Devan dan Hilman menuju kafe yang akan menjadi tempat mengatakan cinta oleh Clarissa. Sesampainya di sana, Devan tidak melihat keramaian sama sekali. Hanya bangku kosong dan lampu berwarna-warni.
"Di mana dia?" tanya Devan.
"Dia siapa, Tuan?" Hilman balik bertanya.
"Kau mau ku pecat!" ucapnya dengan dingin.
"Nona Clarissa tadi katanya di sini," Hilman melihat keberadaan ketiga wanita itu.
"Katanya? Kau membohongiku!" sentaknya.
"Tidak, Tuan!" ucap Hilman.
Tiba-tiba lampu mati dan seluruh tempat jadi gelap, membuat kedua pria itu bingung. Tak sampai semenit, lampu kembali dinyalakan. Clarissa kini di atas panggung kafe, ia berdiri dan beberapa pengiring musik di belakangnya.
"Itu Nona Clarissa, Tuan!" bisik Hilman di dekat Devan.
"Ya, aku tahu!"
"Selamat malam semua!" sapa Clarissa dari atas panggung.
"Malam !" sahut para tamu kafe di belakang Devan.
Devan mengernyitkan keningnya, dari mana orang-orang ini. Tadi tidak ada, sekarang sudah berdiri dibelakangnya sekitar dua puluh orang termasuk Yuna dan Tina.
"Malam ini, aku berdiri di sini ingin mengungkapkan perasaan ku pada seorang pria yang telah membuat hatiku berbunga," ucap Clarissa.
"Cepat katakan!" teriak orang-orang yang ada dibelakang Devan.
"Baiklah aku akan katakan!" Clarissa berjalan menghampiri Devan.
Devan perlahan memundurkan langkahnya. Clarissa berdiri di depannya yang berjarak satu meter.
"Pria itu yang ada di depanku saat ini!" ucapnya tersenyum.
Tina membawa balon dan Yuna membawa setangkai bunga mawar.
"Jika kau menerimaku ambil bunga, jika tidak ambil balon," titah Clarissa agar Devan memilih.
"Terima!" seru orang-orang di dalam kafe.
Devan mengeraskan rahangnya dan mengepalkan tangannya. Bukannya memilih salah satu, ia malah meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat. Hilman bergegas menyusulnya.
Mereka menyoraki Devan yang malah pergi sebelum memberikan keputusan.
Seketika tubuh Clarissa terpaku menatap punggung itu dengan nanar. Perasaannya kini hancur, ia di tolak Devan. Kedua temannya melihat Clarissa dengan wajah sendunya.
Mereka berdua pun memeluk Clarissa yang matanya tampak berkaca-kaca. Ya, ini resiko yang harus dia ambil karena pilihan yang ia pilih.
"Tuan, tunggu!" teriak Hilman memanggil, Devan tak menggubrisnya dan memasuki mobilnya.
Sepanjang jalan pulang, Devan hanya diam ia memandangi jalan dari kaca jendela. "Jika kau membohongiku seperti tadi, aku tidak akan segan memecatmu!"
"Maaf, Tuan. Tadi Nona....!"
"Jangan sebut nama wanita itu!" sentaknya memotong ucapan Hilman.
"Baik, Tuan!"
-
-
Kini Clarissa sudah berada di kamar Hotel Mekar, ia memandangi jendela kamar dengan tersenyum tipis.
Kedua temannya menyadari kegundahan hati sahabatnya itu.
"Rissa!" panggil Tina dengan lembut.
"Begini rasanya di tolak, sakit sekali!" ucapnya lirih.
"Aku sudah katakan ini kepadamu, untuk tidak melanjutkannya tapi kau malah memaksa," ujar Yuna.
Clarissa membalikkan tubuhnya menghadap kedua temannya. "Aku akan mencobanya lagi!" ucapnya sambil menghapus air matanya yang mulai menetes.
"Aku tidak mau ikutan lagi!" tolak Tina.
"Aku juga!" sahut Yuna.
"Ini baru percobaan pertama," Clarissa mengulum senyumnya.
"Yuna, sepertinya kita harus membawa Rissa ke Dokter!" ucap Tina.
"Kau harus ke Dokter setelah pulang dari sini!" sambung Yuna.
"Hei, dia belum memiliki kekasih. Apa salahnya mencoba lagi?" Clarissa menyakinkan kembali temannya.
"Mungkin Presdir menyukai wanita lain tapi ia belum berani mengungkapkannya," tebak Yuna.
"Bisa jadi," sahut Tina.
"Aku harus mencari tahu, siapa wanita yang ia sukai!" ucap Clarissa tersenyum.
...----------------...
Tiga hari kemudian....
