Ketika aku kembali ke kelas wajah kesal Daniel sudah menyambut ku yang baru saja berada di pintu masuk kelas. Padahal aku ingat dengan jelas dia tersenyum gembira saat berbicara dengan beberapa cewek di kantin, aku mencoba mengabaikan ekspresi Daniel yang kesal dan langsung duduk di bangku ku tanpa merasa bersalah sama sekali.
‘syut syut’ Fara memanggilku dengan suara pelan, lalu aku menoleh ke belakang.
“Ada apa?”
“Tu, anak kenapa?” Tunjuk nya kearah Daniel yang masih terlihat cukup kesal.
“Gak tahu dan gak mau tahu!” Ucapku tegas.
“Beb, jangan gitu ah! Coba di tanya apa yang terjadi sama dia, sejak masuk kelas dia udah kayak gitu, wajahnya penuh dengan emosi, sampai-sampai kayak kelihatan deh aura hitam yang keluar dari tubuhnya.”
“Lupakan itu, mending kalian baca saja materi sebelum guru masuk, kalau ada kuis dadakan lagi aku gak bisa bantu!”
“Loh kok kayak gitu sih, Zia!”
“Kalau aku bantu kalian lagi, bu Ani bilang aku akan di pindahkan ke kelas sebelah!”
“Duh jangan dong, kalau kamu pindah kelas nanti siapa yang bantu kami buat tugas di sekolah lagi!”
“Makanya, kalian belajar yang benar dong!”
“Iya, iya, nanti kami belajar kok!”
Sampai pulang sekolah pria yang biasanya cerewet itu hanya dia saja meski dia masih saja mengikuti kami.
“Hai! Kalau kamu masih memasang wajah kayak gitu mending gak usah ikut kami, deh!” Ucap Fara yang sudah tidak tahan melihat wajah Daniel yang kesal tanpa sebab.
“Em, sebenarnya kamu ada masalah apa sih? Kalau ada masalah cerita aja ke kita, ya'kan Fara?!” Tawar Mia yang siap menampung setiap curhatan teman-temannya.
“Coba pikir, apa kalian gak kesal kalau lihat pacar kalian lagi berduaan sama orang lain?”
“Aku sih biasa aja, ya soalnya aku masih punya banyak cadangannya” Ucap Fara menyombongkan dirinya yang banyak gebetan.
“Aku juga sama, soalnya gak penting amet sama hubungan saat SMA, ya'kan Zia?”
“Iya” Jawabku acuh.
“Maksud kamu apa Azia Mutiara dengan mengatakan ‘iya’?” Ucap Daniel dengan nada kesal padaku.
“Ya iya apa ajalah, yang penting kita pulang sekarang, aku lapar banget nih, gak bisa mikir kalau lapar tahu!” Saat itu aku sebenarnya tidak terlalu mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan karena aku terlalu lapar untuk bisa memikirkan sesuatu selain makanan.
“Kamu ini emang selalu tidak peduli sama hubungan kita, ya?!” Lalu dia pergi meninggalkan kami.
“Lah makin marah dia!”
“Iya, menurut kamu kenapa dia makin marah, ya Fara?”
“Eumm. Itu pasti karena Azia mengacuhkannya.”
“Hai kenapa jadi aku? Lupakan itu, ayo kita cari makan dulu, aku lapar banget ni!”
Lalu kami masuk sebuah kafe dan memesan beberapa makan manis yang menemani siang yang melelahkan kami bertiga.
“Café ini udah kayak toko kue aja, macam-macam jenis kue ada di menunya dan yang paling enak itu kopi originalnya, cocok banget sama makan manis yang ada di menu”
“Gak juga, enakan juga kopi luaknya, enak dan gak terlalu berat buat aku yang gak terlalu suka kopi, rasanya juga gak pahit.”
“Aku setuju banget sama Fara, ayo makanan”
“Eh, ngomong-ngomong aku masih penasaran sama si Daniel yang tadi, emang nya dia kenapa, sih Zia?”
“Eum, mungkin aja dia itu tadi lihat aku bicara sama kakak kelas di perpustakaan, dia mungkin kesal karena itu”
“Kamu lihat dia tadi?”
“Gak juga, cuma tebak aja, kali aja benar lagian dia juga bicara soal pacar yang bicara dengan orang lain, ya’kan”
“Kayaknya dia tadi bilang berduaan deh, bukannya bicara”
“Alah sama aja, kalau berduaan juga cuma bicara doang, gak ngapain-ngapain juga.”
“Jadi, dia cemburu gitu?”
“Bisa jadi, ya'kan?”
“Gak peduli juga tuh, lagian dia duluan yang buat aku nunggu 15 menit di taman kayak orang begok saat dia lagi asik bicara sama cewek ganjen dari kelas lain!”
“Dia selingku gitu?” Fara langsung menyimpulkan dengan cepat.
“Gak tahu juga sih, soalnya aku cuma lihat dia lagi ngobrol sama gerombolan cewek terus aku langsung ke perpustaan setelahnya.”
“Kalau dia selingkuh kamu putusin ajalah, beb!”
“Aku juga mikirnya gitu, lagian gak guna juga hubungan kami kalau emang udah sama-sama saling gak membutuhkan.” Aku masih saja fokus pada makananku.
“Jadi rencananya kamu kapan putus dari dia?”
“Gak tahu, lihat keadaan dulu”
“Kalau mau putus jangan sekarang lah, beb!”
“Loh kenapa emangnya?”
“Aku belum dapat pacar yang bisa di suruh beliin makanan jadi, kamu gak boleh putus dulu, ya?”
“Apaan sih, kamu Mia!”
“Eh, betul juga kata si Mia, kamu jangan putus dulu sebelum si Mia dapat pacar”
“Emangnya kamu?”
“Aku sih gak mau pacaran sama anak SMA kita, males aja dan aku bisa bosan lebih cepat dari biasanya”
“Dasar kalian ini!”
Kami tertawa bersama sambil nikmati kue yang begitu manis dan enak itu. Kebiasaan Mia dan Fara yang belum di hilangkan semenjak kami kenal itu adalah memanfaatkan cowok-cowok yang mendekati kami untuk menjadi pesuruh mereka, kami selalu saja menjadi ratu yang berkuasa dan aku terkadang juga menikmatinya walau aku tahu itu salah.
Saat malam tiba, Daniel mengirim beberapa pesan singkat untukku, entah karena apa dia begitu tapi aku pastikan kalau amarahnya itu sudah menghilang.
“Zia, kamu lagi apa?”
“Belajar, kamu jangan lupa buat tugas, kalau lupa lagi aku gak mau kasih contekan, paham!” Balasku dengan tegas.
“Iya, iya maaf! Lain kali aku akan selalu membuat tugasku dan gak akan menyusahkan kamu lagi”
“Bagus deh kalau gitu!” Saat aku berencana untuk mematikan handphone ku agar radiasinya tidak terlau berpengaruh lagi, Daniel kembali mengirim pesan, bukan kata selamat malam tapi sebuah pertanyaan yang sudah pernah aku prediksikan.
“Azia, kamu kenal dengan cowok yang di perpus tadi siang?”
“Gak juga, cuma baru tahu nama doang itu pun saat kami akan berpisah. Emangnya kenapa?”
“Gak papa”
“Oh, oke! Aku mau tidur, bye!”
“Loh kenapa kamu gak nanya soal aku yang bilang gak papa?” Balasnya.
“Ya, kalau kamu merasa gak ada apa-apa, aku harus tanya apa lagi?”
“Seenggaknya kamu tanya kek, apa aku benaran gak pa-apa, gitu!”
“Jadi masalah kamu itu apa, sih? Aku beneran udah ngentuk nih!” Balasku penuh kekesalan dengan diiringi dengan beberap stiker kesal.
“Ya udahlah, kalau gitu kamu tidur aja!”
“Oke, kalau kamu gak bilang sekarang aku anggap masalah hari ini selesai dan ke depannya jangan ganggu malam tenang ku lagi, paham!” Aku makin kesal dengan Daniel yang plin-plan.
“Azia, tunggu dulu! Aku…”
“Apaan sih anek itu, ngirim pesan aja pakei banyak titik-titik bikin orang kesal aja, kalau gak mau bilang yaudah gak usah ganggu orang dengan pesan gak jelas kayak gini!” Ucapku kesal dan hamping melempar ponselku, lalu aku ingat usahaku untuk membelinya itu terlalu sulit hingga aku tidak tega menghancurkannya.
“Aku apa, dasar nyebelin!” Tadinya aku mau kirim kata ‘sial*n’ tapi aku gak mau memancing keributan lagi.
“Aku mau kamu jauhin laki-laki itu!”
Setelah membaca pesannya aku langsung mematikan handphone ku tanpa membalasnya, bagitu permintaanya itu tidak masuk akal terlebih itu sangat membuatku kesal. Dia meminta aku menjauhi teman yang baru aku kenal hanya karena dia tidak suka padahal teman itu bisa membantuku belajar lebih banyak lagi di banding dia yang selalu membuat aku kerepotan di setiap detiknya.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments