"Siapa bilang bahagia itu sederhana, kalau kenyataannya bahagia itu seluar biasa ini?"
\=\=\=\=\=\=\=\=
Gue tiba di kostan habis maghrib, perjalanan dari stasiun menuju kostan lumayan memakan waktu karena macet. Emang ya, Jakarta tanpa macet itu ibarat Arkan nelfon gue duluan, bagus sih tapi agak aneh. Ngomongin Arkan kok gue jadi kangen ya sama dia. Lagi ngapain ya Abangnya Shirin yang itu. Udah balik ke Jakarta atau masih di Semarang, sih? Pengen tanya kabar duluan kok tumben gengsi ya.
Ting
Gue agak terlonjak kaget saat sedang asik melamun, tiba-tiba dikagetkan suara tanda ada pesan masuk. Sambil membenarkan gulungan handuk yang membungkus rambut basah gue, yang agak melorot, gue meraih ponsel yang tergeletak di tepi ranjang. Mengetikkan sandi untuk membuka kunci ponsel dan cling.... terpampang nama Arkan di sana. Wow, sebuah kemajuan lagi nih, Arkan chat duluan.
Arkan:
Adeeva?
Lah, kayak bocah deh manggil-manggil nama. Biasanya juga to the point-nya nggak nanggung-nanggung loh, ini pake acara basa-basi manggil. Patut curiga nggak sih gue?
Me:
🙄
Arkan:
Keberatan kalau saya telfon?
Wow, naik lagi kemajuannya, cuyyy. Ya, ampun Arkan cute banget sih, masa cuma mau nelfon aja pake tanya dulu. Jutekin dikit kali ya, biar seru. Haha.
Me:
Astaga!
Mau nelfon tinggal nelfon, pak!
Nggak usah sok2n ijin😏😒
Arkan:
Oke.
Me:
😬😬 gk usah dibales.
Langsung telfon!
Malah ngapain sih ini?
Arkan:
Kamu sedang mengetik, kan saya tidak enak.
Me:
Nggak enak kasih kucing😑
Arkan:
Jadi telfon nggak sih?
Me:
Mana aku tahu, yang mau nelfonkan kamu😌
Pesan yang gue kirim langsung centang biru, Arkan tidak lagi membalas, melainkan langsung menelfon.
"Aku-kamu terdengar lebih baik. Apa kita perlu mengubahnya menjadi demikian?"
Tidak ada salam, sapaan, atau basa-basi yang lain. Kalau sudah begini baru Arkan sekali. Tanpa sadar gue merasakan kedua pipi gue yang memerah, dan baru sadar kalau ternyata tadi gue pake aku-kamu dan bukan lo-gue seperti biasa.
"Yang tadi itu typo. Jempol gue kepleset."
Ngeles aja teroos, Va!
"Kalau tidak mau ya sudah, saya cuma menyarankan," balas Arkan dengan bahasa kakunya.
Astaghfirullah, nyebelin banget sih dia jadi makhluk hidup.
"Menyarankan apa kalau kenyataannya lo masih pake saya-kamu." Gue mendengkus tak percaya, lalu melepaskan bungkusan handuk dari kepala gue. Lalu menggosokkan handuk itu di kulit kepala.
"Kan kamu tidak mau," balas Arkan.
"Kamu sudah sampai kostan?" basa-basinya kemudian.
"Udah. Habis maghrib tadi."
"Macet?"
"Lumayan."
"Kok sekarang kamu yang pasif, Adeeva. Saya sudah berusaha ngimbangi kamu loh."
"Maksudnya?"
Gue menghentikan kegiatan menggosok rambut.
"Ya, itu, kenapa kamu tidak berbalik bertanya. Dan membuat obrolan kita terdengar membosankan."
Boleh nggak sih gue ketawa saat ini? Ini Arkan kok lucu banget sih, ya Allah. Gue kan jadinya gemes.
"Gue lagi ngeringin rambut, Ar, sorry deh, kalau udah bikin 'obrolan kita' terdengar membosankan." Gue terkekeh sambil geleng-geleng kepala.
"Kamu abis keramas?"
"Iya."
"Malam-malam begini?"
"Iya, memangnya kenapa? Ada masalah? Ini masih sore, Ar, masih jam tujuh lebih dikit."
"Tapi tetap saja itu sudah malam, Adeeva, mandi malam aja nggak bagus apalagi kamu keramas. Nanti kalau sakit bagaimana? Siapa yang merawat kamu sementara keluarga kamu ada di Semarang?" omel Arkan.
Tanpa sadar hati gue menghangat. Arkan tuh emang paling bisa ya, baperin gue meski dia lagi ngomel kayak gini. Duh, boleh nggak sih besok gue seret Arkan ke KUA?
"Lo khawatir sama gue, Ar?"
"Terserah kamu mau bilang apa."
"Oh, jadi itu artinya emang lo lagi khawatir banget?"
"Adeeva! Saya matiin ya?" ancam Arkan dengan nada galaknya.
Dasar sensian.
"Saya sudah bilangkan kalau saya tidak suka kamu goda begini. Kenapa kamu ini ngeyel banget sih?" gerutu Arkan yang langsung membuat gue terbahak.
"Iya, iya, maaf, bercanda doang kok tadi. Abis kamu lucu sih, gemesin kalau lagi digodain begini. Kan aku jadi suka."
"Aku bukan badut," balas Arkan ketus.
Gue menahan diri untuk nggak tertawa. Baru sadar loh kalau ternyata kita mengganti panggilan kami menjadi aku-kamu.
"Iya, tahu. Nggak ada badut yang seganteng kamu sih."
"Adeeva, jangan mulai!" geram Arkan memperingatkan.
Lagi-lagi gue terbahak.
"Tidak lucu Adeeva."
Gue masih ketawa.
"Besok aku jemput."
Mendadak tawa gue sirna. Apa tadi Arkan bilang.
"Apa?!"
"Sudah malam, aku matiin telfonnya. Good night!"
Tut Tut Tut
Loh, kok dimatiin sih?
Arkan:
Tidur, Adeeva!
Bukan melototin hape.
Seketika gue merinding. Kok Arkan tahu gue lagi melototin ponsel gue setelah dia matiin sambungan telfon sepihak. Jangan-jangan Arkan pasang cctv di kamar kost gue.
Arkan:
Tidak usah berpikir yang tidak2, Adeeva. Tidur!
Besok aku jemput.
Jelas?
"KYAAAAA!!!!" jerit gue histeris. Bahkan tanpa sadar gue langsung membuang handuk gue dan loncat-loncat kegirangan. Lalu tiba-tiba terdengar suara pintu kamar gue yang diketuk.
"Eva, nggak usah teriak-teriak. Gue lagi bikin video tutorial," teriak seseorang dari luar. Kalau didengar dari protesannya sih gue tebak itu suara milik Mbak Tissa, youtuber dan juga selebgram yang memiliki konten tentang kecantikan, mahasiswa abadi yang nggak lulus-lulus, tapi punya banyak follower dan juga subcriber.
"Iya, Mbak, maaf. Kelepasan!" balas gue ikut teriak. Gue kemudian terkikik geli dan mengamati roomchat yang berisi pesan Arkan. Hati gue kembali berbunga saat membaca pesan terakhir yang Arkan kirimkan, membuat gue langsung memeluk ponsel gue seolah-olah sedang memeluk Arkan. ****, ngenes amat ya nasib gue.
÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷
Keesokan harinya Arkan benar-benar datang menjemput. Gue agak kaget sekaligus tidak menyangka, gue pikir Arkan bercanda.
"Mau kemana?" tanya Arkan heran saat mendapati gue yang kini sudah nangkring di motor gue.
Gue mendengkus samar, merasa konyol dengan pertanyaan Arkan barusan.
"Cari recehan," jawab gue ketus.
Dan dengan wajah polosnya Arkan malah bertanya, "Di mana?"
Melihat wajah polosnya itu membuat gue galau milih antara pengen nyium atau nabok. Astaga!
"Di pinggir jalan."
"Kamu mau ngemis?"
Gue berdecak jengkel. "Astaga, gue cuma bercanda, Ar. Ya, Tuhan!"
"Saya tahu, ini juga saya lagi bercanda juga."
What?! Bercanda katanya, bercanda dengan muka selempeng itu? Bercanda aja cetakannya begitu gimana kalau serius? Astaghfirullah, berikan hamba-Mu ini banyak kesabaran ya Allah!
"Kamu menolak saya antar?" tanya Arkan tak yakin.
"Bukan. Gue cuma ngira kemarin itu lo nggak serius makanya gue keluarin motor," ucap gue sambil membenarkan helm gue yang agak kurang pas.
"Ya sudah, kamu masukin dulu motor kamu, saya antar."
"Enggak usah, gue udah terlanjur nangkring. Males kalau musti masukin motor lagi, yang ada malah ribet," tolak gue halus. "Nanti gue juga kalau pulang gimana? Ah, pokoknya ribet deh. Udah gue na--"
"Nanti saya jemput dan saya antar lagi. Saya sudah di sini," sela Arkan memotong ucapan gue.
Gue berpikir sejenak, lalu tiba-tiba terlintas ide bagus. "Lo ngikutinnya di belakang gue aja, yang penting--"
"Tidak!" tolak Arkan mentah-mentah, "Itu membuat saya terlihat seperti penguntit. Saya tidak suka."
"Tapi gue suka. Sesekali diikutin orang ganteng seru kayaknya, Ar. Mau ya?"
"Astahfirullah! Kenapa harus kamu sih perempuannya, Adeeva," gerutu Arkan memprotes.
"Ya, karena gue yang paling spesial dan sanggup menerima segala tingkah polah lo yang ini," kedip gue genit.
Arkan memandang gue sekilas lalu berdecih samar, tak lama setelahnya senyum super tipis terbit di ujung bibirnya.
"Ya, udah oke."
"Nah, gitu dong. Makasih, sayang," goda gue kembali mengedip genit.
Membuat Arkan melotot tajam dan langsung berteriak, "ADEEVA!!"
Haha. Bahagia itu emang seluarbiasa ini.
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Fitria Eka
sumpah ceritax ngakak abis🤣🤣🤣
2020-11-26
2
chaterine
sumpah ahku ini lagi ga mood baca ini jadi kembaliin mood akhu
2020-11-23
2
Christina Hamdali
🤣🤣🤣🤣🤣🤣perutku mules.... ha ha...
2020-07-19
0