"Hanya Nona Clarissa yang boleh masuk dan menjelaskannya," ucap Hilman saat ketiga wanita itu tiba di perusahaan milik Devan
"Kenapa cuma saya?" tanya Clarissa.
"Tuan sendiri yang mengatakannya," jawabnya.
"Baiklah kalau begitu," ucap Clarissa.
Kini di dalam ruangan, hanya ada Devan dan Clarissa. Pria itu hanya mondar-mandir membuat tamunya jenuh.
"Bisa tidak kalau anda duduk!" ucap Clarissa.
"Aku akan duduk tapi kau jangan mendekat," ujar Devan.
"Aku pun tidak mau dekat denganmu," Clarissa menyebikkan bibirnya.
"Kau tahu berita pagi ini?" tanya Devan menjatuhkan tubuhnya di atas kursi.
"Saya sudah membacanya."
"Kau tahu apa yang akan terjadi dengan berita itu?"
"Saya tidak tahu."
"Jika karena berita itu, penjualan menurun. Kau harus bertanggung jawab," ucap Devan.
"Tanggung jawab? Berita itu bukan aku yang buat kenapa harus menuntut padaku," protes Clarissa.
"Karena tingkah dan sikapmu itu bisa membuat penjualan kita merosot, kau di sini adalah bintang."
"Iya, saya tahu. Jadi apa yang harus kita lakukan?" tanya Clarissa.
"Kau yang harus melakukannya!"
"Iya."
"Kau harus klarifikasi pada media, kejadian sebenarnya," ujar Devan.
"Saya tidak mau itu sama saja membongkar masalah pribadi," tolak Clarissa.
"Kenapa kau menolak?"
"Biarkan saja berita begitu, sebentar lagi juga menghilang. Asal anda tahu jika saya angkat bicara yang ada orang-orang di luar sana menyangka kalau saya sengaja membuat sensasi untuk mendongkrak penjualan," jelas Clarissa santai.
Devan tampak berpikir sejenak, lalu kembali bicara. "Benar juga yang kau katakan!"
"Saya 'kan pintar!" ucapnya bangga.
"Baiklah, kau boleh keluar. Saya harap setelah ini tidak ada berita sensasi yang kau buat," pinta Devan berharap.
"Saya tidak bisa berjanji karena terlalu banyak orang yang mendompleng ketenaran yang saya miliki untuk menarik uang. Contohnya seperti anda," ucap Clarissa menyindir.
"Saya?" Devan menunjuk dirinya.
"Iya, anda. Memaksa saya sebagai bintang di produk ini tapi gaji tidak sesuai," jelasnya.
"Kau tahu kesalahanmu?"
"Iya, saya tahu. Bukankah penjualan produk anda mulai naik, padahal kita belum launching iklannya?"
"Kau tahu dari mana?"
"Hilman."
"Dasar sekretaris ceroboh!" gumam Devan.
Clarissa berdiri dan berjalan mendekati Devan. "Aku kesulitan keuangan harusnya bulan ini ku sudah membayar tagihan listrik, membayar asisten dan sopir," ucapnya dengan wajah sedih.
"Berhenti!" ucap Devan tegas.
Clarissa menghentikan langkahnya, lalu kembali bicara. "Kau tidak kasihan padaku? Ada berapa orang terlantar karena aku tak sanggup membayar mereka, padahal karena mereka aku juga sampai di sini!" Ia mulai mengeluarkan air mata bohongan.
"Sudah, jangan menangis!" ucap Devan tanpa menyentuhnya.
Clarissa menjatuhkan dirinya di lantai ia duduk dan terus mengeluarkan air matanya. "Tuan, tolong kasihanilah aku!"
"Hei, kenapa kau duduk di lantai itu sangat jorok sekali?"
"Aku tidak peduli, Tuan. Terpenting bagiku saat ini, gaji untuk mereka," ucap Clarissa mengencangkan tangisannya dan mengacak rambutnya yang panjang.
"Hei, cukup!" ucap Devan lantang.
"Bisakah anda memotong penghasilanku sepuluh persen saja?" mohonnya.
"Tidak bisa, aku akan memotongnya empat puluh persen," jawab Devan menaiki dagu dan menyilangkan tangannya di dada.
"Anda cuma mengurangi sepuluh persen saja," ucap Clarissa. "Tambahkan lagi, Tuan!" kini ia bangkit dan berdiri lalu berjalan menghampiri lagi.
"Iya, aku akan memotong gaji kau dua puluh persen!" ucap Devan cepat.
Clarissa senang mendengarnya lalu ia tersenyum.
"Tetap di sana dan jangan menyentuhku," pintanya
"Jangan lupa diubah kontraknya!" ucap Clarissa.
Devan segera keluar dari ruangan dan tak menyahut ucapan wanita itu.
Setelah itu, Clarissa keluar. Dua temannya, Vani dan Hilman menatap heran padanya. "Kalian kenapa?"
"Kenapa rambut dan pakaianmu berantakan?" tanya Yuna menyelidik.
"Hah."
"Apa yang telah kalian lakukan?" tanya Tina pelan.
"Jangan banyak bertanya, ayo kita pulang!" ajak Clarissa.
Sementara itu, kini di ruangan khusus kerja Presdir ada Hilman. "Segera ubah kontrak kita dengan Clarissa sekarang juga!" perintahnya.
"Baik, Tuan!"
"Dua hari lagi siapkan konferensi, kita akan launching produknya," perintah Devan lagi pada sekretarisnya.
"Siap, Tuan!"
"Apa Tuan juga hadir?" tanya Hilman.
"Tidak!"
"Tuan, satu lagi boleh saya bertanya?"
"Apa?"
"Tadi Nona Clarissa keluar dengan rambut dan pakaian berantakan," jawab Hilman.
Devan menatap tajam sekretarisnya itu. "Kau menuduhku?"
"Tidak, Tuan!" sambil tersenyum nyengir. "Kalau begitu saya permisi, Tuan!" pamitnya.
*
Di perjalanan menuju apartemennya, Clarissa senyum-senyum sendiri. Membuat kedua temannya heran.
"Hei, kau kenapa?" tanya Tina.
"Aku lagi bahagia," jawab Clarissa.
"Apa kau sudah jatuh cinta pada pria kaya itu?" tebak Yuna.
"Lebih dari itu," jawabnya.
"Apa dia melamarmu?" tebak Tina asal.
Clarissa menoyor kening temannya. "Kau pikir aku mau menikah dengannya," ucapnya.
"Jadi, apa yang membuatmu begini?" tanya Yuna.
"Dia hanya memotong honor dua puluh persen," jawabnya.
"Benarkah, itu artinya aku sudah bisa gajian?" tanya Tina.
"Aku akan segera memberikan kalian gaji," jawab Clarissa.
"Tapi, apa yang membuatnya berubah pikiran?" tanya Yuna.
"Kau tahu, aku adalah seorang pemeran. Jadi, aku gunakan saja kemampuanku itu," jawabnya bangga.
"Kau hebat, Rissa!" ucap Tina.
-
-
Di lain tempat, sebuah rumah mewah. "Kau ini aku minta untuk menghancurkan karirnya, tapi kenapa dia makin terkenal karena berita ini?" geram seorang wanita muda pada Arya.
"Aku juga tidak tahu, penggemarnya itu sangat setia. Mereka rela pasang badan untuk membela artisnya," jawab Arya. "Lagian juga aku dirugikan di sini, mereka sekarang menghujat ku!"
"Itu karena kau bodoh mencari cara menjebak wanita itu," ucap wanita itu. "Arta Fashion makin terkenal karena dia yang menjadi bintangnya," lanjutnya berucap.
"Jadi, aku harus bagaimana? Ku tak mau terus menerus menyakiti dirinya," ujar Arya.
"Kau masih mencintai wanita itu!"
"Tidak, tapi aku merasa bersalah saja," ungkap Arya.
"Kita harus cari kelemahan Devan Artama, biar perusahaannya hancur begitu juga dengan wanita itu!"
"Aku tidak mau mengikuti permainanmu lagi," ucap Arya.
"Aku sudah bayar mahal kau!" sentak wanita itu.
"Aku tidak peduli," ujar Arya.
"Kalau begitu, jika berani membongkarnya kau juga tanggung akibatnya," ucapnya.
"Kau benar-benar wanita licik!"
"Kau baru tahu!" wanita itu menyeringai.
...----------------...
Hari pertama launching iklan yang dibintangi Clarissa, membuat pergerakan permintaan naik. Bintang muda itu mampu menarik perhatian.
Produk yang dipasarkan kini sudah bisa dipesan di online shop dan peningkatan sungguh signifikan.
Tawaran iklan dari produk berbeda kini menghampiri Clarissa, hal itu membuat kedua temannya sibuk mengatur jadwal sang artis.
Kini mereka menikmati keberhasilannya dengan makan malam bersama, Clarissa juga turut hadir. Termasuk Devan yang akan mentraktir semuanya.
Clarissa begitu semangat menikmati hidangan yang telah disediakan, walau dia artis terkenal tapi ia jarang menikmati makanan semewah ini karena penghasilannya harus ia bagi untuk melunasi utang sang ayah. Belum lagi, ia harus rela gajinya dipotong untuk membayar ganti rugi kerusakan mobil Devan.
Tanpa disadari Clarissa ia memakan hidangan masakan yang ada udang, hal itu membuatnya terasa sesak, pandangan gelap dan pingsan.
"Rissa!" teriak Yuna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments