Siang itu Andra tidak ada di rumah karena dia harus mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya, meski sebenarnya alasan Andra sedikit membuatku curiga, mengingat kalau hari itu aku harusnya memeriksa tugas yang aku berikan minggu lalu dan bersiap menghukumnya kalau dia membuat kesalahan.
“Bu Dewi, apa anda sangat suka kegiatan berkebun?” Tanyaku sambil memotong rumput bersama Ibu Dewi yang menanam bunga di belakangku.
“Begitulah, Azia. Apa kamu merasa lelah? Ayo kita istirahat dulu!”
“Sebenarnya saya belum lelah kok, bu!”
“Jangan memaksakan diri, nanti kamu sakit! Ayo sini duduk dulu”
Lalu aku berhenti bekerja dan duduk di dekat bu Dewi, kami meminum teh bersama dengan cemilan yang sudah di sediakan oleh pelayan rumah itu.
“Akhir-akhir ini kamu sehatkan, Azia?”
“Iya, bu. Saya sangat berterimakasih sekaligus minta maaf karena telah merepotkan ibu, padahal saya tidak ingin menyusahkan siapapun”
“Gak sama sekali, Ibu malah merasa senang karena berasa punya anak perempuan. Andai anak ibu itu perempuan mungkin ibu akan sangat senang”
“Jadi, ibu gak senang sama aku yang terlahir sebagai laki-laki” Kak Alex tiba-tiba datang dan memeluk bu Dewi dari belakang.
Mereka terlihat seperti keluarga yang harmonis dan sangat hangat, sama seperti keluarga Fara, aku merasa jadi orang yang transparan pada saat itu. Bu Dewi mencium pipi sulungnya itu, lalu kak Alex duduk diantara kami berdua.
“Anak ibu sayang sudah pulang rupanya, sudah makan sayang?” Tanya bu Dewi dengan lembut sambil mengelus rambut kak Alex.
“Sudah tadi, ngomong-ngomong kayaknya tadi ibu bilang kalau andai kami lahir nya perempuan, ya?”
“Heum, iya andai saja kamu perempuan, pasti sekarang ibu sangat senang, ajak berkebun dan belanja bareng.”
“Bisa-bisanya ibu berkata seperti itu” Lalu Andra muncul diantara mereka dengan masih menggunakan pakaian sekolahnya.
“Loh kok pulangnya cepat?” Tanya bu Dewi sambil berbalik melihat ke Andra.
“Itu sebenarnya, mereka ubah hari nya, oh iya. Kenapa Ibu bilang lebih suka anak perempuan? Memangnya kami kenapa?”
“Ya kalian susah diajak bantu-bantu di kebun ibu dan kalau di suruh anterin ke butik aja kalian pasti cari alasan, ya’kan?”
“Itu… Eh, kak Azia belum pulang” Andra dengan cepatnya mengubah topik pembicaraan.
“Iya, ini juga mau pulang”
“Loh kok cepat sekali, Azia? Gak makan dulu?”
“Sudah bu, sebelum ke sini tadi Azia makan dulu”
“Kalau gitu biar Alex anterin kamu aja, ya?”
“Gak usah bu, Azia udah terlanjur mesan ojek onlinenya tadi”
“Oh, kalau gitu hati-hati di jalan, ya!”
Lalu aku bergegas pergi begitu pesan dari ojek online masuk. Baru juga berjalan sekitar 10 meter, eh ban motor kempes, rasanya sangat kesal karena aku membuang-buang waktu untuk hal itu saja.
“Udahlah, pak saya cari kendaraan lain saja”
Lalu seketika kak Alex datang dengan mobil miliknya, dia berhenti tepat di depan kami.
“Kenapa Azia?”
“Bannya kempes”
“Kalau gitu kamu naik saja mobil aku”
“Oke” Tanpa pikir panjang aku naik ke mobil kak Alex.
Saat itu aku terlalu mengejar waktu hingga lupa siapa yang berada di sampingku, aku fokus ke jalan, aku takut kami tersesat dan membuat aku terlambat sampai di tujuan.
“Tenang, kita gak akan sesat kok!” Kak Alex seakan tahu apa yang ada dalam pikiranku, membuat aku merasa sedikit malu karena seakan tanpa sadar mendesaknya untuk berjalan cepat.
“Ngomong-ngomong, Azia kamu terlalu sibuk mengajar orang lain bahkan saat libur, lalu apa yang terjadi pada pacarmu?”
“Pacar? Aku mah gak pacaran, lagian mana ada yang mau pacaran sama aku yang kutu buku”
“Siapa bilang? Kamu itu sangat cantik dan pintar, dan kalau di lihat-lihat dari sudut mana pun kamu tidak terlihat seperti kutu buku kok”
“Benarkah? Terima kasih atas pujiannya”
Tak terasa kami sudah sampai di tujuan, aku segera turun setelah mengucapkan terimakasih pada kak Alex dan segera berlari masuk ke dalam rumah anak yang akan aku ajari waktu itu. Semua kembali berjalan seperti seharusnya, tidak ada yang mencurigakan pada keadaanku tapi, ketika aku selesai mengajar setelah makan malam aku berencana pulang menggunakan bus tapi sayangnya tidak ada bus untuk malam.
“Harusnya aku tidak usah makan malam di sana tadi, sekarang aku ketinggalan bus terakhir. Sial banget sih!” Kerutuh ku sambil terus berjalan menelusuri jalan.
“Azia!” Suara kak Alex dari arah belakangku.
“Kak Alex?! Bikin kaget aja, kenapa kakak ada di sini?”
“Kebetulan aja, gimana kalau aku anterin pulang”
“Oke” Aku langsung masuk ke dalam mobil.
Aku memberikan alamat rumah nenek pada kak Alex, lalu kami tiba dalam beberapa menit karena memang tempat terakhir aku mengajar hari itu tidak terlalu jauh dari rumah nenek makannya aku tidak ingin membuang uang dengan memesan ojek untuk pulang.
“Kamu tinggal sendiri di sini?”
“Sebenarnya tidak, aku hanya mengambil sesuatu lalu pulang ke rumah Fara. Kakak tunggu di sini saja, ya?!”
“Heum”
Tanpa membuang waktu aku langsung berlari masuk dan mencari barang pesanan Fara, setelah mendapatkan teh yang Fara inginkan aku langsung keluar dan mengunci pintu. Sepertinya malam itu aku sedikit gila, aku melihat kak Alex mengeluarkan cahaya yang menyilaukan dari tubuhnya, senyum hangatnya menyapaku yang berjalan kearahnya. Mungkin itu karena pengaruh cahaya bulan yang cukup terang malam itu atau memang dia memiliki aura yang bersinar seperti saat itu, aku jadi tidak bisa mengalihkan mataku dari dirinya.
“Azia?!” Panggilannya memecahkan kebekuanku.
“Kamu kenapa?” Tanya kak Alex yang melihatku dengan tatapan terheran-heran kerena aku terus memandanginya.
“Ah itu… Kakak terlihat sangat tampan” Aku langsung masuk ke dalam mobil karena malu atas ucapanku yang tidak sadar terlepas begitu saja.
“Terimakasih atas pujiannya!” Lalu kami pun berangkat menuju ke rumah Fara.
Rasanya aku ingin meloncat ke dalam laut saking malunya mengingat apa yang aku ucapkan dengan jelas di depan rumah nenek, aku terus saja memalingkan wajahku dari kak Alex hingga sampai di rumah Fara karena aku terlalu malu menatapnya. Ketika sampai aku bergegas turun sambil mengucapkan terimakasih.
“Azia, tunggu!”
“Ada apa, kak?!” Aku kembali dan menghampiri kak Alex yang masih di dalam mobil.
“Azia, semoga mimpi indah!” Ucap kak Alex dengan lembut dan senyum hangatnya yang tidak pernah bisa aku lupakan.
Setelah itu dia pergi, aku masih tidak percaya mendengar hal itu dari mulut kak Alex, kami tidak terlalu dekat hingga bisa mendengar hal semacam itu. Aku merasa seakan sedang punya sayap dan terbang hingga ke langit malam itu. Aku langsung menceritakan kejadian hari itu pada Mia dan Fara, mereka berkata kebetulan yang cukup aneh tapi, mereka berpikir kalau mungkin saja kami berada di garis takdir yang sama hingga banyak jalan untuk bisa lebih dekat. Salah atau benar aku tidak tahu tapi, menurutku kak Alex telah memberikanku celah untuk bisa memasuki hatinya.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments