengetahuan Kyara.
"Dengan ini pasti semuanya terkendali," ucap Albrrt dalam hati, seraya memasukkan kunci tersebut ke dalam sakunya.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
yumin kwan
ini dokter albert orang baik atau orang jahat???
2022-10-21
4