"Dia ada di dalam sana. Gadis monster itu," ucap seorang wanita di luar gudang.
"Hah? Siapa itu?" Kyara tersentak kaget. Dia langsung bangkit dari tidurnya. Seluruh tubuhnya pegal-pegal, karena berbaring di atas lantai tanah beralaskan tikar.
Sayup-sayup Kyara mendengar lantunan suara adzan dari kejauhan. Ayam juga mulai berkokok. Tidak terdengar lagi suara yang ia dengar tadi.
"Untunglah... Ternyata cuma mimpi," gumam Kyara mengelus dadanya. Ia tak menyadari telah tertidur sepanjang malam.
Sesuai janji, sebelum matahari terbit Kyara meninggalkan gudang tersebut. Ia telah merapikan gudang tersebut, dan menyelipkan selembar uang di bawah lampu teplok sebagai tanda terima kasih.
Udara subuh yang sangat sejuk itu mencengkeram tubuh Kyara hingga ke tulang. Gadis yang hanya menutup tubuhnya dengan daster pemberian pemilik warung, merasa tubuhnya menggigil hingga terasa membeku.
Tapi Kyara terus berjalan tanpa lelah. Tujuan Kyara kali ini adalah alamat yang tertera di KTP milik Kalisa. Selain itu, dia juga akan mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya.
Beberapa puluh menit kemudian, ia pun sampai di tepi jalan besar. Cukup lama ia menanti angkutan umum untuk membawanya ke alamat yang ia tuju. Tidak seorang pun yang mau mengangkutnya. Alasannya masih sama seperti kemarin, ia memiliki wajah yang menakutkan.
Tapi bukan Kyara namanya kalau cepat menyerah. Gadis itu mendekati seorang tukang becak renta, yang sedang menurunkan muatan dari atas becaknya.
Pria dengan rambut putih itu terlihat kesusahan mengangkat kardus-kardus minuman tersebut. Tidak seorang pun yang mampu menolongnya.
"Boleh saya bantu, Kek?" tanya Kyara dengan lembut.
"Oh, apa kamu bisa? Saya senang sekali," ucap pria tersebut sambil mengusap peluhnya.
"Ya, tentu saja," kata Kyara sambil tersenyum riang. Kyara pum membantunya memindahkan barang tersebut dari becak, hingga ke dalam warung kecil dipinggir jalan.
"Terima kasih, Nak."
“Sama-sama, Kek. Oh iya, apa Kakek tahu alamat ini?”
"Hmmm...?" pria berkulit keriput tersebut mengerutkan dahinya. Kedua matanya fokus menatap ke arah kartu tanda penduduk di tangan Kyara.
"Oh.. Jalan Cemara. Itu lumayan jauh dari sini," kata Sang Kakek.
"Apa Kakek bisa mengantarku ke sana?" tanya Kyara.
"Tentu saja. Ayo naik.
...🌺🌺🌺...
"Restu, kau bilang apa barusan? Kyara telah dikeluarkan dari rumah sakit? Kenapa kau biarkan itu terjadi?” marah Maria pada Restu
“Aku bukan membiarkannya.Tetapi aku sengaja. Dia harus merasakan pahitnya kehidupan di luar, sebelum ia mati perlahan.”
“Bagaimana kalau dia mendatangi tempat tertentu untuk meminta bantuan?” omel Maria.
“Ternyata otakmu cuma setengah, ya?" ucap Restu sambil menghembuskan napas kesal.
"Apa kau bilang?" balas Maria.
"Dia tidak punya apa-apa. Bahkan identitas pun tidak jelas. Tenanglah, tidak ada seorang pun yang bisa mempercayainya.”
“Cih, menyusahkan saja. Selama dia masih hidup, pasti akan menyusahkan. Kenapa nggak langsung mati aja, sih?” gerutu Maria.
“Tapi dia benar-benar gelandangan di jalan, kan?” tanya Maria.
“Aku nggak bisa menjaminnya," kata Restu.
"Maksudmu?" Maria panik mendengar jawaban pria tersebut.
"Mungkin saja dia sekarang sudah mati kelaparan dan kedinginan. Apalagi semalaman hujan lebat," kata Restu sambil tertawa sinis.
...🌺🌺🌺...
"I-ini panti asuhannya?"
Kyara menatap bangunan panti asuhan yang kini tinggal puing-puing belaka. Tidak ada siapa pun di sana, selain sinar matahari yang mencengkeram permukaan bumi dengan sengatan panasnya.
"Apa aku nggak salah tempat?" pikir Kyara lagi.
"Ibu... Ada orang gila," seru seorang anak kecil sambil berlari menjauhi Kyara.
"Nak, nggak boleh ngomong gitu," ujar seorang wanita paruh baya yang kebetulan melintas di sana.
Kyara pun memberanikan diri menyapanya, "Permisi, Bu," ucapnya.
"Ya?"
"Apakah benar di sini Panti Asuhan Latansa?" tanya Kyara.
"Benar. Tapi beberapa hari yang lalu, tanah ini kena gusur sama sebuah perusahaan," jawab wanita itu.
"Digusur? Kenapa?" tanya Kyara penasaran.
"Katanya sih lahan sengketa. Tapi aneh juga, ya? Sudah berdiri selama hampir tiga puluh tahun, kok malah kena gusur sekarang?" kata wanita berdaster kuning itu.
"Perusahaan apa yang menggusurnya, Bu? Saya lihat bangunan di sekitarnya tidak ada yang kena gusur?"
Kyara memperhatikan lahan dengan puing bangunan ini tersebut. Sangat kontras dengan wilayah di sekitarnya yang sama sekali tidak tersentuh penggusuran.
"Katanya sih PT. Restu Jaya Abadi, Bu. Mau di bikin klinik gitu katanya."
"PT. Restu Jaya Abadi? Apa ini bagian dari rencana mereka juga?" gumam Kyara.
Pikiran Kyara langsung melayang kepada sang mantan kekasih yang kini menghianatinya. Ia tak pernah tahu, apakah Restu memiliki perusahaan tersebut apa tidak. Tetapi semua kejadian belakangan ini membuatnya tidak bisa berpikir positif.
"Terus para penghuninya pindah ke mana, Bu?" tanya Kyara kemudian.
"Nah, kalau itu saya juga nggak tahu, Dek. Waktu penggusuran itu, mereka diusir begitu saja dan tidak ada persiapan. Mereka lalu berjalan kaki meninggalkan panti asuhan ini bersama pengasuhnya," jawab wanita tersebut.
Kyara termenung cukup lama setelah mendengarnya. Pikirannya kosong. Hatinya dipenuhi beragam pertanyaan.
"Memangnya Adek mencari siapa? Apakah ada kenalan atau saudara yang tinggal di sini?" tanya wanita itu pada Kyara.
"Saya mencari Kalisa yang dulu pernah tinggal di sini. Apa Ibu mengenalnya?" tanya Kyara.
"Kalisa? Saya tidak begitu mengenal anak-anak panti di sini," jawab wanita ramah itu.
"Tetapi salah seorang anak panti yang saya kenal, ada yang sering dipanggil Lisa. Sudah beranjak dewasa dan orangnya sangat baik. Dia sekarang sudah bekerja di sebuah perusahaan dan nggak tinggal di sini lagi," lanjut Wanita itu.
"Oh, begitu ya, Bu. Apa Ibu memiliki nomor telepon yang bisa dihuhungi?" tanya Kyara.
"Nggak punya, sih," jawabnya.
...🌺🌺🌺...
Kyara duduk termenung di bawah sebuah jembatan layang. Baju yang melekat di tubuhnya sudah berdebu dan basah oleh keringat.
Kyara kehilangan arah, sendirian, tanpa ada yang mau menerimanya. Beberapa kali ia menawarkan jasa untuk sekedar memperoleh recehan dan tempat berlindung di malam hari, tetapi tidak ada yang mau menerimanya.
Aneh, jelek, menakutkan, penyakitan, monster, itulah yang orang-orang katakan padanya, setiap Kyara mendatangi mereka.
"Sabar, Kyara. Kau pasti kuat. Pohon kelapa saja harus menerima terpaan angin, untuk tumbuh tinggi dan kuat. Aku juga harus bisa melaluinya," ujar Kyara pada dirinya sendiri.
"Heh, gembel! Jangan tidur di sini! Ini tempatku!" Seorang remaja berusia belasan tahun melayangkan tendangannya ke tubuh Kyara yang lemah.
"Tapi ini kan tempat umum?" ucap Kyara.
"Tidak ada yang namanya tempat umum. Semua tempat di bumi ini sudah ada pemiliknya. Kau pergilah cari tempat yang lain," hardik remaja itu.
Kyara terdiam beberapa saat. Pria itu tersenyum penuh kemenangan.
"Tapi ini juga bukan tempatmu, Pak," balas Kyara kemudian. Tidak disangka, wanita itu justru melawan preman pentolan jalan layang tersebut.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments