Rasanya aku sudah tertidur sangat lama. Sudah waktunya aku untuk terbangun. Kubuka mataku perlahan, membiasakan diri saat cahaya terang menyilaukan menerpa mataku. Aku agak bingung mendapati diriku berada di ruangan yang serba putih. Apakah aku sudah meninggal? Apakah aku sudah di surga? Tapi surga tak akan menerima manusia yang meninggal karena bunuh diri, lalu dimana aku?
Bau disinfektan dan suara dokter yang memanggil namaku membuatku tersadar kalau aku ada di rumah sakit. Aku belum meninggal. Aku masih hidup!
"Lara? Kamu bisa mendengar Papa?" tanya Papa dengan suaranya yang bergetar karena air mata.
Aku hanya bisa menjawab "Iya." dengan lemah.
Dokter pun mulai memeriksa keadaanku. Aku perlahan mulai mengingat kejadian saat Arya mengkhianatiku sampai aku nekat bunuh diri. Aku teringat akan luka dan dendam dalam hatiku yang membara.
Papa begitu senang saat mendapati putri kandungnya telah sadar. Ia memelukku dengan penuh rasa kasih sayang, membuatku merasa bersalah karena menyia-nyiakan hidupku hanya demi laki-laki sialan itu.
Aku menghapus air mataku dan baru menyadari kalau sejak tadi aku tak memakai kacamataku. Aku merasa ada yang lain dalam diriku. Kenapa aku bisa melihat dengan jelas? Saat Papa memberikan kacamata milikku yang sudah diperbaiki, aku justru tak memerlukan kacamata itu lagi.
Ajaib sekali, seakan air sungai mampu membuat mata minusku sembuh dalam sekejap. Aku mampu melihat jelas tanpa bantuan kacamata. Padahal seharusnya aku harus melakukan operasi lasik kalau mau menurunkan minus di mataku.
Tunggu, air sungai? Aku ingat kalau aku bunuh diri. Bagaimana dengan cewek yang memegang tanganku? Ia sudah menyelamatkanku, bagaimana nasibnya kini?
Aku pun bertanya pada Papa bagaimana kabar Agni, selebgram cantik yang berjasa menyelamatkanku. Aku ingin berterima kasih namun Papa bilang Agni sudah meninggal. Ia meninggal karena menyelamatkan nyawaku?
Aku begitu terpukul saat mendengarnya. Jadi, aku sudah membuat orang lain meninggal karena menolongku? Kenapa hidupku begini? Kenapa aku menjadi orang yang sangat jahat?!
Aku menangis menyesali perbuatanku. Kenapa aku harus membuat orang lain meninggal? Harusnya aku saja yang mati! Aku! Manusia paling lemah dan tak berguna di muka bumi ini!
Papa yang panik melihatku begitu shock dan menangis histeris lalu memanggil dokter, aku lalu diberi suntikan obat penenang dan jatuh tertidur. Saat aku tertidur, aku melihat beberapa penggalan cerita ada dalam mimpiku. Aku bermimpi kalau aku adalah seorang selebgram. Aku bermimpi kalau aku bisa sehat dan berlari bebas.
Lalu aku terbangun. Aku sadar, itu bukan mimpiku. Apakah itu mimpi Agni? Kenapa aku bisa bermimpi menjadi Agni?
Aku merasa amat berhutang budi pada Agni. Sepulang dari rumah sakit, aku minta Papa mengantarkanku ke kuburan Agni. Disana aku meminta maaf pada Agni dan menangis penuh penyesalan.
Papa lalu mengajakku pulang. Aku merasa bersalah dan merasa sakit hati. Aku tak mau melihat Tante Sofie yang terus berpura-pura baik padaku hanya untuk mencari muka depan Papa. Aku juga tak mau bertemu dengan Anggi yang sudah menjahatiku!
Papa tak tahu kalau perselingkuhan Anggi dan Arya yang membuatku sampai nekat bunuh diri. Papa yang semula begitu cuek padaku dan lebih mementingkan perusahaan kini sangat memperhatikanku.
Setiap malam aku mulai bermimpi aneh lagi. Aku malam ini kembali bermimpi menjadi selebgram. Bisa berbicara di depan kamera dengan penuh percaya diri dan aku terbangun dengan hati senang.
"Lara, makanlah Nak. Kamu harus makan agar kuat dan sembuh." ujar Papa.
Aku menatap makanan yang Papa bawakan. Kuat? Ya, Papa benar. Aku harus kuat untuk membalas semua dendamku!
"Papa suapin kamu ya, Nak!" ujar Papa dengan penuh kasih.
"Ehem!" terdengar suara Tante Sofie. "Biar Mama saja Pa yang suapin Lara." ujar Tante Sofie, yang lagi-lagi mencari perhatian di depan Papa.
"Jangan! Papa saja!" entah keberanian dari mana yang datang dalam diriku, aku kini berani menolak permintaan Tante Sofie, di depan Papa lagi! Hal yang tak pernah kulakukan sebelumnya.
"Kasihan Papa kamu, Ra. Biar Tante saja ya yang suapin!" Tante Sofie mulai berakting seakan aku adalah anak yang Ia sayang, padahal justru dialah yang selama ini mendzholimiku. Lupa kalau Ia pernah melempari mukaku dengan lap kotor?
"Papa saja yang suapin, atau Lara tak mau makan!" wow, aku bahkan mengancam Tante Sofie! Hebat sekali aku!
"Sudah, biar aku saja!" ujar Papa mengambil makanan dari tangan istrinya. "Makan yang banyak ya, Sayang!"
Tante Sofie merasa dipermalukan di depan suaminya oleh aku si Cupu. Ia mengepalkan tangannya menahan amarah dan keluar dari kamarku.
Aku tersenyum senang. Kenapa tidak sejak dulu saja aku melawan Tante Sofie dan Anggi? Kenapa aku harus diam saja melihat mereka memperlakukanku dengan semena-mena?
Papa menyuapiku sambil menatapku dengan sedih. Papa pikir aku masih bersedih atas meninggalnya Agni, aku justru memikirkan nasib Papa. Aku tak mau Tante Sofie menjahati Papa, satu-satunya orang tua yang aku miliki.
"Kamu tau Sayang, kadang takdir itu memang kejam. Tapi tahukah kamu, kenapa kamu selamat dan anak itu tidak?" tanya Papa. Aku menggelengkan kepalaku.
"Meski Ia selamat pun usianya tak akan lama. Ia menderita kanker darah stadium 4 yang membuat hidupnya tak akan lama lagi. Keputusannya untuk menyelamatkanmu adalah amal ibadah yang Ia lakukan di saat-saat terakhir hidupnya. Yang perlu kamu lakukan bukanlah meratapi keadaan. Bukan murung dan menyia-nyiakan kesempatan yang Ia berikan. Kamu justru harus membuktikan pada Agni kalau kesempatan hidup yang Ia berikan, akan kamu manfaatkan sebaik-baiknya. Tunjukkan pada Agni kalau kamu layak dapat kesempatan itu!"
Ya, Papa benar. Agni memberiku kesempatan kedua dan aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang Ia berikan. Aku harus kuat dan membalas Anggi. Aku juga harus bisa melindungi Papa dari niat jahat Tante Sofie.
"Pa, Lara boleh minta sesuatu?" tanyaku.
"Tentu. Kamu mau minta apa?" tanya Papa Handaka. Aku punya permintaan berarti ada semangat hidup kembali. Ini yang Papa inginkan dalam diriku.
Untuk menjalankan semua rencanaku, aku butuh modal. "Lara mau minta uang sama Papa. Lara juga mau minta mobil yang lebih bagus dari Anggi."
Papa mengernyitkan keningnya. Putrinya yang sederhana meminta uang dan mobil? Tak biasanya aku bersikap seperti ini. "Buat apa Sayang?"
"Lara mau menikmati hidup, Pa. Bolehkan?"
Papa lalu tersenyum. Ia senang semangat hidupku sudah kembali. "Tentu saja boleh. Semua harta Papa toh pada akhirnya untuk kamu seorang, Sayang!"
Papa mengeluarkan kartu ATM miliknya. "Pin-nya adalah tanggal lahir kamu. Pakailah! Papa tau kamu akan bijak memakainya. Kalau mobil, Papa akan menyuruh sekretaris Papa membawakan untuk kamu. Mau mobil apa?"
"Ferrari!"
Papa Handaka sangat terkejut. "Wow! Ferrari?"
"Boleh kan, Pa?"
"Tentu... Tentu, Sayang! Tentu! Asalkan kamu bahagia, Papa akan bahagia!"
Aku memeluk Papa dengan penuh kasih. Dalam hatiku bertekad akan melindungi Papa dan menghancurkan orang-orang yang sudah menyakitiku. "Makasih, Pa. Papa jangan khawatir, Lara akan menggunakan kepercayaan yang Papa berikan dengan sebaik-baiknya!"
****
Aku membuka isi lemari bajuku. "Wah, kenapa isi bajuku isinya culun semua? Harus aku modif nih!"
Aku teringat mimpiku tentang menjadi selebgram. Kuambil Hp miliknya dan mulai merekam saat aku memodif pakaian jadulku.
"Hi Cantik! Aku Lara Handaka akan mendokumentasikan make over diriku dari yang cupu ini menjadi keren. Hari ini aku akan memodif pakaian jadul yang aku punya! Ikutin aku terus ya!" Aku tak menyangka kalau sekarang aku bisa berbicara lancar seperti seorang selebgram yang terbiasa berbicara di depan kamera. Padahal biasanya aku pemalu dan mudah gugup.
Dengan kamera yang tetap menyala, aku mengambil sebuah blouse dengan lengan balon khas tahun 70an. Aku memiliki beberapa baju dengan gaya yang sama, maklum semuanya adalah peninggalan saat Mamaku masih hidup dulu.
Aku mengambil gunting dan memotong lengan baju tersebut menjadi baju tanpa lengan alias lekbong yang terlihat jauh lebih modis.
Aku memeriksa celana di lemari bajuku. Celana cutbray yang biasa aku kenakan pun kena rombak. Aku menggunting celana itu sampai paha. Aku lalu memakai celana beserta blouse tanpa lengan yang sudah aku modif. Hasilnya sangat keren ternyata di tubuhku. Wow, aku benar-benar punya kemampuan lain dalam diriku!
"Gimana? Lebih keren kan? Gaya seperti ini bisa kalian pakai saat hangout dengan teman-teman kalian! Udah enggak jadul lagi kan? Masih penasaran kan ingin lihat perubahan aku selanjutnya? Pantengin aku terus ya!" aku bicara lagi di depan kamera.
Kutaruh kamera menghadap ke arah kaca. Rambutku sangat lepek karena selalu memakai minyak rambut. "Gaya begini udah enggak oke nih, Cantik! Aku ubah sedikit ya!"
Aku mengambil video saat aku masuk ke kamar mandi dan mencuci rambutku dengan shampoo. Setelah itu kukeringkan dengan hair dryer dan rambut panjangku aku ikat kuda.
"Ini lebih baik ya, Cantik! Setidaknya untuk sementara!" Kamera pun aku pindahkan ke depan cermin. Aku akan membuat konten tentang make up sederhana.
Kunyalakan lagi kamera dan menampilkan wajahku saat aku make-up dengan alat seadanya. Memakai lipbalm dan melihat wajahku yang sudah lebih baik.
"Gimana penampilanku? Lebih baik bukan? Penasaran dengan penampilan aku berikutnya? Yuk ikutin terus Kisah Lara Handaka ya.... Bye-bye Cantik! Muachhh!" Aku mengakhiri videonya setelah memberikan kissbye. Semua ini akan aku edit dan nanti akan aku upload di sosial media milikku dan Youtube tentunya.
Entah kenapa aku merasa senang memvideokan diriku sendiri. Aku merasa apa yang aku lakukan akan menginspirasi orang lain. Agar tak ada lagi gadis cupu yang dihina dan dikhianati hanya karena penampilan, seperti yang aku rasakan.
Aku menaruh Hp milikku saat Bibi mengetuk pintu kamar dan memberitahu kalau sekarang sudah waktunya makan siang. Aku pun turun ke bawah dan menuju ruang makan. Sudah ada Anggi, Tante Sofie dan Papa tentunya. Semua terkejut melihat penampilan baruku.
"Bi, mau jusnya!" tanpa menunggu jawaban bibi, kuambil jus di nampan yang bibi bawa.
"Itu jus gue!" teriak Anggi, tak terima dengan apa yang aku lakukan.
"Anggi! Kan kamu bisa minta Bibi lagi!" Tante Sofie memarahi Anggi karena sudah berteriak di depan suaminya.
"Enggak usah Tante. Lara akan kembalikan. Belum Lara minum kok!" Aku pun berjalan mendekat, lalu aku berakting seakan ada sesuatu di lantai yang membuat aku hampir jatuh lalu...
Byur....
Jus di tanganku aku tumpahkan semua di wajah Anggi.
"Ya ampun Anggi! Maaf ya... Maaf... Aku tak sengaja!" aku memasang wajah bersalah.
"Tak apa, Ra. Biar Anggi nanti bersihkan!" lagi-lagi Tante Sofie bukan membela anaknya malah mencari muka depan suaminya.
"Maaf ya Tante. Tadi Lara mau kepeleset, tangan Lara belum kuat untuk menahan jusnya. Maklum, habis sakit Lara belum pulih benar!" alasanku terdengar begitu meyakinkan.
Anggi hanya bengong melihat kemampuan aktingku. Mamanya pun tak membelanya. Ia pasti tau kalau sejak tadi aku berbohong dan kini Ia yang jadi korbannya!
Papa lalu mendekatiku yang masih memasang wajah pura-pura menyesal. "Enggak apa-apa kok, Sayang! Kamu baru sembuh. Enggak apa-apa. Anggi enggak marah kok sama kamu. Ayo kita makan!"
Papa menuntunku sampai aku duduk di kursi makan, Papa lalu bicara pada Anggi yang sangat kesal karena wajahnya basah namun tak boleh menampakkan kekesalannya. "Kamu ganti baju dulu sana, Gi!"
Dengan kesal Anggi meninggalkan ruang makan dengan wajah dan rambut yang basah dengan jus yang kutumpahkan. Sama seperti Mamanya menyiramku waktu itu. Aku tersenyum dalam hati. "Ini baru awal. Aku akan berubah dan akan membalas semua perbuatan kalian padaku! Lihat saja nanti!"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
sherly
keren lara
2023-01-06
0
fifid dwi ariani
sukses selalu
2022-10-03
0
❤ $he ¥ ❤
syuukkaaaa....😍🤣😍🤣😍🤣
2022-08-13
0