Julliane bersenandung di lorong menuju kamar Ellaine. Ia ingin bersantai dengan adiknya hari ini untuk melupakan kepenatan yang ditimbulkan oleh ketiga kandidat tokoh utama. Langkahnya terhenti begitu melihat Beckett yang mencegatnya di pintu menuju istana utama. Meski Julliane tidak membalas suratnya, ia tetap datang. Suara dengusan terdengar dari mulut Julliane.
Padahal sudah kutolak, dia tetap datang ke sini.
"Selamat pagi, Putri Julliane. Apa Anda mau menghabiskan waktu denganku?" Beckett mengulurkan tangan pada Julliane untuk menjadi pendamping.
"Maaf, aku tidak bisa. Aku sudah ada janji dengan Ellaine, Pangeran Beckett," tolak Julliane.
"Ah, Putri Ellaine sedang ada tamu. Selagi menunggu aku bisa menemani Anda, Putri." Beckett tersenyum penuh kemenangan.
Julliane berdecak. Otaknya berputar keras untuk mencari cara menghindari Beckett. Ada beberapa yang terlintas di pikirannya. Mengetes kekuatan Beckett.
"Kalau begitu aku ingin melihat kemapuanmu dalam memanah dan berpedang, Pangeran. Jika Anda berhasil membuatku kagum, aku akan menyanggupi permintaan Anda," tutur Julliane sambil tersenyum licik.
"Baiklah, aku setuju," jawab Beckett dengan mantap.
Aku yakin Pangeran satu ini tidak bisa apa-apa. Dia hanya suka memerintah saja.
Mereka sudah sampai di lapangan latihan. Beckett mengambil busur dan anak panah.
"Anda tidak boleh mengeluarkan aura, Pangeran. Lalu Anda harus mengenai pusat sasaran di sana sebanyak tiga kali," jelas Julliane sambil mengangkat ketiga jarinya.
"Baiklah, aku setuju." Beckett mengangguk pelan sambil meregangkan tali busurnya. Ia mengarahkan anak panahnya sambil merasakan angin yang berhembus.
Julliane berdiri di sampingnya memperhatikan agar pangeran ini tidak curang.
Beckett melontarkan anak panahnya. Anak panah itu melesat mengenai pusat sasaran.
Pasti cuma keberuntungan.
Namun, dugaan Julliane salah. Anak panah terus diluncurkan hingga tertancap sebanyak lima kali, melebihi permintaan Julliane. Padahal prajurit terhebat sekali pun hanya bisa melakukannya sebanyak dua kali saja. Julliane ternganga melihat hal ini.
Julliane melihat pemimpin pasukan istana yang sedang berlatih sendirian. Prajurit yang lain sedang berlatih tanding dengan teman-teman mereka. Tidak ada yang mau melawan pemimpin pasukan istana, karena kekuatannya setara dengan kekuatan sepuluh prajurit.
Ini kesempatan bagus untuk menundukkan Beckett.
Julliane menghampiri orang yang akan menyelamatkan dirinya. "Sir, apakah Anda mau berlatih tanding dengan Pangeran Beckett?
Pemimpin Pasukan menghentikan latihannya melihat Beckett dan Julliane secara bergantian. Ia tersenyum. "Dengan senang hati, Tuan Putri."
Kedua ahli berpedang ini saling bertarung sengit. Prajurit-prajurit lain menghentikan latihan mereka, melihat pertarungan yang sangat hebat dari pemimpin pasukan istana dan Pangeran Kerajaan Lortamort.
Prang....
Salah satu pedang terlempar jatuh. Pedang Beckett berada di samping leher Pemimpin Pasukan Istana. Penonton yang ada di sana bersorak kegirangan.
"Anda memang hebat, Pangeran Beckett," puji Pemimpin Pasukan Istana.
"Terima kasih, Sir." Beckett tersenyum penuh percaya diri.
Beckett menghampiri Julliane yang masih tertegun menyaksikan rencananya gagal.
Kandidat Tokoh Utama memang hebat. Aku salah langkah.
Julliane menyesali keputusannya. Beckett berhasil melewati semua ujian dari Julliane. Dengan terpaksa Julliane menepati janjinya.
"Baiklah, aku akan menghabiskan waktu dengan Anda, Pangeran."
"Terima kasih, Putri."
Beckett menyodorkan lengannya. Tangan Julliane terhenti begitu mendengar kehebohan yang terjadi di sekitar sana. Semua orang yang berada di tempat pelatihan menoleh ke seorang lelaki berambut silver yang berjalan menuju Julliane dan Beckett.
"Lukanya telah hilang."
"Pasti pakai sihir."
"Tampan sekali."
Bisikan-bisikan itu terdengar keras di telinga Julliane. Julliane bangga muridnya tidak lagi dihina. Bibirnya tersenyum melihat kedatangan Ian. Ia tidak menyangka Ian akan datang secepat ini.
Ian memberi salam pada Julliane dengan mencium tangannya. "Senang berjumpa dengan Anda, Putri Julliane."
Julliane menerima salamnya. Mata Julliane melirik ke arah Beckett yang geram. Ian tidak memberi salam kepada Beckett. Keberadaan Beckett tidak dianggap oleh Ian.
"Ada hal penting yang ingin aku bicarakan Putri. Lebih baik kita ke tempat yang sepi saja," dalih Ian.
Julliane mengangguk cepat. Dengan adanya Ian, ia bisa terbebas dari gangguan Beckett.
"Anda sudah berjanji akan menghabiskam waktu denganku, Putri Julliane," ucap Beckett.
"Ternyata Anda berada di sini, Pangeran Beckett. Saya tidak melihat Anda," ujar Ian dengan nada yang mengejek.
"Apa?" Beckett mengertakkan giginya dengan keras sambil mengepalkan tangannya.
Ian menatap Beckett dengan tajam. Ia mendekatinya seolah-olah ingin menantangnya. Sebelum terjadi keributan Julliane menengahi mereka.
"Maafkan aku, Pangeran Beckett, tetapi hari ini Anda datang tanpa mendapat balasan dariku. Jadi, Pangeran Ian lebih berhak menghabiskan waktu denganku," kata Julliane sambil merangkul lengan Ian. Ian sama sekali tidak merasa risi, ia malah tersenyum. Hatinya merasa senang.
"Apa dia membawa surat balasanmu, Tuan Putri?" tunjuk Beckett pada Ian.
Ian mengeluarkan sebuah surat dari Julliane. Ia berjaga-jaga membawanya agar tidak dicurigai oleh pengawal istana.
Beckett menatap surat yang dipegang Ian penuh kekesalan. Ia berdecak, berbalik meninggalkan lapangan dengan langkah berderap-derap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Mentari.f.v
nyicil baca dulu yaa kak.. salam dari 3 Serangkai 😁
2022-05-10
1
Mom FA
aku nyicil baca lagi😍🥰
2022-03-30
1