"Rissa!" teriak Yuna panik, memangku kepala Clarissa.
Devan dan Hilman yang duduk di lain meja mendengar teriakkan mereka dan berlari mendekatinya. Tina dan Yuna berusaha membangunkan Clarissa dengan menepuk pelan pipinya namun ia tetap tidak sadar.
Tina memeriksa makanan yang di konsumsi Clarissa, karena ia melihat kulit temannya itu memerah. "Makanannya ada udangnya!" ucapnya.
Devan yang ada di dekat Clarissa, segera mengangkat tubuh wanita itu dan menggendongnya. "Cepat siapkan mobil!"
Hilman segera berlari ke arah parkiran ketika mendengar perintah.
Pandangan beberapa karyawan heran, karena pimpinan tempat mereka bekerja itu tak pernah bersentuhan dengan orang lain kecuali keluarga sendiri. Hal yang sama juga ada dipikiran Hilman.
Mobil yang membawa Clarissa dan temannya berbeda dengan mobil yang ditumpangi Devan menuju rumah sakit.
"Bagaimana bisa di makanan Rissa ada udang?" tanya Yuna pada Tina.
"Aku juga tidak tahu," jawabnya.
"Semoga saja Rissa tidak apa-apa," ucap Yuna khawatir.
...----------------...
"Bagaimana keadaan Clarissa?" tanya Devan saat turun dari mobilnya.
"Kondisi Nona Clarissa membaik, Tuan!" jawab Hilman.
"Syukurlah!" Ia pun berjalan ke arah ruangannya.
Sementara itu, Yuna dan Tina yang menjaga Clarissa selama dirawat di rumah sakit.
"Kau tahu Rissa kemarin siapa yang menggendongmu saat kau pingsan," ujar Tina menyuapkan bubur ke mulut Clarissa.
"Paling juga karyawan kantor atau pelayan restoran," tebak Rissa.
Yuna dan Tina saling pandang berpandangan dan tersenyum.
"Kenapa kalian tersenyum?" tanyanya.
"Pasti kau tidak akan menyangka siapa orangnya," tutur Yuna.
"Tidak mungkin si pria aneh itu!" ucapnya.
"Justru dia yang menggendong dan membawamu ke sini," ungkap Tina.
Clarissa yang sedang minum langsung menyemburkannya. "Kalian tidak berbohong?"
"Tidak!" jawab keduanya.
"Sungguh aneh, kemarin aku menyentuh pipinya langsung memerah. Apa semalam tubuhnya mengalami hal yang sama?"
"Kau pernah menyentuh pipinya?" tanya Tina.
"Iya, tidak sengaja."
"Apa kau ingin menggodanya?" tanya Yuna.
"Memangnya aku tampak seperti wanita penggoda," protesnya.
"Sepertinya pria kaya itu menyukaimu," tebak Tina.
Clarissa tertawa mendengarnya. "Sepertinya aku yang menyukainya," ucapnya.
Kedua temannya mendelik tak percaya.
"Aku bercanda," ucapnya sambil tergelak.
"Aku pikir ucapanmu benar," ujar Yuna.
"Adakah pemotretan hari ini?" tanyanya.
"Ada tapi karena kondisi seperti ini tidak mungkin kita kerjakan," jawab Yuna.
"Aku sudah sehat, lebih baik kita kerjakan hari ini," ucap Clarissa.
"Tapi, Rissa..." ujar Yuna.
"Aku butuh banyak uang Yuna untuk melunasi utang ayah," ucap Clarissa. Membuat kedua temannya iba.
-
"Tuan, hari ini ada pemotretan. Apakah anda ingin melihatnya?" tanya Hilman di ruangan kerja Presdir.
"Ya."
"Kalau begitu, saya akan siapkan mobilnya," ujar Hilman.
Hilman yang membawa mobil menuju lokasi pemotretan. Kali ini pemotretan dilakukan di luar studio, Clarissa harus melakukan foto dengan suasana hujan.
Selama proses pemotretan Devan fokus memandang Clarissa yang begitu semangat dan selalu tersenyum walau keadaan basah.
Yuna dan Tina saling menyenggol dan tersenyum tipis. Mereka berdua melirik Presdir yang tidak berkedip melihat temannya.
Akhirnya selesai juga pemotretannya. Tina memberikan handuk kecil pada Clarissa.
Devan melihat hasil foto. "Bagaimana, Tuan. Apakah anda suka?" tanya fotografer.
"Ya," jawabnya.
Clarissa berjalan ke kamar mandi melewati Devan. Hidungnya terasa gatal lalu bersin, "Hatciim!"
Devan menoleh ke arahnya dan mengeraskan rahangnya. Hilman yang ada di sampingnya melirik atasannya itu.
"Maaf, Tuan!" Clarissa menundukkan kepalanya.
Devan segera meninggalkan tempat itu sambil mengelap tangannya dengan tisu yang diberikan Hilman. "Jorok sekali dia," gerutunya.
...----------------...
Pagi harinya di apartemen milik Clarissa. "Rissa telepon dari ibumu!" Yuna memberikan ponselnya.
"Halo, Bu!" sapa Clarissa.
"Rissa, kapan kamu akan pulang?"
"Aku belum tahu, Bu."
"Rissa, kau sudah tiga tahun tidak pernah pulang," ucap Claudia.
"Bukankah Ibu sudah tidak menganggap ku sebagai anak?"
"Rissa, Ibu tahu salah. Tapi tolonglah pulang," pintanya.
"Tidak bisa, Bu. Ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan, maaf!" Clarissa menutup teleponnya.
"Ibumu menyuruhmu pulang?" tanya Yuna.
"Iya."
"Apa kau akan pulang?"
"Tidak."
"Apa kau tidak ingin berdamai dengannya?"
"Aku sudah memaafkannya tapi ku tak bisa pulang," jelas Clarissa.
-
-
Gedung Arta Fashion..
"Apa kabar Devan?" sapa Rey yang tiba-tiba datang ke kantornya.
"Siapa yang mengizinkanmu masuk?" tanya Devan ketus.
"Seperti ini kau memperlakukan sepupumu," jawab Rey.
"Kenapa kau pulang ke sini?" tanya Devan.
"Aku rindu padamu!" jawab Rey membuat Devan menarik sudut bibirnya.
"Kau ke sini apa Ibumu sudah tahu?"
"Aku mengabarinya setelah sampai di sini," jawabnya.
"Aku akan meneleponnya untuk menjemputmu kembali," ucap Devan.
"Jangan, Van!"
"Jelaskan maksud kedatanganmu ke kota ini?"
"Aku ingin belajar berbisnis, Oma Fera sudah mengizinkannya," jawabnya.
"Selain itu?" tanya Devan yang matanya tetap fokus ke laptop.
"Aku ingin dekat dengan Clarissa," jawab Rey membuat Devan menaikkan kepalanya.
"Tidak bisa!" larang Devan kembali fokus dengan pekerjaannya.
"Apa dia sudah memiliki kekasih?"
"Dia adalah bintang di sini, aku tidak mau kedekatan kalian merugikan perusahaan," jawab Devan.
"Kau tenang saja, kedekatan kami tidak akan tercium media," ucap Rey percaya diri.
"Apa kau yakin?"
"Percaya padaku, Van."
"Aku tetap tidak mengizinkanmu!" Devan menutup teleponnya.
...----------------...
Pemotretan selanjutnya dilaksanakan di kolam renang, walaupun bukan pakaian renang yang di iklankan, fotografer yang memintanya karena ia ingin sesuatu yang berbeda.
Clarissa menggunakan gaun pesta selutut, ia berdiri dipinggir kolam renang sambil menggerakkan tubuhnya. Pakaian yang harus ia gunakan kali ini ada lima warna.
Saat gaun kelima, ia berjalan di pinggir kolam untuk pengambilan gambar selanjutnya. Kakinya terpeleset dan membuatnya jatuh ke dalam kolam.
Bayangan beberapa tahun yang lalu terlintas, kejadian yang menimpanya dirinya kala itu membuatnya sulit menyeimbangkan tubuhnya di dalam air.
Rey yang saat itu menemani Devan berlari dan melompat ke kolam menolong Clarissa yang hampir kehabisan nafas.
Devan yang melihat Rey berlari ke arah kolam hanya diam, tubuhnya bergetar. Trauma masa lalunya muncul kembali.
Hilman ikut berlari melihat kondisi Clarissa, menyadari atasannya itu tidak ikut ia kembali padanya. "Apa anda baik-baik saja, Tuan?" tanyanya.
"Kita kembali ke kantor!" Devan berjalan meninggalkan lokasi pemotretan.
Sementara itu, Rey menekan perut Clarissa. Saat pria itu ingin memberikan nafas buatan ia segera tersadar.
Karena insiden ini, pemotretan ditunda dua jam.
Dua jam kemudian, pemotretan dilakukan. Yuna bertanya pada temannya itu. "Rissa, kau yakin akan melanjutkan pemotretan ini?"
"Aku yakin, Yun. Tinggal satu pakaian lagi," jawab Clarissa.
Fotografer pun menghampiri Clarissa. "Nona, apa anda sudah siap?"
"Ya, aku sudah siap," jawabnya. Ia pun berjalan dengan hati-hati ke arah pinggir kolam. Tak sampai setengah jam pemotretan pun selesai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments