“Ingat ini! Kalau terjadi sesuatu pada nenek saya, saya akan pastikan anda masuk penjara dan putra Anda akan membenci anda hingga anda mati, paham!” Aku membalas mengancamnya karena aku terlalu kesal dengan wajahnya yang sok garang padahal dia terlihat hanya wanita kaya yang bodoh.
“Kamu mengancam saya?”
“Pikirkan saja sendiri!” Lalu aku pergi dari tempat itu.
Saat aku keluar dari tempat itu Fara pun keluar, ternyata dia mengikuti ku dari tadi dan aku cukup yakin kalau dia sebenarnya mendengar apa yang kami bicarakan.
“Fara, apa yang aku lakukan ini sudah benar?”
“Kamu sudah benar sayang, kamu sudah benar! Percaya pada dirimu, ayo kita pulang!” Di dalam mobil sambil memeluk Fara aku terus menangis sepajang perjalanan hingga aku sampai di rumahnya.
Saat sampai di rumah, kami di sambut oleh Mia yang penasaran apa yang terjadi di tempat pertemuanku dan ibu Daniel.
“Apa yang terjadi tadi? Kenapa mata Azia bengkak kayak gitu?”
“Nih lihat sendiri videonya!” Fara yang ternyata mereka percakapanku dengan ibu Daniel.
Aku langsung merebahkan tubuhku di tempat tidur, sedangkan Mia dan Fara melihat video percakapan aku dan ibu Daniel.
“Wah gila, sok banget dia! Mentang-mentang kaya terus boleh gitu ngancam anak orang, udah gitu anak dia udah buat orang susah pula!”
“Tapi, Azia keren banget dalam video ini, kalau aku mungkin langsung lari atau ketakutan dengan tatapan iblis si ibu-ibu sakit jiwa itu.”
“Jadi, kamu bakalan pindah, Zia?”
“Iya, karena aku harus bekerja paruh waktu agar bisa mendapatkan uang yang cukup untuk merawat nenek!”
“Kamu mau pindah ke mana? Jangan jauh-jauh, nanti kami sulit bertemu dengan kamu”
“Gak jauh, aku mungkin akan pindah ke SMA yang dekat dengan rumahku saja, agar bisa pulang cepat dan juga bisa mengurus nenek.”
“Kamu tetap ngajar kami, kan?”
“Iya pasti, aku bakalan selalu ngajar kalian, kok!” Lalu kami berpelukan bersama.
Keesokan harinya, aku masih sekolah seperti biasa karena proses pindah aku belum di urus. Saat mendengar aku akan pindah para guru langsung memanggilku ke kantor dan mengintrogasi ku.
“Azia, ada masalah apa kenapa kamu tiba-tiba pindah?” Pak Damet guru kimiaku terlihat kecewa dengan keputusanku.
“Benar, Azia! Kenapa kamu pindah padahal kamu tidak memiliki masalah apapun di sini?”
“Pak, bu! Saya pindah karena Nenek saya masuk rumah sakit dan saya harus merawatnya.”
“Apa kamu butuh, uang?” Bu Intan menebak masalahku.
“Kalau itu masalahnya, mungkin kamu bisa mengajar les di beberapa kenalan saya, mereka sedang mencari guru les untuk anak mereka, jika kamu memang butuh uang, saya akan membantu kamu untuk mendapatkan pekerjaan itu.” Tawar pak Jurdi padaku.
Mereka semua mengkhawatirkan aku, padahal aku pikir mereka selalu mempersulit ku setelah ujian semester pertama selesai, aku menebaknya karena tugasku selalu beda dari yang lain, ulangan ku lebih susah dari murid lain.
“Saya sangat berterima kasih atas bantuan ibu dan bapak, saya cukup merasa senang selama kalian mengajar saya, untuk tawaran dari pak Jordi, saya cukup tertarik karena sebenarnya saya juga sedang membutuhkan uang saat ini.”
“Setelah pulang sekolah, saya akan memberikan alamat anak-anak yang akan kamu ajarkan. Kamu bisa mengatur jadwal kamu dengan mereka setelah pindah ke sekolah baru nanti, bagaimana?”
“Baik pak, saya akan lakukan yang terbaik. Terima kasih atas bantuan kalian semua”
Setelah itu aku merasa bebanku merasa ringan, aku merasa masih banyak yang memperdulikanku meski aku bukan dari golongan orang kaya.
***
“Hai! Kalian lihat Azia!”
“Buat apa kamu nanya-nanya, hah!” Fara menjadi lebih dingin dari biasanya pada Daniel.
“Kamu! Menjauhlah dari Azia kami! Kamu pria tak bermasa depan yang hanya membuat Azia susah saja, menjauhlah!” Ucap Mia dengan penuh kekesalan pada Daniel.
“Kalian ini kenapa, sih!”
“Kamu cuma anak mami yang tidak punya otak, kamu bahkan tidak sepintar kami, kamu hanya bergantu pada keluarga, dasar laki-laki tidak berguna! Kepintaran Azia kami akan sia-sia jika terus bersama kamu. Menjauhlah dari Azia kami, paham!”
“Ayo pergi, jangan biarkan virus keluarga mereka menular ke kita” Fara membawa Mia pergi menjauh dari Daniel, mereka berdua memandanga Daniel dengan pandangan yang jijik.
“Ada apa sih sama mereka berdua” Lalu dia mulai mencariku kembali di seluruh penjuru sekolah.
“Denger-denger anak paling pintar di sekolah ini bakalan pindah, deh”
“Apa? Kamu serius, si Azia mau pindah, gitu?”
“Iya, aku gak sengaja denger pas anterin tugas anak kelas ke ruang guru”
“Apa? Azia mau pindah, aku harus segera mencari dia” Daniel berlari ke perpustakaan.
Saat itu aku dan kak Ken sedang membahas pertemuan terakhir kami.
“Sangat di sayangkan, padahal aku merasa sangat cocok belajar dengan kamu”
“Aku juga pikir begitu, bagaimana kalau kamu mengajar di tempat sepupuku?”
“Aku tidak yakin punya waktu, karena pak Jordi juga sudah menawarkan hal yang sama padaku tadi pagi”
“Yasudah, kalau gitu. Semoga di sekolah barumu kamu mendapat teman dan guru yang lebih baik dari tempat ini”
“Iya semoga, aku juga berharap yang sama”
Lalu Daniel menyela pembicaraan kami.
“Azia! Kamu serius mau pindah?”
“Hai ini perpus, jangan bicara dengan suara yang besar!” Ucapku kesal pada Daniel yang tiba-tiba menyela kami.
“Maafkan aku!” Dia mulai bicara dengan suara yang lebih kecil.
“Jadi kenapa kamu tiba-tiba ingin pindah?!”
“Lupakan itu, apa tugas kamu sudah siap?”
“Itu… Aku akan buat nanti!”
“Jam terakhir akan di kumpulkan, tahu!”
“Baiklah, aku kan buat sekarang tapi, ayo ikut aku ke kelas!” Daniel menarikku ikut bersamanya.
Dia menarikku di depan semua teman-teman yang lainnya, membuat aku malu dan tanpa sadar kami sudah mengumumkan hubungan kami pada semua orang. Dia seakan sedang mempertegas kalau aku miliknya dan bukan hanya teman saja.
“Hai lepaskan! Aku malu tahu!” Aku berusa melepas genggaman tangannya yang erat.
“Kenapa harus malu, aku dan kamu kan pacaran.”
“Apa yang akan di pikirkan mereka semua?”
“Apa peduli kita, ini hidup kita dan bukan hidup mereka. Ayo cepat ke kelas, kita belajar bersama saja”
Dan benar saja di kelas kami hanya belajar bersama dan tidak bicara apapun selain mengenai pelajaran, entah kenapa dia terlihat lebih bersemat dari biasanya padahal dia bukan anak yang suka belajar. Aku merasa dia sikapnya hari itu lebih aneh dari bisanya, dia terlihat bersemangat dari luar tapi ekspesi matanya mengatakan hal lain, aku tidak bisa memaknainya tapi, aku cukup yakin ada sesuatu terjadi yang tidak aku ketahui.
“Azia, apa kamu tidak bisa tetap di sini saja?” Tiba-tiba dia berhenti menulis dan suasana terasa aneh.
“Lupakan itu, gunakan waktu dengan sebaik mungkin di banding terus membuatnya jadi sia-sia”
“Baiklah” Suaranya semakin tidak bersemangat meski senyumannya terlihat seperti biasa.
Bersambung….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
Dimas Rianto
semangat
2020-12-03
2