Bulan keenam Clarissa bekerja sama dengan Arta Fashion, kali ini mereka akan mengambil foto dan syuting iklan selanjutnya di sebuah hotel mewah.
Pihak perusahaan menyediakan bus untuk mengangkut kru dan tim artis. Yuna dan Tina menaiki angkutan yang disediakan oleh Devan.
"Tuan Raka, nanti saya titip Clarissa pada anda 'ya!" ucap Yuna pada rekan kerja temannya itu sebelum keberangkatan. Karena perjalanan cukup jauh, ia tak berani mengendarainya. Sopir yang biasa dengannya sedang sakit.
"Siap Nona Yuna," ujarnya.
Sebelum berangkat, mereka melakukan pengarahan. Sebagian karyawan juga ikut, kebetulan syuting dilaksanakan di akhir pekan.
Setelah pengarahan sebagian karyawan, kru dan tim artis satu persatu menaiki bus. Ada juga yang membawa kendaraannya masing-masing.
"Rissa, ayo kita berangkat!" ajak Raka. Clarissa pun mengiyakan.
"Rissa bersamaku saja!" Rey tiba-tiba datang menghampiri keduanya.
"Tapi Tuan Rey, Yuna menitipkan Clarissa pada saya!" ucap Raka.
"Biar dia bersama saya saja!" paksa Rey.
"Saya dengan Raka saja," ucap Clarissa.
"Anda dengarkan Tuan Rey!" ucap Raka tersenyum.
"Kau bersamaku saja, biar dia dengan manajernya!" Rey tetap memaksanya.
"Biar dia pergi bersamaku," sahut Devan yang kini berada di belakang mereka. Ia menggenggam tangan Clarissa dan menariknya menuju arah parkiran mobil miliknya. Hal itu membuat Raka menaikkan bahunya menatap Rey yang terlihat kesal.
"Kalau begitu saya duluan, Tuan!" pamit Raka dengan senyum menyindir.
Rey mendengus, ia segera menyusul langkah Devan. Sampai di parkiran Rey melihat mobil yang ditumpangi Clarissa sudah berlalu.
"Tuan, tadi anda memegang tangan saya tanpa sarung tangan," ucap Clarissa melihat Devan yang sedang menyetir.
"Kenapa tidak menunjukkan reaksi apapun?" Devan bertanya dalam hati.
"Ternyata anda normal juga!" ucap Clarissa terkekeh.
"Jadi, menurutmu aku itu aneh?" Devan mengarahkan pandangannya pada Clarissa.
"Sangat aneh!" jawabnya.
Devan ingat saat ia menggendong Clarissa yang pingsan, kulitnya tidak menunjukkan reaksi apapun.
"Tuan, sebenarnya anda sakit apa?" tanya Clarissa.
"Aku tidak sakit!"
"Tapi, kenapa anda selalu membawa hand sanitizer? Pakai sarung tangan dan tak pernah berjabat tangan dengan orang lain," ujar Clarissa.
"Apa kau perlu tahu alasannya?" Devan tak suka dengan pertanyaan Clarissa.
"Kalau anda tidak mau memberitahunya, tidak masalah!" jawabnya.
Setelah pertanyaan itu, Clarissa tidak banyak bertanya lagi. Dia hanya memainkan ponselnya sambil melihat sekeliling isi dalam mobil Devan.
"Hei, apa yang kau lakukan?" tegur Devan saat melihat Clarissa membuka dashboard.
"Tuan, apa anda tidak memiliki makanan atau minuman?"
"Aku tidak pernah membawa atau memakan makanan dalam mobil," jawabnya.
"Tuan, aku lapar sekali. Bisakah kita singgah sebentar untuk membeli makanan?" Clarissa memegang perutnya.
"Tidak bisa," tolak Devan.
"Tuan, hotel masih jauh," ucap Clarissa.
"Tapi, aku tidak bisa menemanimu makan!"
"Aku makan di sini saja!"
"Tidak boleh!"
"Saya janji tidak akan membuat mobil anda kotor!" mohon Clarissa menunjukkan wajah polosnya.
Devan meminggirkan mobilnya di dekat penjual makanan. Clarissa turun dengan memakai kacamata hitam, masker penutup mulut dan topi.
Devan menunggunya di dalam mobil sambil memperhatikan arlojinya. Ia melihat Clarissa masih mengantri untuk dilayani.
Dua puluh menit kemudian, Clarissa sudah berada di dalam mobil. Ia pun membuka kotak makanan itu. "Anda tidak mau?" tawarnya.
"Tidak!"
"Ini enak sekali, Tuan!" Clarissa menyuapkan bakso ke dalam mulutnya, ia begitu lahap memakannya.
Devan fokus menatap jalan sesekali ia melirik wanita yang ada disampingnya Ia memberikan tisu pada Clarissa.
"Terima kasih," ucapnya mengambil tisu tersebut lalu mengelapnya. "Apa kita masih lama, Tuan?" tanyanya kembali.
"Karena tadi kau singgah membeli makanan, tentunya kita masih lama sampainya," jawab Devan meminggirkan kembali mobilnya.
"Kenapa berhenti lagi, Tuan?" tanya Clarissa.
"Turun dan buang sampah makananmu!" ucap Devan dingin.
Clarissa menyebikkan bibirnya. "Baiklah!" ia pun turun dan membuang bungkusan makanan itu di tong sampah yang tersedia di pinggir jalan.
-
Karena kenyang dan perjalanan masih jauh, Clarissa merasakan ngantuk. Tanpa meminta izin dari Devan ia memejamkan matanya.
Devan yang sedari tadi menyetir, melihat Clarissa sudah tertidur pulas. Ia ingin membangunkannya namun ia urungkan.
Tepat pukul 1 siang, mereka tiba di tempat yang dituju. "Clarissa, bangun!" panggil Devan.
Clarissa menggeliatkan tubuhnya, ia mengangkat kedua tangannya hingga tangan kanannya mengenai wajah Devan. Menyadari hal itu, Clarissa menegakkan tubuhnya. "Maaf, Tuan!"
Devan mendengus, ia mengambil tisu lalu mengelap wajahnya. "Turun!" perintahnya.
"Iya, saya akan turun!" Clarissa membuka pintu mobil.
Kedua temannya sudah menunggu di parkiran hotel.
Mereka berdua menghampiri Clarissa. "Kau lama sekali!" ucap Yuna.
Devan keluar dari mobilnya tanpa senyum, ia menggunakan kacamata hitamnya dan berjalan melewati ketiga wanita itu. Walau Yuna dan Tina menyapanya ia tetap tidak menghiraukannya.
"Selama perjalanan pasti kau hanya diam saja," tebak Tina.
"Tidak juga," ucap Clarissa.
"Lalu kenapa kalian lama sekali?" tanya Yuna sekali lagi.
"Tadi aku lapar, jadi singgah beli makanan," jawabnya.
"Presdir juga makan?" Tina penasaran.
"Tidak!" jawabnya lagi.
-
-
Menjelang sore hari, syuting dilakukan. Mengambil tema kemewahan mereka mengambil foto di area kamar yang begitu mewah.
Clarissa menggunakan gaun tidur, ia duduk di tengah ranjang dengan lutut di peluk, sedangkan Raka dengan pakaian tidurnya duduk di sisi kanan ranjang karena atas permintaan Devan.
Saat Fotografer berteriak memberi aba-aba, Devan seketika menghentikannya. Semua orang yang ada di dalam kamar merasa heran.
"Tuan, kenapa?" tanya Fotografer.
"Ganti posisi model wanitanya lagi," titahnya.
"Tuan, sudah dua kali kita mengganti posisinya," ucap Fotografer.
"Saya tidak mau paha model wanitanya kelihatan," ujar Devan.
"Baiklah, Tuan!" Fotografer akhirnya menuruti permintaan Devan.
Clarissa kini membetulkan posisinya, ia duduk di sisi kiri ranjang.
Hampir dua jam pemotretan di kamar itu dilakukan. Akhirnya para kru bisa bernafas lega.
-
Malam harinya...
"Presdir, kenapa 'ya selalu mengatur fotografer dan sutradara?" keluh Tina saat mereka bertiga berada di dalam kamar tidur hotel.
"Iya, mereka berpelukan dia minta diulang. Bagian tubuh Rissa kelihatan, Presdir juga protes," ucap Yuna.
"Apa jangan-jangan dia sebenarnya menyukai aku tapi malu mengakuinya?" tebak Clarissa dengan percaya diri.
"Rissa, lebih baik kita tidur. Daripada terlalu banyak mengkhayal," Yuna menarik selimutnya dan menutupi sebagian tubuhnya.
"Dia pria yang baik dan manis," Clarissa membayangkan senyuman Devan. Sementara itu kedua temannya sudah merebahkan tubuhnya.
"Rissa, tidurlah. Besok pagi masih ada syuting lagi," ucap Tina perlahan memejamkan matanya.
Bukannya tidur, Clarissa memilih turun dari tempat tidurnya.
"Rissa, kau mau ke mana?" tanya Yuna yang bergegas bangkit dari tidurnya.
"Kalian tidurlah, aku ingin jalan-jalan sebentar," jawab Clarissa.
"Jangan jauh-jauh!" Yuna memperingatkannya.
"Kau tenang saja!" Clarissa membuka pintu dan keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments