Lara
Wow....Wow....Wow...
Amazing...
Aku bisa nyetir mobil tanpa harus belajar dulu? Gila ini sih!
Yang lebih keren lagi adalah...
Aku mengendarai Ferrari... Gokil gak tuh!
Wah... Ini baru yang dinamakan anak orang kaya!
Kemana saja aku selama ini? Punya Papa kaya namun tak memanfaatkannya?! Daripada nanti harta kekayaan Papa akan dikuasai Monster Salon macam Tante Sofie dan Perempuan Mureh macam Anggi lebih baik aku yang memanfaatkannya.
Aku puas-puasin muter-muter komplek dengan Ferrari milikku, ya milikku. Ha...ha...ha... Level kerenku naik 100% ini!
Aku berhenti di salah satu spot foto yang bagus dan ingin mengambil foto disana. Aku menaruh Hp-ku di tanah dan memperhitungkan angle yang akan aku ambil.
Dengan melambaikan tangan pada kamera maka Hp-ku akan mengambil foto diriku secara otomatis. Mula-mula aku berdiri sambil bersandar di mobilku lalu sebelah kakiku agak diangkat dikit dan kusandarkan di body mobil.
Cekrek...
Gaya berikutnya sambil memegang kacamata sunglass milikku aku ambil angle saat sinar matahari yang akan terbenam menyinariku.
Cekrek...
Ah repot sekali jika setiap aku mau foto harus setting sendiri. Mau buat video juga agak ribet karena harus bekerja ekstra.
"Kenapa enggak bikin video aja sekalian? Jangan cuma buat foto doang?!" ujar seorang cowok yang sedang bersepeda padaku.
"Susah ngambil videonya." jawabku jujur.
"Mau aku ambilkan videonya?" tawar cowok itu.
Kuperhatikan sepeda miliknya. Salah satu merk sepeda mahal. Mungkin dia juga penghuni komplek ini? Aku menatap penuh selidik padanya dari ujung kepala sampai ujung kaki, extra hati-hati dan waspada di jaman sekarang itu harus.
"Aku Bima. Aku penghuni komplek ini juga. Rumahku di Blok B." Ia seakan menjawab keraguanku.
Kuberikan Hp milikku. "Tolong ya!" pintaku setelah merasa yakin kalau cowok ini dapat dipercaya.
"Siap. Kamu yang bergaya aku yang mengatur gambarnya!"
Aku pun berakting depan kamera. Aku berjalan sambil tanganku memegang body mobil, aku masuk ke dalam mobil dengan anggun dan tersenyum ke arah kamera. Tak lupa kuberikan kecupan bibir pada kameraku.
"Oke! Cut!" ujar Bima. "Coba kamu lihat hasilnya bagus apa enggak?"
Aku memeriksa dan langsung jatuh hati, pengambilan gambar yang Bima lakukan sangat keren. "Ini hanya sekali take dan kita bisa dapet video sekeren ini? Wow?! Kamu fotografer atau videografer semacam itu?" tanyaku.
"Enggak. Cuma hobby aja kok!" jawab Bima merendah.
"Mau kerjasama sama aku? Kita buat video dan kalau aku booming kita bisa bagi keuntungan, gimana?" tanyaku.
"Serius? Kamu mau buat konten apa?" Bima terlihat tertarik. "Oh iya, nama kamu siapa? Kamu belum nyebutin nama kamu loh!"
Aku menepuk keningku. "Aku lupa! Namaku Lara. Aku tinggal di Blok H." aku mengulurkan tanganku untuk berkenalan.
"Lara... Lara Handaka?" tebaknya ujarnya seraya menyambut uluran tanganku.
"Kamu kenal aku?" tanyaku.
"Iyalah. Kita tuh pernah satu sekolah saat SD dulu! Kamu lupa? Aku Abraham Bima. Dulu aku dipanggilnya Aam!"
Aku mengernyitkan keningku. Laki-laki di depanku adalah Aam? Beda sekali! Dulu Aam kecil, kucel, item, idup lagi! Kini.... Dandanannya bergaya anak muda masa kini, bening dan lumayan ganteng. "Aam? Yang pindah ke luar kota waktu kelas 4 SD?"
Bima mengangguk. "Iya, inget sekarang? Aku udah balik lagi tinggal disini setelah lulus kuliah. Wah kamu berubah banget ya, Ra! Lebih bergaya sekarang!"
Aku tersenyum. "Ini cuma demi kepentingan konten aja kok, Bim. Aslinya aku masih cupu kayak dulu."
"Aku yakin konten kamu pasti keren. Tadi aku perhatiin cara kamu ngambil gambar saja terlihat seperti seorang profesional. Kamu tau kalau angle dari bawah lebih bagus. Boleh aku lihat apa saja yang sudah kamu upload?" aku pun menunjukkan sosial media milikku.
"Serius? Ini kamu yang bikin? Keren loh!Terinspirasi dari mana?" Bima tak menyangka dengan kemampuan yang kumiliki, jangankan Bima, aku saja tak menyangka kalau aku akan sehebat ini.
"Hmm... Dari Agni, mungkin?"
"Agni yang meninggal bunuh diri?" tanya Bima.
Aku terdiam, Agni bukan meninggal karena bunuh diri, melainkan karena menolongku. Sayangnya, aku terlalu takut mengatakan kebenarannya.
"Kapan kita bisa mulai bekerja sama?" tanyaku mengalihkan pertanyaan.
"Besok, gimana? Aku masih menunggu wisuda jadi masih senggang."
"Sama dong! Ayo kita mulai besok. Di rumahku atau di tempat lain?" tanyaku.
"Aku ada spot bagus, cafe milik teman aku. Kamu bisa bawa perlengkapan kamu, nanti aku ijin sama teman aku. Kita tentuin dulu konsepnya seperti apa?!"
Aku pun berdiskusi tentang konsep yang aku mau dan menanyakan pada Bima bagaimana pendapatnya. Bima memberi beberapa masukan yang menurutku bagus.
"Oke, deal! Besok kita buat konten!"
Aku mengajak Bima bersalaman untuk membuat perjanjian. "Deal!"
****
Aku mendapat tatapan sinis dan penuh kebencian dari Monster Salon dan Perempuan Mureh di depanku saat menunggu Papa untuk makan malam.
"Ma, pokoknya aku mau mobil baru kayak dia!" Anggi menunjuk ke arahku dengan menggerakkan dagunya.
"Sabar, Sayang! Nanti Mama akan minta sama Papa kamu. Papa akan menuruti permintaan Mama. Kamu tunggu saja! Mama pasti akan membelikan kamu mobil yang lebih bagus dan lebih mahal dari dia!" sindir Monster Salon itu padaku.
Aku asyik memainkan Hp milikku. Jumlah viewersku bertambah sedikit. Lumayanlah, 10 orang. Total sudah ada 110 orang. Hasil tak akan menghianati usaha. Sabar dan terus usaha pasti akan berhasil.
Papa datang dan makan malam kami pun dimulai. Malam ini sengaja Tante Sofie menyuruh Bibi memasak aneka seafood dan telur rebus. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk membalasku.
Tante Sofie taunya kalau aku itu tidak menyukai seafood. Aku yang dulu pasti akan memilih makan nasi dengan telur rebus saja, namun aku yang sekarang sudah beda.
Kuambil cumi goreng tepung dengan udang balado tanpa sungkan dan memakannya. Kulirik Papa yang menahan senyumnya karena dua orang di depanku terkejut melihatku mau makan seafood.
Aku memakannya dengan lahap, bahkan aku mengambil lagi cumi goreng tepung dan makan dengan nikmat.
Papa sama sepertiku, beliau juga makan dengan lahap. Papa pasti sejak dulu sudah merasa kalau aku suka didzholimi oleh dua ibu dan anak ini. Namun Papa terlalu sibuk dengan bisnisnya jadi menomorduakan diriku.
"Enggak ada yang mau nih udangnya? Lara abisin nih kalau enggak ada yang makan!" ancamku sambil tersenyum penuh taktik.
"Kata siapa enggak mau? Kita mau makan kok!" jawab Tante Sofie dengan cepat. Tak mau kehabisan lauk denganku.
"Oh kirain mau makan pakai telur rebus saja. Hati-hati kebanyakan makan telur, nanti bisulan!" sindirku sambil menahan tawa.
Aku menatap Papa dan Ia tersenyum penuh kebanggan padaku. Tenang saja Pa, aku akan lebih berani lagi nantinya!
****
Ditya
Aku sedang memeriksa jati diri seorang cewek yang ditemukan meloncat dari jembatan bersama Agni. Lara Handaka. Anak pengusaha pemilik Handaka Group. Aku memang sengaja membayar jasa seorang detektif untuk menyelidiki kematian sahabatku itu.
Aku mengamati foto Lara dan sepertinya aku pernah melihatnya tapi dimana?
"Namaku Lara." kata-kata itu terngiang di telingaku.
Ah iya! Cewek yang penampilannya cupu yang bertabrakan denganku di Mall. Aku baru saja hendak mencari tahu tentangnya ketika salah seorang karyawanku datang dan memberitahu kalau ada salah seorang selebgram baru yang memenuhi kriteria untuk jadi model kami.
"Ini Pak, selebgram itu belum lama membuat konten dan isi kontennya bagus. Meski penampilannya tidak cantik tapi ada perubahan dalam penampilannya. Bapak bisa lihat dulu dari sosial media miliknya." karyawanku menunjukkan foto selebgram baru tersebut, dan aku langsung mengenalnya.
Cewek inilah yang memang sedang aku cari. Cewek ini yang kemarin nabrak aku di Mall dan cewek ini juga yang menurut pengakuan warga sekitar terjun bareng dengan Agni ke sungai.
"Kalian tahu anak ini darimana?" tanyaku penuh rasa curiga. Apa jangan-jangan Lara Handaka menggunakan uang miliknya untuk menyogok anak buahku?
"Oh itu, Lara Handaka ini pernah tag perusahaan kita Pak dalam postingannya. Kebetulan pas tim saya lihat, anak ini punya potensi untuk jadi selebgram terkenal nantinya meski saat ini hanya sedikit followersnya. Ditambah dengan nama besar Papanya yang sudah terkenal. Mudah untuk dia lebih terkenal lagi. Apalagi kalau Bapak memilihnya untuk endorse produk kita." jawab karyawanku.
"Usulan kalian akan saya lihat dan pelajari dulu. Kamu bisa pergi!"
"Baik, Pak."
Aku pun mulai stalking akun sosial media cewek ini. Isi konten macam apa ini? Make over? Tapi tunggu, bagaimana dia bisa merubah baju jadul itu jadi lebih keren hanya dengan bantuan gunting saja?
Tanpa sadar aku mulai memperhatikan satu persatu konten miliknya dan melihat kontennya saat di Mall. Ya, cewek ini memang benar yang aku temui di Mall. Bajunya sama. Jadi dia adalah cewek yang bunuh diri bareng dengan Agni? Lantas kenapa harus dia yang selamat dan bukan Agni?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Ajusani Dei Yanti
semangat thorrrr kuh lanjut
2023-08-14
0
fifid dwi ariani
trus sukses
2022-10-03
0
Riska Mandila
inimah dancukk
2022-06-03
0