Lara
Aku tahu apa yang direncanakan oleh Arya dan Anggi. Mereka akan menguasai perusahaan Papa. Aku tak bisa biarkan hal tersebut terjadi.
"Pa, Lara juga mau belajar tentang perusahaan mulai sekarang. Boleh kan?" tanyaku yang langsung mendapat tatapan mata tidak suka dari Tante Sofie.
"Papa sih boleh-boleh saja kamu mempelajari tentang perusahaan, tapi apa kamu bisa membagi waktu kamu? Sekarang saja kamu sangat sulit untuk makan bersama di rumah?!" tanya Papa balik.
"Iya benar, Ra. Nanti kamu kecapekan dan malah jatuh sakit. Ingat loh Ra, kamu belum lama terbangun dari koma. Kamu harus jaga kesehatan kamu. Tante saja sudah khawatir dengan kesibukan kamu sekarang. Bagaimana kamu membagi waktu kamu nanti?" Tante Sofie tak mau kehilangan kesempatan berpura-pura baik dan perhatian padaku di depan Papa. Ia harus menjalankan perannya sebagai ibu tiri yang baik tentunya. Berkata manis seperti ini juga upayanya menggagalkan niatku yang mau mencegah Anggi menguasai perusahaan.
"Mama kamu benar, Ra. Papa khawatir kamu jatuh sakit lagi. Kesibukan kamu sudah sangat banyak, jangan ditambah lagi dengan pekerjaan kantor yang malah akan membuat kesehatan kamu memburuk nantinya." nasehat Papa.
"Papa tenang saja. Lara akan mengatur jadwal Lara agar tidak mengganggu pekerjaan Lara yang lain. Lara kan mau belajar tentang perusahaan Papa agar Papa bisa beristirahat dan menikmati masa tua Papa tanpa memikirkan tentang perusahaan lagi." jawabku.
Papa menghela nafas dalam. "Papa senang kamu mau mempelajari tentang perusahaan. Kalian berdua adalah perempuan, tak sepatutnya kalian memikirkan perusahaan. Papa akan menyerahkan perusahaan pada menantu Papa nanti. Kalian cukup di rumah saja menjadi istri dan ibu yang baik."
"Betul itu, Pa. Makanya Anggi meminta Papa memberi kesempatan pada Arya. Anggi mau menjadi istri dan ibu yang baik seperti yang Papa inginkan." pandai sekali Anggi mengambil hati Papa. Aku sampai kalah dibuatnya.
"Betul yang Anggi katakan, Ra. Kamu belum punya pacar kan? Apalagi calon suami? Biarkan saja Anggi yang sudah punya calon suami untuk mempelajari perusahaan lebih dulu. Kenapa sih kamu selalu menjegal langkah Anggi? Kamu lebih sukses sebagai selebgram. Anggi pun sudah melepaskan impiannya sebagai selebgram karena mengalah sama kamu. Apa salahnya sih kalau Anggi ingin calon suaminya maju?!" sindir Tante Sofie dengan pedas. Ia sengaja memancing keributan agar Papa membela Anggi anaknya dibandingkan membelaku.
"Yang menjegal Anggi siapa Tante? Aku enggak menjegal. Aku juga mau belajar tentang perusahaan, apa salah? Aku kan anak Papa. Aku juga mau membantu Papa mengurus perusahaan. Kalau masalah pacar, memang saat ini aku enggak punya. Bukan tidak mungkin kan aku akan langsung membawa calon suami?" balasku tanpa kenal takut.
"Sudah... Sudah! Kita sedang makan malam bersama! Sudah lama kita tidak kumpul seperti ini! Kenapa kalian malah ribut? Kalau Lara mau belajar tentang perusahaan boleh saja. Datang ke perusahaan! Dan masalah Arya, Papa akan tetap mengangkatnya sebagai manajer produksi. Beres kan? Ayo kita makan malam lagi dengan tenang! Papa enggak mau ada keributan lagi mulai sekarang!"
****
"Bim. tolong kamu atur jadwalku ya agar aku juga bisa bekerja di perusahaan, please... " pintaku pada Bima, manager sekaligus tangan kananku yang sangat setia mendampingi karirku sebagai seorang selebgram.
"Udah gila ya kamu, Ra?! Jadwal kamu tuh padat eh kamu malah mau bekerja di perusahaan Papa kamu juga! Bagaimana nanti kamu membagi waktu? Ingat, kita udah teken kontrak kerja sama dengan banyak pengusaha terkenal. Bisa hancur karir selebgram kamu kalau kamu melanggar kontrak!" omel Bima.
"Ini menyangkut perusahaan Papa, Bim. Aku tahu Anggi berencana menguasai perusahaan Papa melalui tangan Arya."
"Arya lagi... Arya lagi! Kamu lupa Arya yang sudah menghancurkan karir kamu sebelumnya?" sahut Bima masih dengan penuh emosi.
"Aku tahu tentu saja. Karena aku tahu makanya aku enggak mau mereka merebut perusahaan Papaku, Bim. Please... Aku tetap jadi selebgram kok. Cuma jadwal syuting kita diubah aja. Di kantor Papa bisa kok, nanti aku cari jadwal kosongnya. Tolong ya Bim, please....." aku menantap Bima dengan tatapan memohon, Bima pasti luluh kalau aku sudah berbuat seperti itu.
"Oke. Aku akan kasih kamu jadwal. Aku akan sesuaikan yang bisa aku sesuaikan. Sisanya kamu harus lembur untuk menyelesaikan semua kontrak yang sudah kita sepakati!" akhirnya Bima mengalah juga.
"Tentu Bim! Makasih ya Bim! Kamu memang sahabat aku yang paling baik! Ayo kita syuting sekarang! Jangan buang-buang waku lagi!"
Aku pun mulai mengerjakan double job. Pada office hour, aku bekerja di kantor Papa. Aku belajar langsung pada Papa semua tentang perusahaan. Untung otakku encer jadi cepat paham, aku hanya bodoh kalau masalah laki-laki saja. Sisanya aku lumayan jago!
Beberapa kali aku melihat Arya yang berusaha mencari muka di depan Papa dan bersikap sok ramah padaku. Aku memberinya tatapan kalau aku sedang mengawasinya setiap saat dan isyarat kalau aku akan mengagalkan niat jahatnya tersebut.
Bekerja di perusahaan ternyata tidak mudah, apalagi perusahaan milik Papa yang besar dan memiliki banyak karyawan. Tanggung jawabnya besar. Salah langkah sedikit saja, aku takut perusahaan bangkrut dan membuat karyawannya kehilangan pekerjaan.
Aku butuh banyak waktu untuk belajar, namun sayang Bima sudah menjemputku sepulang kerja. Sehabis bekerja kami akan langsung syuting. Hari ini kami langsung menuju Kusuma Corporation untuk syuting produk mereka.
Karena kurang fokus, pengambilan gambar bisa berkali-kali. Ada saja yang membuatku salah. Kata-kata ada yang lupa, kadang senyumnya seakan dipaksa pokoknya menghambat proses syuting hari ini.
Aku beberapa kali meminta maaf atas kesalahanku. Rupanya Ditya yang memperhatikan aku sejak tadi merasa ada yang aneh denganku. Ia memesan makanan dan meminta para kru beristirahat sejenak.
"Minum dulu, Ra. Biar lebih fokus." Ditya menaruh air mineral botol di depanku.
"Makasih." kataku yang langsung membuka botol dan meminumnya. "Aku mengacaukan syuting hari ini ya? Maaf banget ya, Dit."
"It's okey. Kamu lagi sakit? Tumben banget salah melulu?" tanya Ditya.
"Enggak kok. Aku sehat. Hanya kecapekan aja." jawabku jujur.
"Banyak yang endorse ya sekarang? Jangan diterima semua kalau akhirnya bikin kamu kelelahan." ujar Ditya.
"Lumayan banyak endorse sejak aku merubah imageku. Tapi bukan itu yang membuat aku kelelahan. Aku... Sekarang membantu Papa bekerja di kantornya." jawabku jujur.
"Bekerja? Kamu kekurangan uang sampai double job begitu?" tanya Ditya.
Aku menggelengkan kepalaku. "Aku harus mulai terjun ke perusahaan mulai sekarang. Kalau tidak..." aku hampir saja mengatakan tentang Arya dan Anggi yang mau menguasai perusahaan pada Ditya.
Ditya adalah orang luar. Jangan sampai Ditya tahu konflik di dalam keluargaku.
"Kalau tidak kenapa? Kok kamu enggak terusin perkataanmu sih?" tanya Ditya mengagetkanku.
"Ah itu... Kalau tidak... aku... akan ketinggalan. Mempelajari tentang perusahaan itu lebih sulit ternyata, apalagi aku mengemban tanggung jawab yang besar." lancar sekali aku berbohong kali ini.
"Ya, kamu benar. Ada banyak kepala keluarga yang bergantung hidup pada perusahaan. Kalau kamu butuh bantuan, kabari saja. Aku siap membantu!" ujar Ditya.
"Tenang aja. Aku tahu kok kamu akan selalu membantu aku!" jawabku.
Ditya terdiam. Ia menatapku seperti melihat hantu.
"Kenapa? Ada yang salah?" tanyaku sambil melihat ke kiri dan ke kananku. Tak ada apapun.
"Apakah kamu kenal Agni?" tanya Ditya tiba-tiba.
Deg...
Kenapa Ditya bertanya tentang Agni?
Ada hubungan apa diantara mereka?
"Agni... Em.. Agni yang selebgram itu maksudnya?" tanyaku balik. Ada kegugupan dalam suaraku.
"Ya. Kamu kenal dengan Agni?" tanya Ditya sekali lagi padaku. Ia terus menatapku dengan lekat, membuatku menjadi semakin kikuk saja dibuatnya.
"Aku... Agni itu... "
"Kenapa kamu gugup? Kamu kayak merasa takut dan bersalah saja sampai gugup begitu?! Atau kamu memang punya salah sama Agni?" cecar Ditya.
"Eng... Enggak! Kenapa aku harus merasa bersalah? Aku... Enggak kenal Agni kok! Iya, aku cuma kenal karena sesama selebgram aja. Itu aja. Aku balik syuting lagi ya! Makasih minumannya!" aku berdiri dan meninggalkan Ditya. Aku takut Ditya tahu kalau Agni meninggal karena menyelamatkan nyawaku.
Bagaimana kalau Ditya tahu aku adalah pembunuh Agni yang sebenarnya? Bagaimana kalau Ditya sangat membenci karena aku sudah membohonginya?
Enggak! Ini enggak boleh terjadi! Aku menyukai Ditya dan tak mau Ditya malah membenciku! Aku akan menyembunyikan semuanya dari Ditya. Harus!
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
ceria selalu
2022-10-03
0
𝐀𝐬𝐦𝐚°𝐫𝐚
lebih baik jujur ra karna itu murni kecelakaan
bukan kamu yang membunuh agni
2022-07-19
2
Ita Widya ᵇᵃˢᵉ
orang bukan lara yang bunuh Agni,,itu kecelakaan murni
2022-05-14
2