Clarissa kembali mendatangi Arta Fashion untuk melihat hasil iklan yang mereka buat. Bukan hanya dia saja, beberapa model juga turut hadir.
Devan juga hadir di ruangan rapat tersebut, namun ia membuang wajahnya saat tatapan mereka saling bertemu. Para manajer dan asisten model menunggu di luar ruangan. Iklan pun ditampilkan disambut tepukan bergemuruh.
Namun, diakhir video iklan tersebut muncul rekaman Clarissa dan Devan di sebuah kafe. Hal itu membuat pandangan orang-orang yang ada di ruangan rapat tertuju kepada keduanya. Dengan cepat Hilman mengambil remote dan mematikan layar monitor.
Walau video tak memiliki suara membuat wajah Devan memerah menahan amarah. Sementara itu Clarissa menutup wajahnya dengan rambutnya dan menunduk.
"Rapat selesai!" Devan lantas berdiri dan meninggalkan ruangan. Di susul Hilman dibelakangnya.
Clarissa pun buru-buru meninggalkan ruangan. "Rissa!" panggil Raka mensejajarkan posisinya.
"Raka, aku tidak mau diganggu!" ucap Clarissa berjalan dengan cepat.
"Ada hubungan apa kamu dengan Tuan Devan?" tanya Raka.
Yuna dan Tina yang melihat Clarissa berjalan terburu-buru keluar gedung ikut mengejarnya juga.
"Rissa!" panggil Tina.
"Kita pulang sekarang!" ajak Clarissa membuka pintu mobil.
"Tuan Raka, apa yang terjadi?" tanya Yuna.
Clarissa membuka kaca mobil. "Yuna, cepat!"
"Iya, Rissa!" Yuna membuka pintu mobil.
Raka ingin mendengarkan penjelasan dari Clarissa tentang hubungannya dengan Devan namun wanita itu sudah pergi.
-
Di ruangan kerja Devan..
"Bagaimana bisa ada video itu?" tanya Devan.
"Saya juga tidak tahu, Tuan!" Hilman tertunduk
"Bagaimana kau tidak bisa tahu?" tanya Devan dengan lantang.
"Saya benar tidak tahu, Tuan!"
"Cari tahu siapa orang yang telah membuat video itu!" perintah Devan.
"Baik, Tuan!"
"Kalau kau tidak menemukan pelakunya. Aku akan memutuskan kontrak dengan wanita itu!" ancam Devan
"Kalau kita memutuskan kontrak, itu akan mempengaruhi penjualan," jelas Hilman.
"Aku tidak peduli!" Devan mengebrak meja.
"Baik, Tuan!" Hilman bergegas keluar dan mencari tahu tentang video itu.
Sesampainya di apartemen, Clarissa menjatuhkan tubuhnya di sofa tamu sambil mengusap dengan kasar wajahnya.
"Rissa, kau kenapa?" Tina duduk disebelahnya.
"Video aku dan Devan di kafe muncul saat penayangan iklan," jawab Clarissa.
"Apa!" ucap Tina dan Yuna terkejut.
"Bagaimana bisa?" tanya Yuna.
"Padahal aku sudah meminta seluruh orang yang ada di situ untuk tidak merekam atau mengambil gambar," jelas Tina.
"Aku juga tidak tahu," Clarissa kini tampak frustasi. "Aku lihat tadi wajah Devan sangat marah," ucapnya lagi.
Ponsel Yuna berdering, semua mata tertuju pada benda pipih tersebut.
"Siapa?" tanya Tina.
"Hilman!" jawab Yuna. Ia pun mengangkatnya tak sampai tiga puluh detik lalu ia tutup.
"Apa katanya?" tanya Tina.
"Besok kita harus ke Arta Fashion!" jawab Yuna.
"Habislah aku!" Clarissa mengacak rambutnya.
...----------------...
Kini ketiganya sudah berada di ruangan khusus tamu Presdir. Clarissa meremas tangannya, ia tak berani menatap Devan.
Devan duduk di depan ketiganya dan Hilman berdiri disampingnya.
Devan melemparkan surat pemutusan kontrak di atas meja membuat ketiganya terkejut.
"Apa ini, Tuan?" tanya Yuna.
"Surat pemutusan kontrak kerja sama," jawab Devan.
"Tuan, anda tidak bisa begini. Kontrak masih enam bulan lagi," protes Yuna.
"Aku tidak peduli," Devan berdiri dan melangkah keluar.
Clarissa mengejar langkah Devan ke ruangan kerjanya, Hilman mencoba menghalangi Clarissa, namun kedua temannya menarik tangan sekretaris Presdir itu dengan cepat.
"Anda di sini saja!" ucap Tina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments