Setelah pindah aku mendapat banyak teman meski tidak ada yang terlalu baru dari kegiatanku, para guru masih saja sama, sama-sama menyulitkan aku dalam setiap mata pelajaran dan membuatku mendapat pelajaran yang ekstra di bandingkan dengan teman-teman yang lain. Tidak ada perubahan signifikan karena di kelas masih ada saja yang suka bergosip, masih saja ada sekumpulan surat di laci dan beberapa teman yang rewel minta di ajarkan. Setelah pulang sekolah aku langsung pergi ke rumah anak-anak yang aku ajarkan.
“Hallo! Selamat siang, bu!”
“Eh kamu, Azia! Masuk aja, Andra ada di dalam!”
Bu Dewi merupakan teman dari guruku si SMA lama, dia sangat baik dan selalu ramah padaku padahal dia memiliki status sosial yang tinggi.
“Makasih bu, Azia langsung masuk, ya!”
Ini hari ke tiga aku mengajar anaknya, Andra adalah siswa yang cukup sulit di ajar apa lagi karena dia lebih suka main dari pada belajar. Aku berusaha untuk tetap mengajarinya meski dia kadang mengabaikan ku dan fokus pada permainan yang dia mainkan.
“Hai Andra! Apa kamu siap belajar hari ini?” Aku berusaha tersenyum padahal dalam hati ingin sekali aku memukul anak bandel itu.
“Males ah, mending main aja.”
Dia bahkan tidak menatapku saat bicara dan itu membuatku merasa kesal padanya.
“Main ya? Bagaimana kalau kita hari ini belajar tentang fisika, mengenai medan magnet itu adalah materi yang sangat menarik”
“Apanya menarik?” Dia berhenti memainkan handphonenya dan melihat kearah ku dengan tatapan tidak percaya.
“Sekarang coba kita potong kertas menjadi beberapa bagian kecil”
“Buat apa? Bikin sampah saja!”
“Coba saja dulu, ini akan seru kok”
“Gak mau, aku mau main game aja!”
Lalu seorang pria menghampiri kami, dia duduk di sofa yang ada di belakang Andra dan menepuk pundak Andra dengan keras.
‘plak’ Suaranya terdengar sangat keras hingga aku bisa mengukur rasa sakit yang Andra rasakan tapi, pria itu tersenyum dan bersikap seakan hal itu bukan hal besar yang harus di permasalahkan.
“Kalau nilai mu jelek, aku akan pastikan kamu di buang ke desa dan harus tinggal bersama dengan nenek di sana, paham!” Ucap pria itu dengan nada menekan namun dia tetap mempertahankan senyum ramahnya.
“Apa? Tidak!!!” Andra berteriak histeris, lalu Andra mulai belajar dengan serius.
“Kayaknya aku pernah lihat kamu tapi, dimana ya?” Ucapnya sambil melihat kearah ku.
Aku yang masih berbalut baju sekolah mungkin sulit untuk di kenali oleh pria yang sebenarnya cinta pertamaku. Aku hampir saja berteriak saat tahu kalau dia adalah kakak dari anak bandel yang aku ajarkan. Aku berusaha tetap terlihat normal agar dia tidak menganggap aku orang aneh karena memperlihatkan ke tertarikanku pada pria yang jauh lebih tua dariku. Tapi, mau bagaimana lagi dia yang dalam balutan jas dokter terlihat begitu tampan hingga aku tidak bisa mengalihkan pandanganku.
“Apa ada yang aneh di muka aku?” Tanyanya yang menyadari kalau aku terus menatapnya.
“Ah, maaf! Hanya saja kakak terlihat sangat tampan memakai jas doker itu”
“Benarkah?” Dia terlihat sangat percaya diri dan malah duduk di bawah bersama kami yang sedang belajar.
“Oh iya, nama kamu siapa?” Dia terkesan seperti pria ramah dan mudah bergaul dengan siapapun.
“Namaku Azia Mutiara kak, aku guru les Andra”
“Luar biasa, kecil-kecil bisa ngajar orang, pasti kamu anak yang pintar”
Aku tersipu lama saat dia memuji aku, setelah itu dia jadi sering menatapku hingga aku tidak bisa fokus mengajari Andre. Jantungku tidak bisa di kendalikan seperti raut wajahku, aku sangat takut kalau dia mendengar suara dekat jantungku yang begitu kencang karena dia terus menatapku. Aku sempat bingung pada diriku, kenapa harus orang itu? Kenapa bukan teman sekelas atau anak laki-laki seusiaku? Kenapa malah jatuh cinta dengan jarak usia yang cukup jauh. Pertanyaan itu tidak terjawab hingga detik ini, aku terus saja jatuh cinta padanya padahal aku sudah lama tidak melihatnya setelah kejadian waktu aku di ganggu oleh anak-anak bandel sehabis pulang sekolah.
“Kalau di pikir-pikir kamu manis juga” Ucapnya spontan dan tersenyum kearah ku.
Ucapannya yang tiba-tiba membuat wajahku semakin merona, aku jadi sulit melihat kearah Andra yang sedang mengerjakan soal yang aku berikan. Aku mencoba menutup mukaku yang terasa sangat panas karena satu kalimat yang dia ucapkan.
“Oh iya, aku lupa memperkenalkan diri, namaku Alex dan aku harap kita bisa lebih akrab kedepannya! Tolong ajari anak bandel ini ya?” Alex mengucek-ngucek rambut adiknya lalu berdiri.
“Apaan sih, bang!” Andra menepis tangan Alex dengan kasarnya.
“Aku sangat lelah hari ini, kalian berdua teruskan saja belajarnya. Aku akan istirahat di kamar”
Saat dia pergi aku baru menurunkan buku yang menutupi wajahku yang memerah.
“Hai! Kamu sakit?” Tanya Andra yang tidak pernah menjaga kesopanannya saat bicara padaku.
“Em, entahlah! Lupakan itu lanjutkan saja membuat tugasmu dan kalau ada bagian yang tidak di mengerti”
“Aku tidak suka ada orang sakit di rumah ini, apa perlu aku panggilkan Abang ku?”
“Jangan! Aku benar-benar tidak apa-apa kok”
“Wajahmu memerah, coba aku periksa” Andra meletakkan tangannya di keningku.
“Sepertinya kamu benar-benar sakit, ayo aku antar ke rumah sakit”
“Tidak, aku akan baik-baik saja kalau kamu mengerjakan tugasmu sekarang”
“Berhentilah memikirkan tugas itu, aku berjanji akan mengerjakannya kalau kamu istirahat! Apa aku perlu memanggil pacarmu agar bisa menjemputmu di sini?”
“Aku tidak punya pacar dan berhentilah membuang waktu, sebaiknya …”
Lalu aku benar-benar hilang kesadaran, mungkin karena aku terlalu memaksakan diri untuk bertahan padahal aku cukup tahu tubuhku itu lemah apa lagi karena aku tidak bisa tidur beberapa hari terakhir karena tugas dan juga aku sedikit takut tinggal sendiri di rumah Nenek. Saat aku sadar aku sudah di tempat tidur dengan tangan terinfus.
“Dimana ini?” Mataku mulai menelusuri ke penjuru kamar yang terlihat asing itu.
“Kamu sudah sadar?! Udah aku bilang kamu sakit, gak percaya sih! Sekarang kamu di kamarku!”
“Nak Azia, kamu tidak apa-apa?” Bu Dewi juga ada di tempat itu dan dia membawakan makanan untukku. “Kamu makan dulu, sepertinya kamu tidak makan dan juga terlalu lelah. Tidurlah di sini malam ini”
“Tidak bu, saya masih harus mengajar di tempat lain”
“Mengajar apa jam segini?”
“Memangnya ini jam berapa?” Tanyaku bingung dengan ucapan Andra.
“Udah hampir jam 9”
“APA?” Aku sangat kaget karena seingat ku sebelumnya aku masih mengajar Andra di jam 2. Aku segera mencari handphone dan menghubungi Fara.
Tak lama kemudian Fara datang bersama dengan Mia ke rumah Andra dan menghampiriku.
“Azia, kamu baik-baik saja?”
“Iya, aku baik kok! Aku kan cuma bilang aku tidak bisa datang karena tiba-tiba sakit dan menginap di rumah murid ku, lalu kenapa kalian datang?”
“Tentu saja kami khawatir, ayo pulang ke rumahku saja!” Ajak Fara.
“Apa kalian gila? Dia bahkan tidak bisa bangun dari tempat tidur!” Ucap Andra kesal pada kedua sahabatku.
“Tidak masalah, kami akan menggendongnya, terima kasih sudah menjaga teman kami. Maaf telah merepotkan” Lalu Fara dan Mia benar-benar mengangkat ku keluar dari kamar itu.
“Nak, biarkan Azia tinggal di sini saja. Dia bisa pulang besok”
“Tidak, kami tidak akan membiarkan adik kecil kami tinggal di tempat yang asing, sekali lagi maaf telah merepotkan” Ucap Fara sopan pada Bu Dewi.
Setelah itu aku tidak mengajar beberapa hari karena masih sakit, aku mulai tinggal di rumah Fara karena permintaannya dan juga orang tuanya sudah memberikan izin demi kebaikanku.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments