"Kata-kata itu diucapkan dan didengar, bukan dipegang, yang dipegang itu barang. Sudah bisa dimengerti, sayang?"
~Arkana Narendra~
#ArkanBelajarMenggombal
******
Gue menopang dagu gue bosan. Saat ini gue sudah di Semarang, sedang menemani Karin yang ngotot minta ditemenin untuk melihat Listi didandani. Iya, atas paksaan Karin gue akhirnya ikut pulang ke Semarang.
Gue dan Karin tidak dapat tugas sebagai pager ayu, karena tubuh gue dan Karin yang cenderung lebih tinggi dari Ningsih, jadi adek sepupu gue lebih milih nyari anak smp atau sma untuk jadi pager ayu-nya. Lagian kami baru tiba semalam dan gue akan langsung balik ke Jakarta nanti malam, jadi ya enggak mungkin kan gue jadi pager ayu. Bisa-bisa gue bolos kerja nanti. Gue emang memutuskan untuk nggak ngambil cuti dan memilih untuk stay di Semarang sebentar saja.
Arkan:
Sedang di mana?
Gue menerjap kaget saat mendapati nama pengirim chat barusan. Ini tumbenan Arkan nge-chat gue. Tanya-tanya gue lagi di mana lagi. Tahu aja kalau gue lagi suntuk karena duduk-duduk nggak jelas dari tadi. Dengan gerakan cepat kilat gue mengetikkan balasan untuknya. Takutnya dia keburu offline.
Me:
Kampung halaman.
Sekali-sekali cuek boleh kali ya.
Arkan:
Apa Semarang kampung halaman kamu?
Me:
Ya.
Arkan:
Karena ada acara nikahan saudara?
Kok dia tahu?
Shirin aja nggak tahu loh. Aneh. Selama gue kenal Arkan, dia nggak pernah tuh yang namanya nge-chat gue, apalagi nanya di mana. Ini pertama kalinya. Dan bukannya senang kok gue ngerasa aneh, ya?
Me:
Kok tahu?
Arkan:
Saya juga sedang ada di Semarang. Teman saya menikah. Dan saya melihat seorang wanita memakai atasan kuning dan bawahan batik dengan warna dasar hitam. Apa itu mungkin kamu?
Gue menerjap kaget. Lalu menunduk untuk memastikan kebaya gue yang emang berwarna kuning kunyit dan rok lilit berbahan batik katun berwarna dasar hitam dengan aksen bunga berwarna kuning langsat. Arkan di Semarang juga. Di nikahan temennya. Ini temennya Arkan bukan calon suaminya Listi kan?
Gue memilih untuk enggak mengetikkan balasan untuk Arkan, dan lebih memilih untuk menelfonnya langsung.
"Lo di mana?"
"Semarang."
Gue berdecak jengkel. "Malah bercanda, gue serius."
"Saya juga serius, tidak bercanda. Saya memang sedang di Semarang," balas Arkan terdengar tidak terima.
Kalau lo nggak terima, gue apa kabar?
"Lebih spesifik! Semarangnya bagian mana?" sembur gue galak.
Gue mengigit bibir bawah gue gemas setelahnya. Sumpah gue kangen sama Arkan, pengen liat orangnya, syukur-syukur bisa peluk. Tapi daritadi gue celingukan ke sana-sini tapi nggak menemukan wujud Arkan. Tapi kenapa itu Abangnya Shirin memberitahukan kalau dia ada di sekitar gue gini.
"Adeeva," panggil Arkan tiba-tiba, entah kenapa nada bicaranya terdengar sedikit berbeda sehingga mampu menciptakan desiran aneh.
"Apa?!" sembur gue galak.
Di seberang Arkan tiba-tiba tertawa. "Kamu bisa galak juga ya, ternyata."
"Sumpah, Ar, becandaan lo nggak lucu. Kalau lo nggak mau ketemu gue nggak usah sok ngasih tahu kalau lo di Semarang. Bikin anak perawan orang penasaran dosa taukkk."
"Saya ada di belakang kamu," ucap Arkan tiba-tiba.
Di belakang gue?
Di belakang gue ada Arkan?
Seriusan?
Dengan gerakan ragu-ragu, gue akhirnya membalikkan badan gue untuk memastikan. Dan benar, ada Arkan dengan atasan batik berwarna hitam dengan corak daun besar berwarna kuning kunyit seperti warna kebaya gue. Arkan tersenyum samar lalu mematikan sambungan telfon kami dan berjalan mendekat ke arah gue.
"Ternyata benar kamu."
"Kok lo bisa di sini?"
"Kan saya sudah menjelaskan tadi."
Gue masih shock. Serius. Kayak berasa mimpi aja gitu.
"Kamu sepertinya shock sekali," komentar Arkan.
"Jelaslah. Lo nggak ada kabar beberapa hari ini dan tiba-tiba kita ketemu di sini. Wajar dong kalau gue kaget," balas gue masih dengan ekspresi terkejut yang belum bisa gue hilangkan.
"Ada masalah di kantor Papa dan kamu tidak menghubungi saya, jadi saya pikir mantan kamu tidak mengganggu kamu lagi. Tebakan saya tidak salah kan?"
Sambil tersenyum kecut gue sambil mengangguk.
"Ya, Ardit sudah nggak ganggu lagi," ucap gue kecewa.
"Papa salah mempercayai orang, orang yang Papa percaya malah mengelapkan dana yang tidak sedikit. Beberapa hari ini kantor kacau, saya selalu lembur kemarin-kemarin jadi tidak menghubungi kamu," kata Arkan menjelaskan. Seluas senyum tipis tiba-tiba terbit dari bibir Arkan. "Maaf," imbuhnya kemudian.
Gue hanya mampu memandangnya dengan tatapan bingung. Jadi, kalau dia nggak lembur kemungkinan besar dia bakalan ngehubungi gue? Serius demi apa?
"Adeeva," panggil Arkan tiba-tiba. Kedua matanya menatap gue intens, selama hampir sebulan lebih gue kenal Arkan, belum pernah tuh gue liat Arkan seragu-ragu ini. Biasanya ekspresinya itu tenang, kalem, cenderung datar.
Dengan sedikit keraguan gue balik menatap Arkan. Gila! Jantung gue rasanya seperti ingin loncat dari tempatnya, saking gugupnya tatap-tatapan mata dengan Arkan. Duh, mimpi apa gue semalam sampai dikasih adegan manis begini sama Tuhan.
"Ya?"
"Bantu saya mengimbangi usaha kamu untuk keberhasilan hubungan ini."
Hah?
Gue gagal paham.
"Saya mau ikut berpartipasi, Adeeva. Kali ini saya tidak akan membiarkan kamu berjuang sendirian. Saya juga mau mencoba."
"L.lo serius?" tanya gue tidak percaya.
"Apa ekspresi saya terlihat seperti sedang bercanda?"
Gue menggeleng tanda tak tahu. Arkan tidak susah ditebak, dan gue nggak bisa nebak apapun saat ini. "Lo nggak ketebak, Ar. Bercanda dan seriusnya lo gue belum paham karena selama gue kenal lo, ekspresi lo gitu-gitu aja. Irit ekspresi apalagi senyum."
Arkan tertawa kecil. Ekspresinya pura-pura ngambek. Serius. Kok hari ini Arkan ekspresif amat, ya.
"Kamu jujur sekali."
Gue mengangkat bahu. "Jujur itu penting apalagi untuk memulai sebuah hubungan."
Arkan hanya tersenyum samar, tidak menanggapi kalimat gue sama sekali. Membuat gue berdecak jengkel.
"Jadi kita ini apa?" tanya gue pada akhirnya.
"Menurut kamu enaknya?"
"Calon mempelai yang akan ijab qobul setelah Listi dan calon suaminya."
"Adeeva!!"
Gue terbahak saat mendapati bola mata Arkan yang membulat sempurna ditambah kedua pipinya yang terlihat sedikit memerah tanda dia sedang salah tingkah. Gila! Gombalin anak orang ternyata seru, pantesan Denny Cagur suka ngegombal.
"Saya batalkan saja. Terserah kamu mau berjuang sendirian atau tidak. Saya tidak peduli lagi."
"Eh, enggak boleh gitu, jadi cowok itu harus bisa dipegang kata-katanya. Jangan asal ngomong, baperin anak orang terus batal. Nggak gentle banget."
Arkan mendengkus tak percaya. Lalu tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke telinga gue. "Kata-kata itu diucapkan dan didengar, bukan dipegang. Yang dipegang itu barang. Sudah bisa dimengerti, sayang?" bisiknya sambil tersenyum mengejek gue. "Satu sama," imbuhnya kemudian.
Sialan. Gue dikerjain. Tapi gue suka!!
Ini belum jadian loh. Gimana kalau udah?
*****
❤ 523 likes 💬88 comment
Adeeva_Eva cuma demi kamu nih aku mau minum kopi, meski kenyataannya aku enggak suka kopi🙃#cintaButuhPengorbanan #kenaikanProgress #cintaButuhKesabaran #cintaKuYaKamu😆 iya, kamu. Yang pake kemeja garis2. Sampai bertemu lagi di Jakarta, ya. Terima kasih untuk kesempatan, waktu luang, dan kopi paitnya😂😍😝
All view comment
bukan_BimaSakti ganjen😒
Salmaaaa bentar lagi ganti status nih😂😂 atau jangan2 udh ganti
Adeeva_Eva sirik aja lo😋😋 bang@bukan_BimaSakti
Shirinnnnnn serius udah????😱😱
@Adeeva_Eva
Adeeva_Eva semoga aja ya @Shirinnnnnn, @Salmaaaa. Doain aja deh😆😆
Karin_karinaaa cie cie, pntsn tdi ngilang😂. Modusin ank orng trnyta😆😫
Ardian_Faresta gk ngakuin kaka sendiri dosa gk sih?🙄
Karin_karinaaa kenapa mas?@Ardian_Faresta
Ardian_Faresta malu gue liat kelakuan kaka sepupu lo@Karin_karinaaa
Arkana_Narendra kenapa tidak bilang kalau kamu tidak suka kopi???
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
liari sandi
ringan mnghibur, bikin ketawa2 sendri,, brasa q yg d baperin🤣🤣🤣
2024-11-27
0
Imas Karmasih
baru Nemu novel yang ringan tapi bikin ketawa terus
2023-10-10
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
ciee cieee... ihh senang banget tau...
dah ku kirim kopi thor saking senangnya ☕
2022-04-23
2