Lara
Perusahaan milik Ditya sangat puas dengan hasil yang didapat dari konten yang aku buat. Meski hanya menyelipkan sedikit adegan saat aku meminum kopi kemasan milik perusahaan mereka, menurut data yang mereka miliki, kopi terbaru mereka naik penjualannya.
Iklan pada zaman sekarang tidak seperti dulu yang menyebutkan produk berkali-kali beserta kegunaannya. Iklan zaman sekarang tuh lebih seperti simbolis saja. Mungkin agar penontonnya tidak terlalu jenuh disuguhi oleh iklan terus menerus.
Contohnya hari ini, aku akan syuting untuk iklan kosmetik terbaru keluaran perusahaan mereka tentunya. Aku tidak diminta untuk menyebutkan merk berkali-kali seperti penjual di pasar yang biasa berkoar-koar.
Ditya mau promosi yang kesannya tersirat namun bisa dilihat sendiri kegunaan dari produk yang mereka jual. Sebelumnya, tentu aku sudah dikasih briefing bagaimana menggunakan produk-produk kosmetik buatan mereka dan mereka maunya yang seperti apa.
Aku awalnya nggak ngerti ini untuk apa, itu untuk apa, namun tetap aku dengarkan. Saat berhadapan dengan kamera lagi-lagi aku menjadi diri orang lain yang aku sendiri nggak kenal.
Aku menggunakan make up seperti aku tuh udah biasa menggunakannya. Terlihat sekali perubahan aku yang sungguh jauh berbeda sebelum dan sesudah menggunakan make up. Hasilnya tentu saja membuat Ditya sangat puas. Ini berarti make up nya sukses merubah diriku dari Lara Handaka yang cupu menjadi seorang selebgram cantik dengan make up buatan perusahaan mereka.
Aku menatap wajahku di cermin, kuakui kalau memang terjadi perubahan. Wajahku kini jadi lebih cantik, lebih segar dan terlihat berbeda.
Bima sedang sibuk sekali hari ini. Membantu mengedit gambar dan meninggalkan aku sendiri tanpa teman.
"Buat kamu!" aku agak terkejut saat Ditya menaruh minuman dingin di sampingku.
"Iya. Terima kasih, Pak." jawabku agak terbata-bata.
Ada angin apa nih sampai Ditya menghampiri dan mengajakku mengobrol? Membawakanku minuman dingin pula! Aku tak bisa mengatur detak jantungku yang kini kembali berdegup dengan kencang. Takut suaranya terdengar sampai ke Ditya.
"Panggil aku Ditya aja ya! Kayaknya kita juga nggak berbeda jauh usianya. Aku mau lebih akrab aja, kalau kamu manggil aku Bapak atau Pak kesannya aku tuh sudah tua banget gitu!"
"Beneran nih boleh manggilnya Ditya aja?" tanyaku untuk lebih meyakinkan.
"Iya boleh. Santai aja!"
"Oke! Aku akan manggil kamu Ditya."
Ditya tersenyum. "Kamu keren loh di depan kamera tadi. Seperti seorang selebgram yang sudah terbiasa berbicara di depan kamera. Enggak ada rasa grogi, ngomongnya terlihat penuh percaya diri dan kaya orang pengalaman gitu. Makanya, dari video kamu yang pertama, aku tuh udah ngeliat kalau kamu punya potensi yang harus dikembangkan."
"Ah masa sih? Jangan kebanyakan dipuji, nanti aku jadi besar kepala! Aku kan masih mau sukses, kalau terlalu banyak menerima pujian maka aku akan terlalu cepat juga jatuhnya. Kalau aku merangkak naik dengan pelan-pelan, menerima pujiannya juga dengan pelan-pelan maka kemungkinan aku untuk turun dan terjatuh itu sulit karena aku sudah terbiasa berlatih sedikit demi sedikit dan menerima pujian sedikit demi sedikit."
"Wow kamu filosofis sekali ya orangnya! Cocok nih untuk jadi seorang novelis terkenal."
Aku tersenyum. "Novelis? Apa yang aku mau tulis dalam hidup aku? Hidup aku tuh ngebosenin. Malah, lebih seru hidupnya kamu. Masih muda udah jadi pengusaha sukses dan bisa memimpin perusahaan. Itu tuh kayak yang di drama Korea. Kamu adalah CEO perusahaan yang ganteng, kaya dan tajir lalu mendapatkan jodoh seorang wanita biasa saja dan akhirnya kalian tuh ditentang hubungannya oleh keluarga kalian sampai akhirnya kalian kawin lari terus kalian hidup susah dan akhirnya keluarga kalian luluh dengan kekuatan cinta kalian."
"Terus nanti kami punya anak lalu anaknya nggak disetujuin lagi terus cucunya juga nggak disetujuin lagi? Itu film kayak gitu mau dibikin sampai berapa seri ya? Ha...ha...ha... kamu tuh ada-ada aja idenya. Kenapa juga harus membandingkan kisah aku dengan kisah seperti di drama-drama atau sinetron pada umumnya? Nggak seperti itu ceritanya. Percaya deh. Jadi pimpinan itu tuh capek, tanggung jawabnya berat enggak cuma enaknya aja seperti yang kamu lihat!" Ditya terlihat santai mengobrol denganku. Tadi saja, Ia tertawa tanpa sungkan.
"Ya tapi kan kalau jadi CEO pasti cewek banyak yang ngantri. Apa lagi nih, Ditya itu ganteng. Enggak percaya? Coba ikutin aku deh!" Aku lalu menunjuk ke arah seorang perempuan yang sedang merapikan bekas peralatan syuting. "Coba kamu lihat dia 5 atau 10 detik. Pasti saat dia tahu kamu melihatnya, dia bakalan grogi. Kamu tahu kenapa? Karena kamu tuh ganteng!"
"Masa sih? Coba ya aku buktikan!" Ditya lalu mengikuti perkataanku. Ia menatap cewek itu yang kini menatapnya. 5 detik... 10 detik namun cewek itu biasa aja. Ia malah tetap fokus bekerja.
"Kok nggak ngaruh ya?" aku jadi bingung sendiri dibuatnya. "Biasanya kalau cewek itu akan terpesona dengan cowok ganteng. Ini kok mbak-mbak itu biasa aja ya?"
Ditya mengu lum senyum melihatku yang terlihat keheranan. "Jelas saja dia biasa saja. Itu sekretaris pribadiku! Udah biasa dia mah aku pelototin dan omelin juga udah biasa ha...ha...ha..."
Aku ikut tertawa, tanpa sadar aku malah memukul lengan Ditya seakan kami ini teman akrab. "Curang ya! Curang! Awas aja!"
"Loh siapa yang curang?! Kamu yang nunjuk cewek itu, bukan aku ha...ha...ha..." Ditya tertawa begitu lepas.
Keakraban kami membuat banyak pasang mata melihat dengan keheranan.
"Nanti kalau kita syuting di luar, aku bakalan test kamu lagi!" balasku tak mau kalah.
"Oke, siap! Kapan kita syuting di luar?" tanya balik Ditya.
"Ya terserah kamu-lah! Yang punya perusahaan siapa? Dih dia lupa kalau dia pemimpinnya!" kataku sambil mencibirkan bibirku untuk meledeknya.
"Ha...ha...ha... Iya. Aku sampai lupa ha...ha... ha.... Oke, kita syuting di luar besok ya!"
"Deal!"
Dan rencana dadakan pun terbentuk. Besok kami syuting di luar. Sebuah taman dengan hamparan rumput yang luas menjadi setting syuting kali ini.
Adegan aku make over baju jadul Mama dilakukan di dalam ruangan, namun setelah baju jadi dan saat aku memakai make-up dilakukan di taman. Tak lupa kopi kemasan aku minum sebagai sponsor iklanku.
Dengan bantuan MUA, aku belajar singkat tentang make up. Hanya tinggal sering berlatih maka aku akan semakin jago saja.
Sesuai janji, Ditya datang melihat ke lokasi syuting. Ia beberapa kali berbicara pada karyawannya sambil tangannya memperagakan sesuatu. Pasti dia request aku harus begini dan begitu.
Syuting berjalan lancar. Cuaca mendukung. Proses pengambilan gambar pun berlangsung tanpa kendala.
Aku sedang menghapus make-up ketika Ditya datang dan duduk di samping kursiku.
"Mau permen Nano Nano?" Aku menawari Ditya.
"Mau. Kamu suka juga permen ini?" tanya Ditya.
"Suka. Aku juga suka permen asam yang ada gulanya. Aku punya juga. Kamu mau?" kukeluarkan permen yang kumiliki dan Ditya mengambil dengan penuh sukacita.
"Aku suka nih permen kayak gini." ujar Ditya sambil memakan permen yang kuberikan. Ia lalu memperhatikan apa yang kulakukan. "Kenapa dihapus? Bukankah cewek lebih suka terlihat cantik?" tanya Ditya.
Aku tersenyum. "Memang. Namun aku lebih suka dengan laki-laki yang menyukaiku apa adanya. Itu tandanya dia mencintaiku seutuhnya."
Lalu Ditya terdiam. Dia kini menatapku dengan lekat dan tak berkedip. "Kenapa? Masih ada make-up di wajahku?"
Ditya menggeleng lalu pergi meninggalkanku. Aneh.
****
Ditya
Agni....
Kenapa yang dikatakan Lara mirip dengan yang Agni pernah katakan padaku?
"Aku lebih suka laki-laki yang menyukaiku apa adanya. Itu tandanya dia mencintaiku seutuhnya."
Kata-kata itu selalu Agni katakan kalau aku memintanya tetap memakai make-up saat Ia hendak menghapusnya. Padahal Ia sudah susah payah memakai make-up kenapa harus dihapus kalau pergi denganku? Bukankah Ia bisa terus bersembunyi dibalik make-up? Banyak cewek yang seperti itu!
Aku menatap Lara yang kini asyik mengobrol dengan Bima, asistennya. Mereka tertawa bersama dan terlihat sangat akrab.
Ada apa antara Lara dan Agni? Kenapa di dekatnya membuatku merasa bisa mengekspresikan diriku? Siapa Lara? Kenapa begitu mirip dengan Agni?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
lancar rejekinya
2022-10-03
0
Ketut Masti
aq kesel bgnen ma ibu tirinya dan saudara tiri si lara kapan mereka dapet karma thor q udah dk sabar
2022-10-03
0
Nour Janah
pasti kemasukan agni..kan agni udah pernah berkata klu sya meninggal saya akan datang lagi di kehidupa orang yg hidup...
2022-07-21
0