"Kau mau minta berapa?" tanya Clarissa dengan sombong.
"Separuh dari harga mobilku," jawab Devan.
"Kau gila, ya!" Ucap Clarissa terkejut mendengar permintaan pria yang ada dihadapannya. "Kau ini ingin memeras?" Ia tak mau menggantinya.
"Ini tak sebanding atas waktuku yang terbuang karena kelalaianmu, Nona!"
"Aku tetap tidak ingin mengganti dengan harga segitu!" Clarissa tetap bersikeras. "Oh, atau jangan-jangan anda ini cuma sopir atau asisten pribadi orang kaya," tebaknya.
"Kau bilang aku sopir!" Devan mulai kesal.
"Iya."
"Tunggu di sini, aku akan mengambil kartu namaku," Devan berjalan ke mobilnya.
Melihat kesempatan, Clarissa masuk ke dalam mobil dan melarikan diri.
"Awas saja kalau kita berjumpa lagi," ucap Devan kesal menatap mobil Clarissa dari jauh.
*
Pagi ini adalah rapat pertama Devan. Oma Fera juga hadir untuk memastikan cucunya itu dapat memberikan keputusan yang tepat dan bijak.
"Untuk memajukan perusahaan fashion ini, kita harus mengadakan pergelaran busana," ucap salah satu karyawan.
"Itu artinya kita harus menyewa beberapa model untuk peragaan ini?" Tanya Devan
"Iya, Tuan."
"Perusahaan kita cukup terkenal, tuk apa lagi peragaan busana seperti itu," tolaknya.
"Tuan, pesaing kita banyak. Mereka juga menawarkan produk dengan harga murah, iklan mereka juga cukup kencang. Hampir semua media sosial, cetak dan elektronik ada produknya," jelas karyawan tersebut.
"Tapi saya mau kita membuat promosi dengan harga minim tapi mampu meledakkan produk kita," ucap Devan.
"Tapi bagaimana bisa, Tuan?"
"Kalian yang harus berpikir!" Jawab Devan.
"Bagaimana Nyonya Fera, apa anda bisa memberikan kami saran?" Tanya manajer marketing pada Oma Fera.
"Saya memberikan keputusan kepada dia," jawab Oma Fera melirik cucunya sambil tersenyum.
"Rapat selesai!" Ucap Devan.
Seluruh staf meninggalkan ruang rapat. Kini hanya tinggal Oma Fera dan Devan.
"Devan, pengeluaran untuk iklan itu sangat besar. Mereka yang sudah mengeluarkan biaya banyak terkadang hasilnya tidak memuaskan, bagaimana kalau hanya mengeluarkan biaya kecil?" Tanya Oma Fera.
"Oma tenang saja, serahkan semua pada Devan," jawabnya.
...----------------...
Esok paginya rapat kembali di lakukan, namun kali ini Oma Fera tidak mengikutinya.
"Bagaimana apa kalian sudah ada solusinya?"
tanya Devan.
"Kami memiliki rekomendasi beberapa model dan artis, mereka memiliki banyak penggemar dan karirnya cukup baik. Tak ada citra negatif yang melekat," ujar salah satu karyawan Devan.
Karyawan tersebut menunjukkan tiga artis dan menjelaskan beberapa prestasinya di dunia hiburan, kini giliran artis ke empat yang akan dijelaskan.
"Saya mau dia saja!" Ucap Devan dengan cepat. "Akhirnya aku menemukanmu!" batinnya puas.
"Namanya Clarissa Ayumi, Tuan!"
"Saya tidak mau tahu siapa namanya, yang penting dia yang akan menjadi model produk kita," pinta Devan.
"Tapi, Tuan. Clarissa artis pendatang baru, popularitas dia tak sebaik dengan ketiga artis lainnya," jelasnya.
"Saya tetap mau dia, hubungi manajernya!" Titahnya. "Jika mereka mau, segera pertemukan saya dengan dia!" Lanjutnya lagi.
"Baik, Tuan!" Ucapnya.
"Rapat selesai!" Devan berdiri dan meninggalkan ruangan.
Sementara itu beberapa karyawan masih di ruang rapat membicarakan tentang artis yang akan menjadi model di perusahaan tempat mereka bekerja.
"Bukankah ibu Clarissa juga artis?"
"Iya, yang disebut pernah merebut suami orang."
"Itu artis penggemarnya cukup banyak, iklannya juga banyak di media sosialnya."
"Tapi dia pernah terlibat perseteruan dengan sesama artis."
"Tapi ngomong-ngomong, kenapa Tuan Devan ingin berjumpa dengan itu artis. Tidak biasanya seorang Presdir turun langsung."
"Biasanya akan menyuruh bawahannya menangani kontrak."
"Aku juga heran."
Vani yang menjelaskan tentang artis merasa sangat menyesal, harusnya ia tak mencantumkan nama Clarissa dia berharap Nadin yang akan menjadi model karena ia begitu mengidolakan wanita itu.
"Harusnya Nadin yang dipilih Tuan Devan, kenapa dia memilih Clarissa padahal aku belum menjelaskan secara detail tentang prestasinya," ucapnya tertunduk lemas.
"Mungkin belum rejeki dia, kau yang sabar. Tapi kita harus tetap semangat untuk proyek ini. Semoga saja Clarissa mampu membuat produk kita laris dipasaran dan tentunya bonus akan mengalir ke kita," ujar Hilman memberikan semangat.
"Ya, semoga saja!" Ucapnya lirih.
*
Menjelang sore hari, Vani akhirnya bisa bertemu dengan Clarissa sekaligus manajernya di sebuah kafe.
"Selamat sore, Nona!" sapa Vani.
"Sore juga," ucap Yuna dan Clarissa.
"Sebelumnya saya sudah berbicara pada Nona Yuna lewat telepon. Jika saya dari Arta Fashion ingin menawarkan kerja sama kepada anda, Nona Clarissa," jelasnya.
"Saya setuju saja, secara Arta Fashion adalah salah satu merk pakaian terkenal di negara ini," ujar Clarissa.
"Apa Nona Clarissa bersedia?" tanya Vani.
"Saya bersedia," jawab Clarissa.
"Baiklah kalau begitu, masalah kontrak kita bicarakan selanjutnya di kantor dengan Presdir kami," ujar Vani.
"Presdir?" tanya Yuna.
"Iya, beliau ingin bertemu langsung dengan Nona Clarissa untuk membicarakan kontrak kerja sama ini," jawab Vani.
"Baiklah," ucap Yuna semangat. "Kapan kami akan berjumpa dengan dia?" tanyanya lagi.
"Nanti saya akan kabari," jawab Vani. "Kalau begitu saya permisi," pamitnya pulang dan ia bersalaman dengan Yuna dan Clarissa.
"Ini kesempatan bagus bagi kita, Presdir menyukaimu sampai ia ingin bertemu denganmu secara langsung," ucap Yuna.
"Apa kau bilang menyukai? Bagaimana kalau Presdir itu pria tua yang genit atau pria beristri yang hobi berselingkuh?" Clarissa bergidik ngeri.
"Kau jangan bicara seperti itu, aku dengar sekarang perusahaan itu dipegang oleh cucunya," tutur Yuna.
"Jika cucunya sudah tua, bagaimana?"
"Tidaklah mungkin, kabar yang beredar dia masih muda dan tampan," jawab Yuna sambil senyum-senyum sendiri.
"Tampan? Benarkah?" tanya Clarissa.
Yuna mengangguk semangat.
"Kalau begitu, kita akan temui dia. Semoga saja tebakanmu itu benar," ucap Clarissa tersenyum.
...----------------...
"Clarissa cepat!" teriak Yuna memanggil dari arah dalam mobil.
"Iya, sebentar!" ucap Clarissa.
"Kau lama sekali, Presdir tidak suka menunggu!" ujar Yuna. Tadi malam Vani menelepon dirinya dan mengatakan jika pimpinannya ingin bertemu pada pukul 10 pagi dan tidak ada kata telat.
"Aku harus tampil cantik, kau bilang Presdir orangnya tampan," ucap Clarissa sambil memperbaiki riasan wajahnya.
"Kau mau dia membatalkan kontrak kerja karena keterlambatan kita?" tanya Yuna sambil menyetir.
"Ya, tidak mau."
*
Gedung Arta Fashion
"Selamat pagi!" sapa Vani pada kedua wanita itu.
"Pagi juga," sapa keduanya.
"Mari saya antar," Vani mengantar keduanya menuju ruangan khusus tamu Presdir. "Nanti beliau yang akan jelaskan kontraknya," ucap Vani. Setelah mengantar Clarissa dan Yuna ia pun kembali mengerjakan pekerjaannya
"Apa kau tidak aneh, tak pernah seorang bos besar yang langsung menjelaskan kontrak pekerjaan?" Clarissa mulai curiga.
"Mungkin dia berbeda," jawab Yuna.
"Jadi untuk apa memperkerjakan orang lain, jika dia harus turun tangan juga?"
"Entahlah, kita lihat saja nanti. Kalau tidak sesuai dengan harapan, kita harus segera membatalkannya," jawab Yuna lagi.
Pintu ruangan terbuka, seorang pria dengan gagah menyapa kedua wanita yang menjadi tamunya. "Selamat pagi!"
"Pagi, Tuan," sapa Yuna kembali.
Clarissa mendelikkan matanya. "Pa..pagi juga, Tuan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments