"Aku harus menemuinya besok pagi," ucap Clarissa.
"Bertemu orang seperti dia tidak akan mudah, Rissa!" ujar Yuna.
"Aku akan berusaha agar dia bisa memundurkan jadwalnya," tutur Clarissa.
"Tapi aku tidak bisa ikut," ucap Yuna.
"Aku juga tidak bisa," sahut Tina.
"Baiklah biar aku sendiri saja," ucapnya.
...----------------...
Pagi ini Clarissa berdandan cantik, ia sengaja ingin bertemu dengan Devan agar pria itu merubah jadwalnya dengan tidak sesuka hatinya.
Ia mengendarai mobilnya sendiri tanpa seorang sopir. Ia memasuki halaman gedung kantor Arta Fashion.
Sambil berjalan ke ruangan Devan, ia melihat arlojinya agar ia tidak terlambat pergi ke stasiun televisi. "Masih ada waktu dua jam lagi aku ke sana. Semoga dia sudah datang," ucapnya dalam hati.
Seluruh karyawan melihat kedatangan Clarissa seorang diri di pagi hari padahal jadwal ia syuting siang.
"Pasti ia ingin menggoda Presdir," bisik-bisik sesama karyawan namun Clarissa tidak menghiraukannya.
Hilman yang tahu kedatangan Clarissa menghentikan langkah wanita itu. "Nona, jadwal anda jam satu siang bukan pagi ini!"
"Saya datang bukan untuk syuting tapi ingin bertemu dengan Presdir," ucapnya.
"Maaf, Nona tidak bisa. Anda tidak memiliki janji dengan sebelumnya," jelas Hilman.
"Aku harus bertemu dengannya pagi ini," ucap Clarissa menatap tajam Hilman.
"Tidak bisa, Nona!"
"Kalau begitu aku tidak akan mau syuting hari ini," ancamnya.
"Tunggu sebentar, saya akan bicara pada Presdir," ucap Hilman. Ia pun masuk ke dalam ruangan Devan. Tak sampai dua menit dia kembali keluar.
"Apa aku bisa bertemu dia sekarang?" tanya Clarissa tak sabar.
"Silahkan, Nona!" Hilman membukakan pintu untuk sang artis.
"Ada apa kau kemari?" tanya Devan tanpa menatap wajah tamunya.
"Aku mau anda mengembalikan jadwalnya seperti semula," jawab Clarissa.
"Kenapa jadi kau yang mengatur?"
"Anda tidak bisa seenaknya sendiri merubahnya, saya memiliki jadwal pekerjaan yang lainnya," jawabnya.
"Jadi kau ingin menuntutku?"
"Tidak begitu, saya meminta anda tidak merubah jadwal secara sepihak dan mendadak seperti ini," jawab Clarissa.
"Terserah saya untuk merubahnya," ucap Devan.
Clarissa mengeraskan rahangnya ia melangkahkan kakinya perlahan dengan mengepalkan tangannya mendekati Devan.
"Hei, kau mau apa! Jangan dekat-dekat denganku!" Devan perlahan mundur.
"Katakan pada karyawan anda untuk segera membatalkan jadwal hari ini," ucap Clarissa menekankan kata-katanya.
"Kalau saya tidak mau, bagaimana?" tantangnya.
"Aku takkan mau syuting!" Clarissa semakin mendekat hingga Devan membentur dinding dan jaraknya keduanya hanya sejengkal saja. Clarissa juga tidak malu-malu untuk mengunci Devan dengan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri bahu pria itu.
"Menjauh dariku!" wajah Devan memerah dan terlihat kesal.
Hilman tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu membuat keduanya terkejut dan Clarissa membalikkan badannya.
"Maaf, Tuan. Silahkan dilanjutkan!" Hilman kembali menutup pintunya.
"Kau lihat dia jadi salah paham!" sentaknya.
"Aku tidak peduli, cepat undurkan!" ucapnya lantang.
"Baiklah, aku akan mengembalikan jadwalnya semula," Devan akhirnya mengalah.
Clarissa tersenyum mendengar ucapan Devan. "Terima kasih," ia menyentuh pipi pria itu dengan tangan kanannya membuat Devan mendelik. Lalu Clarissa melangkah keluar ruangan.
Devan segera berlari ke wastafel yang ada di ruangannya dan mencucinya lalu ia mengambil handuk kecil yang sudah tersedia dan mengelapnya berulangkali. "Menjijikkan!" ucapnya.
Clarissa melangkah keluar dari ruangan Devan dengan senyuman dan hati riang, akhirnya ia hari ini bisa bernafas lega. Jadwal pekerjaannya tidak saling terbentur.
Seluruh karyawan heran, seorang wanita keluar dari ruangan atasannya dengan wajah sumringah. Vani yang melihat Hilman menutup pintu Presdir sesaat sebelum Clarissa keluar segera menghampirinya.
"Tadi aku lihat kau buru-buru keluar dari ruangan Presdir, apa yang terjadi di dalamnya?" rasa penasaran begitu besar.
"Tidak ada yang terjadi," jawab Hilman berbohong.
"Masa kau tidak tahu?" tanya Vani.
"Iya, tidak ada apa-apa."
"Lalu kenapa Nona Clarissa keluar tersenyum?"
"Mana aku tahu," jawab Hilman. Suara telepon berdering menghentikan percakapan mereka. "Vani!" panggilnya.
"Ya, ada apa?"
"Jadwal syuting diundurkan besok siang!"
"Oh, syukurlah!"
"Kenapa bersyukur?"
"Pemotretan kemarin saja sangat melelahkan, biarkan hari ini aku sedikit bersantai," jawab Vani.
*
Clarissa memasuki apartemennya dengan bernyanyi riang lalu ia menjatuhkan tubuhnya di sofa tamu.
"Apa kau sudah menemuinya?" tanya Yuna.
"Sudah, dia mengundurkan jadwalnya. Apa kau tidak dapat konfirmasi dari sekretarisnya?" tanya Clarissa balik.
Yuna membuka ponselnya dan melihat pesan yang masuk dari Hilman. "Iya, dia mengundurkan jadwalnya besok siang. Kau hebat Clarissa!"
"Siapa dulu Clarissa," ucapnya bangga.
"Kalau begitu, ayo kita berangkat ke stasiun televisi!" ajak Clarissa.
Tina membawa tas milik Clarissa, mereka bertiga menuju tempat acara.
"Apa yang telah kau buat sampai pria kaya itu mau mengundurkan jadwalnya?" tanya Tina.
"Aku hanya mengertaknya," jawab Clarissa.
"Kau berani melakukan itu?" Yuna tak percaya.
"Iya," jawabnya.
"Apa pria itu sebenarnya menyukaimu?" tebak Tina asal.
"Hahaha, aku tidak mau dengannya!" jawab Clarissa.
"Jangan bilang tidak, kalau kau benar-benar jatuh cinta padanya. Bagaimana?" tanya Yuna.
"Itu takkan mungkin," jawab Rachel.
-
"Tuan, kenapa wajahmu memerah?" tanya Hilman saat melihat pipi kiri Devan merah.
"Ini karena wanita itu!" ucap Devan geram.
"Apa yang telah dibuat Nona Clarissa terhadap anda?"
"Dia..."
"Dia kenapa, Tuan?"
"Ada apa kau kemari?" Devan mengalihkan pertanyaan Hilman.
"Toko pakaian Yang Si meminta kita menjadi penyuplai," jawab Hilman.
"Terima saja," ucap Devan.
"Baik, Tuan!" Hilman pun keluar dari ruangan Presdir.
...----------------...
Pusat perbelanjaan Mall Cahaya
"Saya tidak mau syuting jika Tuan Devan di sini!" ucap Clarissa.
"Kenapa begitu, Nona?" tanya Vani.
"Dia akan merusak konsentrasi saya," jawab Clarissa.
"Tidak bisa, saya tetap akan melihat proses syuting berlangsung," sahut Devan yang tiba-tiba muncul.
"Tuan Devan!" Vani menundukkan sedikit kepalanya.
"Tapi, anda...!" Clarissa mencoba bicara lagi.
"Saya tetap akan melihatnya, jadi anda bersikap profesional. Percuma saya membayar mahal," ungkap Devan.
"Dia bilang membayar mahal," ucap Clarissa dalam hati.
"Nona, syuting akan segera dilakukan!" panggil staf sutradara pada Clarissa.
"Baiklah," ucapnya. Ia mulai melakukan pekerjaannya.
Devan melihatnya dari monitor kecil di samping sutradara.
"Hentikan!" ucap Devan.
"Kenapa Tuan?" tanya sutradara.
"Kurang menjiwai, suruh ulangi!" titahnya.
Clarissa kembali mengulang aktingnya.
"Suruh ulangi sekali lagi!" ucap Devan kembali.
"Tuan, tadi sudah bagus," ujar sutradara lagi.
"Kurang sedikit lagi," ucapnya.
"Clarissa, kita ulang sekali lagi!" perintah sutradara.
"Baiklah!" ucap Clarissa malas, ia harus mengulangi aktingnya sebanyak lima kali atas perintah Devan.
"Cukup!" teriak sutradara. "Sempurna!" ucapnya lagi sambil tersenyum. Disambut tepukan tangan para kru dan beberapa karyawan.
Devan bangkit dari kursinya dan meninggalkan lokasi syuting tanpa ucapan apapun.
"Huh, akhirnya selesai juga!" ucap Clarissa lega.
"Ini minum dulu," Tina memberikan air mineral dalam botol yang keempat.
"Ini semua karena Presdir," geram Clarissa sambil meminum air.
"Kau harus sabar, ini juga karena kesalahanmu!" ucap Yuna membereskan perlengkapan Clarissa.
"Ayo, kita pulang. Aku sangat lelah sekali hari ini," ajaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Anonymous
M
2022-05-23
0