Aku tidak terlalu berharap pada hubungan ku dan Daniel, karena aku menganggapnya hanyalah hubungan anak-anak yang tidak akan bertahan lama. Lalu tiba-tiba di akhir pekan ku yang harusnya mengajar les untuk Mia dan Fara, Daniel malah mengajakku berkencan. Kami hanya berjalan-jalan di taman lalu membeli es krim dan duduk sambil memandangi pemandangan alam yang indah meski itu adalah taman buatan.
“Aku ingin sekali pergi jalan-jalan ke tempat wisata alam, aku ingin menemukan ketenangan dan kesejukan yang pernah aku dengar dari perjalan teman-temanku.”
“Lalu kenapa kamu tidak pergi saja denganku?”
“Tidak, aku tidak ingin membuang waktuku, aku harus belajar dengan giat dan mendapatkan beasiswa di luar negeri, dengan begitu aku merasa sudah cukup berpetualang.”
“Itu bukan petualangan, itu hanya belajar. Kamu membosankan sekali!”
“Kalau membosankan kenapa kamu mau pacaran denganku?”
“Ya karena kamu membosankan, aku suka kamu yang apa adanya, membosankan, tidak berpura-pura dan jujur dengan perasaanmu sendiri.”
“Benarkah?” Aku tidak percaya pada ucapannya karena dia sama sekali tidak tahu kalau aku sedang berpura-pura mau bersamanya karena terpaksa.
“Bagaimana kalau kita nonton?”
“Gak, aku mau kita ke rumah Fara dan belajar saja, gimana?”
“Ayolah, sekali saja”
“Gak!” Lalu aku berdiri dan pergi karena tidak tahan lagi dengan cuaca yang mulai panas.
“Azia tunggu! Aku minta maaf, baiklah ayo kita belajar tapi, kamu jangan marah lagi, ya?”
“Iya” Lalu kami bergandengan tangan berjalan ke parkiran, aku masih tidak habis pikir bagaiman bisa dia yang masih anak SMA boleh membawa mobil sendiri, tapi terserahlah toh aku tidak ada hubungannya denganku.
“Gimana kalau kita beli makanan dulu sebelum ke sana?”
“Eumm, aku mau nasi goreng, kalau mereka beli aja bakso”
Lalu kami membeli semua makanan yang aku pikirkan saat itu, dia tampak tidak suka saat aku minta dia untuk turun dan memesan nasi goreng pinggir jalan, dia terlihat jijik dengan hal itu, meski begitu dia memaksakan diri dan tetap membeli apa yang aku minta.
“Makasih, sayangku!” Ucapan itu lepas dengan sendirinya tanpa aku pikirkan terlebih dahulu.
Wajahnya memerah saat mendengar aku memanggilnya sayang, padahal saat itu aku hanya terbawa suasana dan aku biasa memanggil temanku dengan kata ‘sayang’ dan itu tidak bermakna sesuatu yang luar biasa. Lalu tiba-tiba ban mobil milik Daniel menginjak paku, kami terpaksa menepi dan dia segera menelpon orangnya untuk menjemput kami, saat sedang menunggu aku cukup lapar dan akhirnya aku turun dan makan di pinggir jalan, ada es cendol lewat pas saat aku sangat haus.
“Pak, cendolnya satu bungkus!”
“Siap, mbak!”
“Kamu serius mau minum itu? Kayaknya gak enak dan gak sehat banget deh”
“Udah, ah sana bayar jangan bawel!”
Dengan terpaksa dia menghampiri gerobak es cendol dan dan membelikan aku es yang dianggap tidak sehat itu.
“Ni!” Dia memberikan segelas es cendol.
“Makasih!” Aku langsung meminumnya. “Eumm.. seger banget, kamu mau?” Tanyaku padanya sambil menikmati minumanku.
“No!”
“Sok nolak! Nih, coba dulu, kalau gak enak nanti buang aja” Aku menyodorkan minuman itu langsung lalu dia mencobanya.
“Em, rasanya boleh juga tapi aku tetap gak mau minum lagi”
Tak lama kemudian mobil jemputan kami datang dan kami pun segera ke rumah Fara, mereka ternyata sudah cukup lama menunggu kami.
“Kalian kemana aja sih? Lama banget!”
“Sabar sayangku, tadi ban mobil kami bocor makanya agak lama, nih aku beliin bakso langganan kita!”
“Nah, kalau kayak gini sih boleh telat!”
Mia dan Fara langsung menyerbu bakso yang kami beli untuk mereka berdua. Lalu tiba-tiba perut Daniel mules, dia langsung berlari mencari kamar mandi dan berulang kali bolak-balik.
“Dia makan apa tadi, zia?”
“Itu, kayaknya gara-gara minum es cendol yang kami beli di pinggir jalan pas nunggu jemputan tadi”
“Lebay banget perut tu anak, udah kasih obat diare aja sana! biar kita bisa mulai belajar sekarang.”
“Maaf gara-gara aku, kamu jadi kayak gini” Aku menghampiri Daniel yang terlihat kelelahan bolak-balik toilet.
“Gak papa, sini obatnya biar aku minum sekarang”
Aku memberikan air dan obat padanya, aku cukup kasian melihat keadaanya yang sudah lemas karena bolak balik kamar mandi.
“Kalau gitu aku hari ini tidak akan memberikan tugas untuk kalian, sebagai gantinya kita akan mengulang materi minggu lalu dengan cepat.”
“Hore!” Mereka bertiga malah senang padahal itu membuang-buang waktu.
Kami belajar hingga matahari tidak lagi terlihat bersama sinarnya di langit, mata mereka bertiga mulai lelah, dan tangan mereka mulai memainkan pulpen dan tidak lagi fokus pada materi yang sedang aku bahas.
“Kalau kalian merasa lelah, ayo kita akhiri pelajaran hari ini”
“Hore!!!” Teriak mereka dengan semangat.
“Kalian ini, benar-benar ya! Sudahlah!”
“Ayo bersiap untuk makan malam.”
“Oke”
Kami bertiga membereskan semua buku dan kertas yang berceceran dilantai karena kami belajar dan melakukan beberapa percobaan. Hal yang paling menyenangkan saat makan malam di rumah Fara adalah saat melihat Fara dan orang tuanya tersenyum hangat saat saling menggoda ketika makan, mereka terlihat seperti keluarga sempurna dan aku sangat iri padanya. Kadang aku berpikir bagaimana kalau aku juga punya orang tua, akan kah aku merasakan hal yang sama. Meski begitu aku masih bersyukur karena aku punya nenek yang selalu mendukung langkahku, mendukung mimpiku dan selalu memelukku dengan kehangatannya hingga saat ini.
“Azia, sayang kamu menginap saja di sini malam ini, ya?” Pinta tante Mita.
“Pengennya begitu, sih tante. Tapi, Azia udah janji sama nenek besok pagi-pagi bantuin nenek buat beres-beres toko teh kami.”
“Ya, gak asik banget! Padahal aku udah minta izin buat nginep.” Mia terlihat kecewa.
“Maaf teman-teman, aku gak bisa sekarang tapi, kalau nanti-nanti mungkin akan aku usahakan”
“Janji, ya”
“Iya”
“Kalau gitu kita pulang bareng aja, Azia?” Tanya Daniel.
“Gak, aku bisa pulang sendiri. Lagian kita beda arah.”
“Gak papa, lagian aku kan pacar kamu. Aku harus menjaga kamu dan menjamin keselamatan kamu dong sayang.”
“Apaan sih!”
“Kalian pacaran?” Tanya tante Mita.
“Iya tan, baru beberapa minggu sih, tan” Jelas Daniel pada tante Mita.
“Kalau gitu tolong jaga Azia dengan baik-baik, ya?!”
“Siap tan, saya pasti akan menjaga Azia dengan jiwa raga saya sendiri” Daniel tersenyum bahagia seakan baru mendapat restu dari orang tuaku saja.
“Lebay banget sih kalian berdua” Ucap Fara yang melas melihat drama mamanya dan Daniel yang berlebihan.
“Kalau begitu kami pulang dulu, ya tan!” Aku berpamitan pada tante Mita di ikuti Daniel.
Saat di jelan aku meminta Daniel menurunkan aku tidak jauh dari rumahku karena aku takut nenek tahu dan akan murka karena aku pulang dengan seorang cowok malam-malam.
“Loh kenapa turun di sini? Emang udah sampai, ya?”
“Gak, tapi ini lebih baik dari pada di bunuh sama nenek aku kalau ketahuan pulang sama kamu.”
“Kenapa emangnya?”
“Ya, karena kamu cowok, paham gak? Ini udah malam, sana pulang” Lalu aku segera berlari menjauh dari mobil Daniel sebelum ada yang melihat kami.
bersambung
Jangan lupa tinggalkan jejaknya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments