Kalimat Alex jelas sangat dimengerti, namun kenapa kepala bahkan hatinya sangat susah mencerna maksud perkataan Alex. Mata mereka saat ini saling mengunci.
"Aku mau pulang!" seru gadis itu gugup. Jarak diantara mereka hanya sejengkal hingga nafas beraroma mint dari pria itu dapat terendus oleh Hanna.
Perkataan ingin pulang nyatanya hanya ada di bibir saja. Kaki Hanna sudah berurat ke tanah, tidak bisa bergerak. Cukup dengan sorot mata tajam pria itu sudah berhasil mengunci gerakan Hanna.
Perlahan, jarak diantara keduanya semakin terkikis. Tubuh Alex semakin mendekat hingga dada pria itu terasa menempel di dadanya. Hanna tidak bisa berpikir jernih lagi, kala bibir sensual pria itu sudah menempel di bibirnya. Perlahan tapi pasti bibir itu mulai menekan, mengisap dan membelai dengan begitu lembut dan menggoda.
Hanna menikmatinya, namun, bingung harus berkata dan bereaksi seperti apa. Rasa malunya tersingkir, berganti rasa ingin lagi. Ini ciuman pertamanya, hingga tidak memiliki bayangan harus bertindak apa.
Tubuhnya terbakar, terasa panas, terlebih kala tangan kekar itu menangkup leher jenjangnya, menekan lebih intens bibir mereka. Mengikuti instingnya, Hanna membuka mulutnya membiarkan godaan lidah Alex masuk menyapa langit-langit mulutnya.
Lutut Hanna bergetar lemas, tubuhnya seakan ingin roboh tidak bisa menahan berat tubuhnya. Wajah hanya berubah kesal kala Alex memutus kontak diantara mereka. Dia masih ingin merasakan ciuman itu.
Alex yang melihat reaksi wajah Hanna yang kehilangan kesenangannya tersenyum geli. Hal itu berhasil membuat gadis itu semakin kesal, melotot tajam ke arah Alex.
Tidak ingin mempermalukan gadis itu, Alex menyatukan kening mereka. Membiarkan nafas mereka menyatu. Merasa bersalah akan kelemahannya sendiri yang tidak bisa menahan gejolaknya.
"Maaf, aku harus menghentikan permainan mengasikkan itu, kalau tidak aku akan segera membaringkan mu di rumput ini, dan segera menguasai mu hingga senja menyapa," bisik Alex setulus hati.
Kejujuran yang diharapkan bisa dimengerti Hanna. Milik pria itu memang sudah membengkak dibalik resletingnya, meronta ingin dipuaskan. Alex pasti dengan sangat rela melakukannya jika gadis itu bukan Hanna, pasti pria itu sudah bergumul dengan keringat. Namun, Alex tidak ingin menyentuh gadis itu sebelum benar-benar menikahinya. Hanna begitu berharga dari wanita mana pun.
Alex tahu, butuh waktu untuk mendapatkan hati gadis yang sudah terlanjur membenci itu. Tapi dia juga tidak bisa berkompromi dengan kata penolakan, jadi pasti dia akan mendapatkan Hanna white Jhonson!
"Aku tahu kau pasti masih menginginkannya, tapi izinkan aku menenangkan jagoan ku dulu," bisiknya mengulum senyum. Pengalaman berciuman dengan Hanna, tidak pernah disangka akan seluar biasa itu sensasi yang di hadirkan oleh ciuman kecil mereka.
"Dasar mesum! siapa yang menginginkannya? menyingkir!" Hanna sudah mendorong dada Alex hingga memberikan ruang padanya.
"Tapi kau terlihat begitu menikmati," goda Alex masih mengulum senyum.
"Kau menjijikkan. Itu ciuman pertamaku, dan aku akan memberikan pada Will nantinya!"
Mendengar ucapan Hanna membuat Alex berang. Tidak ada yang boleh menyentuh gadis itu selain dirinya. "Jangan pernah memikirkan pria lain!"
"Dasar gila. Apa hak mu? aku menyukai Will, dia jauh lebih baik dari pada pecundang seperti mu dan aku akan menikah dengannya!"
Amarah Alex tersulut. Pria paling arogan di Inggris itu memukul pohon tempat Hanna bersandar tadi, tepat di sisi telinga gadis itu.
"Kau hanya akan menikah dengan ku, itu seharusnya yang terjadi. Kau hanya milik ku, hanya milikku! Kau dengar?" ujar Alex menarik pinggang ramping Hanna mendekat kembali ke tubuhnya.
Riak air mata yang mulai muncul di bola mata gadis itu, membuat kekuatan Alex menurun. Dia kalah hanya melihat titik air mata. Dengan kasar melepas tubuh Hanna, melepas ikatan kuda yang tadi dia tunggangi dan dengan sekali lompatan, naik ke atasnya.
Tanpa mengeluarkan suara, Alex mengulurkan tangannya pada gadis itu. Hanna si keras kepala bergeming. Namun, seakan langit menertawakan pertengkaran mereka, tiba-tiba saja hujan turun. Langit yang tadi tampak cerah berubah mendung.
Memikirkan jalanan yang mungkin akan licin karena hujan turun, dan tidak punya pilihan lain, Hanna menerima uluran tangan pria itu. Naik dan duduk di belakang pria itu. Debar jantungnya kembali berdetak kala dadanya menyentuh punggung tegap itu.
Tanjakan yang mereka lalui semakin terjal, karena hujan semakin deras. Tubuh keduanya sudah basah terguyur oleh air hujan. Tanpa pikir panjang, Hanna menarik kemeja Alex, menjadikan pegangan kala pria itu menghentakkan kakinya di perut kuda, memacu kuda hitam itu berlari melesat cepat.
Suasana gaduh, kala mereka tiba di halaman rumah keluarga Malory. Will orang pertama yang mendekat, membantu Hanna untuk turun. Melihat tubuh gadis itu basah kuyup, Will segera memerintahkan pelayannya untuk mengambil selimut, menutupi tubuh molek Hanna yang terbentuk oleh baju basah yang di kenakannya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Will penuh khawatir.
"Aku baik"
"Kenapa kalian begitu lama? dari mana saja kalian berdua?" pertanyaan Andrew yang selalu berucap tanpa memikirkan lebih dulu, justru membuat orang-orang di sana berspekulasi sesuka mereka.
Tapi dari semua yang membuat hati Hanna merasa bersalah adalah tatapan kesal Catherine yang kini juga sudah memberikan handuk untuk mengeringkan rambut Alex.
Hanna kembali mereka adegan yang sudah mereka lakukan di bukit tadi. Kalau Catherine sampai tahu apa yang sudah mereka lakukan, adiknya itu pasti akan mencekiknya.
"Aku terjatuh, hingga ke lereng bukit, untung saja His Grace menolong ku," ucap Hanna lebih pada Catherine guna menebus rasa bersalahnya.
"Sudah lah, sebaiknya kami pulang. Toh, tidak mungkin lagi melanjutkan acara ini, hujan sudah turun. Lagi pula pakaian kami basah." Alex sudah melangkah, memberikan kembali handuk yang dipakainya tadi pada Will.
"Ayo, pulang," ucapnya tanpa menoleh. Catherine yang merasa ucapan itu untuk nya segera mengikuti langkah Alex. Merasakan Hanna tidak mengikuti langkahnya, Alex berbalik kembali. "Kau masih di sana? ikut lah pulang bersama kami. Tidak mungkin kau masih ingin bertahan dengan pakaian basah itu!"
Perkataan itu cukup menegaskan kekuasaan dari perkataan seorang Duke. Mau membantah, tapi apa yang dikatakan Alex benar. Dia tidak mungkin lebih lama mempertontonkan kemolekan tubuhnya.
"Aku pulang dulu, Will. Julia, kau ikut dengan kami, atau kau masih ingin di sini?" tanya Hanna lemah. Seperti semua yang terjadi membuatnya shock.
"Pulang lah, Han. Biar Julia pulang bersamaku," ucap Sebastian. Setelah mengangguk, Hanna dengan berat hati menyusul langkah dua orang yang selalu membuatnya kesal itu.
Perjalan itu tampak seperti suasana di kuburan, menegangkan. Tatapan Catherine tidak henti-hentinya menguliti Hanna hingga ke lapisan terdalam kulitnya. Hanna membuang muka, tidak ingin ambil pusing dari tatapan tidak suka dari adiknya itu.
***
Mampir gais
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Aminah Adam
lanjuut
2022-04-19
1
Aminah Adam
aku padamu alex😁😍
2022-04-19
1
Susi Hendra
bagus thor.
2022-04-14
1