Wow... Mimpi apa aku semalam bisa berada dekat dengan cowok setampan ini? Wajahnya yang tegas dengan alis tebal dan hidung mancung menambah ketampanan yang dimiliki laki-laki ini. Dia manusia kan bukan malaikat? Ganteng banget asli!
Jantungku yang biasanya berdebar saat berada di dekat Arya, kini malah berdebar lebih kencang lagi saat berada di dekat cowok tampan ini. Bagaimana bisa Allah menciptakan laki-laki setampan ini?
"Kamu enggak apa-apa?" tanyanya dengan suara berat yang... seksi? Ya ampun suaranya... serak-serak berat basah...
Ah aku jadi mikir yang enggak-enggak nih! Suaranya tuh laki banget loh! Aku harus kenalan nih sama cowok ganteng ini. Harus!
"Aku Lara!" kusebutkan namaku tanpa dia tanya.
"Oh... Mm iya... Lara enggak apa-apa kan?" tanyanya sambil tetap menyanggah tubuhku agar tidak jatuh. Bukannya buru-buru bangun aku malah sengaja membiarkan tubuhku disanggah olehnya.
"Ah... Iya, Mas....?"
"Ditya." dia menyebutkan namanya.
Jadi namanya Ditya toh! Asyik aku jadi tahu nama cowok ganteng ini hihihi...
"Iya. Aku baik-baik saja Mas Ditya." yess! Aku berhasil kenalan, sok akrab pula aku ini!
"Bisa berdiri sendiri? Takutnya kalau aku lepas nanti Lara jatuh!" ujar Ditya menyadarkanku dari lamunanku.
"Oh... Iya." aku berdiri tegak, lali memegang Hp dan stabilizer yang Ditya berikan. "Terima kasih Mas Ditya sudah menolong aku!"
"Iya. Sama-sama. Aku juga minta maaf karena enggak melihat jalan, sampai menabrak Lara." ujar Ditya dengan sopan. Ya Allah... Udah ganteng, sopan pula!
"Oh tidak apa-apa!" jawabku. Aku malah senang bisa dekat sama cowok ganteng macam kamu, Mas Ditya.
"Kalau begitu saya permisi dulu ya!"
Zonk...
Udah begitu aja?
Aku ditinggal begitu saja nih?! Wah... Enggak bener nih! Harus usaha lebih lagi! Jangan sampai target kabur!
"Mm... Boleh aku traktir Mas Ditya minum kopi sebagai ucapan terima kasih?" enggak apa-apa kan kalau aku bersikap sedikit agresif?!
"Tidak usah. Terima kasih!"
Zonk lagi....
"Saya permisi dulu!"
Aku pun ditinggal pergi. Dicuekkin. Ah... Pasti karena dandananku hari ini yang kelihatan jelek dan cupu!
Tapi aku merasa seperti pernah melihat Ditya. Tapi dimana?
Aku melihat Hp milikku dan ternyata tanpa disengaja sebelum aku matikan tadi kamera Hp ini berhasil merekam wajah Ditya.
Kalau aku tanya sama Papa pasti Papa mau mencari tau untukku! Oke. Aku harus tau siapa laki-laki yang sudah membuat jantungku berdebar seperti ini!
Aku pun meminta supir mengantarkanku ke kantor Papa sebentar. Aku mengabari Papa kalau aku berniat mampir dahulu sebelum pulang.
Karyawan Papa tak ada yang mengenaliku sebagai anaknya. Aku jarang ke kantor Papa. Biasanya yang sering kesini adalah Tante Sofie dan Anggi. Sudah jelas tujuan mereka adalah ingin meminta uang pada Papa dan menyombongkan diri sebagai keluarga Handaka yang terhormat, padahal mereka hanya parasit dalam hidup kami!
"Siang, Mbak. Saya mau bertemu dengan Pak Handaka!" pintaku pada resepsionis.
"Ada keperluan apa ya, Mbak? Bapak tak bisa menerima tamu jika belum buat janji sebelumnya. Mbak udah buat janji?" tanya resepsionis itu lagi.
"Katanya aku boleh datang kapanpun kok, Mbak."
Resepsionis itu menatapku tak percaya. "Saya coba telepon sekretarisnya dulu. Mbak siapa namanya?"
"Lara Handaka!"
Saat kusebut namaku, resepsionis tersebut langsung menutup teleponnya dan memberikanku kartu pass untuk masuk ke dalam.
Aku melirik mereka yang berbisik-bisik di belakangku. Pasti mereka membandingkanku dengan Anggi yang cantik. Lihat saja nanti! Aku akan lebih cantik dari Anggi! Aku adalah seorang Handaka yang sebenarnya, bukan Anggi dan Tante Sofie itu!
Aku naik ke lantai 40 tempat ruangan Papa berada. Papa menyambutku dengan senyuman dan memelukku hangat.
Sudah lama aku tidak ke kantor Papa. Lebih tepatnya sejak Mama meninggal dunia. Pantas saja resepsionis bawah tidak mengenaliku, pasti mereka akan baru. Dulu aku suka kesini bersama Mama. Membawakan Papa bekal makan siang lalu pulangnya jalan-jalan ke Mall. Kenangan indah yang akan selalu aku kenang selamanya.
"Kamu sudah makan, Ra?" tanya Papa setelah menelepon sekretarisnya untuk membawakanku minuman dingin.
"Cuma beli cemilan aja waktu di cafe. Papa mau ajak aku makan di luar?" tanyaku.
"Tentu saja. Soalnya sudah lama sekali kamu tidak main ke kantor Papa." wajah Papa terlihat sangat bahagia karena kedatanganku.
"Hmm... Pa, sebenarnya Lara mau minta tolong sama Papa." aku mengutarakan tujuanku ke kantor Papa.
"Minta tolong apa? Uangnya kurang?"
Aku menggelengkan kepalaku. Kutunjukkan video laki-laki tampan tadi yang sudah ku capture. "Papa bisa cari tahu siapa laki-laki ini?"
Papa mengambil Hp baruku dan melihat foto yang kutunjukkan. "Oh.... Ini sih enggak usah Papa cari tahu. Papa kenal siapa dia!"
"Beneran, Pa? Siapa?" tanyaku penuh semangat.
"Dia adalah Ditya Kusuma. Anak pemilik Kusuma Group yang kini menggantikan Papanya memimpin perusahaan. Memangnya kenapa kamu nanya tentang dia? Kamu naksir sama dia?" tanya Papa.
"Naksir? Aku saja baru ketemu hari ini, Pa. Ditya dan aku tadi bertabrakan, Ditya menolongku agar tidak jatuh. Karena penasaran makanya aku nanya sama Papa. "
"Jadi, gara-gara rasa penasaran kamu makanya kamu main ke kantor Papa? Apa kamu jatuh cinta sama Ditya pada pandangan pertama? Nanti Papa jodohkan kalau kamu mau! Kusuma itu rekan bisnis Papa. Sahabat Papa pula!"
Dijodohkan? Mau sih. Tapi kalau Ditya tak mencintaiku buat apa? Aku tak mau hatiku disakiti lagi, seperti Arya yang berpura-pura menyukaiku.
"Tidak perlu, Pa. Lara belum memikirkan tentang pernikahan! Ayo kita makan siang!" ajakku.
"Serius kamu enggak mau Papa jodohin?" goda Papa.
"Enggak, Pa. Ayo ah kita makan!"
Papa lalu mengajakku ke restoran seafood dekat kantornya. Biasanya aku hanya makan kangkung balacan dan ikan goreng tepung saja di restoran ini, tapi demi menyenangkan hati Papa yang hobby makan seafood aku pun mengalah.
"Kamu mau makan apa?" tanya Papa.
"Aku mau kepiting saus Padang! Aku mau kepitingnya yang ada telurnya ya, Pa. Hmm... Tambah udang boleh juga." jawabku setelah melihat menu yang terlihat begitu menggugah selera. Pokoknya aku mau makan itu, tak mau makan kangkung saja!
Papa menatapku dengan heran. Papa mengernyitkan keningnya.
"Kamu yakin dengan pesanan kamu?" tanya Papa.
"Yakin dong, Pa. Kepiting tuh paling enak kalau dimasak saus Padang. Apalagi kepiting telur. Rasanya enak dan manis daging kepitingnya tuh bikin aku jadi nambah nasi terus. Papa pesan apa?"
"Sejak kapan kamu doyan kepiting?" tanya Papa lagi, Papa tak menjawab pertanyaanku yang menanyakan Ia mau pesan apa.
"Sejak dulu. Masa Papa lupa sih! Udah ayo cepat pesan, Pa! Aku udah laper berat nih!" rengekku.
Papa pun memesan makanan sambil terus menatapku dengan penuh selidik. "Ra, semenjak sadar dari koma, apa kamu pernah merasakan sakit yang kamu sembunyikan dari Papa?"
"Sakit? Enggak tuh! Lara baik-baik saja. Sehat, kuat dan seperti yang Papa lihat." jawabku sambil tersenyum memperlihatkan kalau diriku memang baik-baik saja.
Aku melihat sorot mata Papa yang penuh kekhawatiran. "Lara baik-baik saja, Pa. Papa tak perlu khawatir ya!" kugenggam tangan Papa yang sudah mulai berkeriput dan menaruhnya di pipiku.
Kehangatan tangan dari Papa tak pernah berubah sejak dulu. Tangan yang kini mulai keriput dan menua dimakan usia. Tangan yang selalu melindungiku dan menyayangiku. Sayang, Papa terlalu sibuk sampai tak tahu kalau aku banyak dizholimi oleh istri barunya dan anaknya yang sama jahat dengan mamanya itu.
"Maafin Papa ya, Nak. Selama ini Papa terlalu sibuk dengan perusahaan. Sejak Mamamu meninggal, Papa jarang meluangkan waktu dengan kamu. Kejadian yang menimpa kamu kemarin membuat Papa sadar, kalau selama ini Papa terlalu mengejar materi. Pada akhirnya semua yang Papa kejar akan sia-sia kalau kamu sampai meninggalkan Papa." Papa mulai menangis. Laki-laki yang selama ini selalu kulihat kuat dan gagah bak sebuah gunung yang berdiri kokoh kini terlihat begitu sedih dan rapuh.
Aku yang menyebabkan Papa sedih. Perbuatanku yang nekat bunuh diri telah membuat Papa menyalahkan dirinya sendiri. Aku menundukkan wajahku, menyesali perbuatanku yang amat bodoh itu.
"Lara yang seharusnya minta maaf sama Papa. Lara yang sudah membuat Papa sedih dan kecewa. Mulai sekarang, Lara akan membahagiakan Papa. Lara akan melindungi Papa dengan segenap kekuatan Lara. Lara sayang sama Papa!" kataku sambil berlinang air mata.
"Papa juga sayang sekali sama Lara. Ketahuilah Nak, semua kerja keras Papa selama ini hanya untukmu seorang." ujar Papa dengan mata berkaca-kaca.
"Lara tau, Pa. Terima kasih sudah menjadi Papa yang hebat untuk Lara." aku pindah tempat duduk dan memeluk Papa.
Kami saling menyeka air mata dan tersenyum bahagia. Semoga Mama bahagia melihatku dan Papa yang bahagia dan saling sayang seperti ini.
Tak lama pesanan kami pun datang. Aku memakan kepiting yang kumakan dengan lahap. Begitupun dengan udang berukuran besar.
Papa menatapku heran. "Sejak kapan kamu menyukai kepiting, Ra? Padahal sejak dulu, kamu paling benci makan kepiting! Udang juga. Bukankah kamu benci udang karena udang adalah makanan favori mama kamu dulu?"
Aku terdiam. Benar juga yang Papa katakan. Ada apa denganku? Kenapa aku kini menyukai hal yang tidak aku sukai dulu? Apa yang salah denganku?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
ceria selalu
2022-10-03
0
☠ᵏᵋᶜᶟ ⏤͟͟͞R•Dee💕 ˢ⍣⃟ₛ
tp Papanya knpa bs salah milih istri sih....
2022-05-25
1
☠ᵏᵋᶜᶟ ⏤͟͟͞R•Dee💕 ˢ⍣⃟ₛ
apa pribadi dan kesukaan Lara jg brubah ya...jd kyk fisiknya Lara tp kebiasaan, sikap, kesukaan dan pribadinya spt Agni
2022-05-25
3