"Ada apa sebenarnya yang terjadi pada putri mu? kenapa dia berubah seperti itu? apa mungkin dia kerasukan?" Matilda mencerca banyak pertanyaan pada Ema. Kakak tertuanya itu yang sudah menjanda kini tinggal dengan mereka.
Ema diam. Dia sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi, dia ikut gembira akan perubahan Hanna, tetapi Catherine yang sudah terbiasa dimanja, menunjukkan rasa tidak senangnya.
Itu semua beralasan. Selama ini Catherine menjadi kebanggaan, menjadi pusat perhatian dan kasih sayang. Gadis itu pasti takut, dengan perubahan Hanna, maka orang akan melirik pada kakaknya itu.
"Ema.."
"Aku harus jawab apa? aku sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba dia berubah"
"Jangan sampai dia menjadi liar, dan berambisi menjadi pusat perhatian!" seru Matilda yang dalam hatinya mengakui kalau keponakannya itu memang sangat cantik saat ini. Tapi Matilda yang dari kelahiran Hanna sudah tidak menyukai gadis itu, masih menimbun benci padanya.
"Ingat, jangan sampai dia mempermalukan keluarga ini!" lanjut wanita 50 tahun itu. Hidup dalam kesepian dan kesedihan membuat hatinya sempit dan diliputi perasaan benci.
***
Mengantongi izin dari papanya, Hanna memilih menghabiskan waktunya di istal. Dia ingin mendekatkan diri pada kuda putihnya.
"Kenapa Nona jadi suka bermain dengan kuda ini?" tanya Mery yang mengamati Hanna menyisir bulu kuda putih itu.
"Aku akan menamai mu Buckbeak, " ucapnya tidak menghiraukan pertanyaan Mery.
"Apa artinya?" Mery ikut larut dalam keseriusan Hanna.
"Kau tidak tahu Buckbeak? hewan yang ada di film Harry Potter?"
"Film? Harry Potter?" tanya Mery penuh kebingungan. Hanna akhirnya sadar pada siapa dia bicara dan ada di dunia mana.
"Eh, aku hanya mengarang. Sudah lupakan saja, Mer" lanjut Hanna meletakkan sisir di atas meja, tepat saat itu muncul penjaga istal yang tampak seumuran dengannya.
"My Lady" hormatnya membuka topi dan meletakkan di dada, memberi hormat pada Hanna.
Gawat, peran pria ini dalam novel sangat kecil, aku mana ingat siapa namanya..
"Kau pekerja di sini?"
"Benar, Nona. Saya Larry, siap melayani, Anda"
Hanna tersenyum gembira. Di sini dia begitu di hormati, banyak pria tampan, walau kelas mereka di bawahnya, tapi tetap mereka pria tampan yang membuat terpesona. Tubuh dan wajah rupawan mereka membaut Hanna menikmati perannya.
Kalau kau ada di duniaku, percaya kau tidak akan menatapku dengan tampang terpesona mu..
"Apa ada yang salah, Nona? kenapa anda menatapnya dengan senyuman?" bisik Mery hingga Hanna grogi dan memperbaiki tegak tubuhnya.
"Larry, apakah aku bisa menaiki Buckbeak?"
"Buckbeak..?"
"Kuda ini," sambar Hanna melihat kebingungan di wajah Larry.
"Oh.. jadi kuda ini akhirnya punya nama. Tentu saja, Nona. Saya akan siapkan pelana nya"
"Nona, apa Anda serius? Anda bahkan belum pernah menunggangi kuda sebelumnya" cegah Mery.
"Kau tenang saja, aku pasti bisa" Hanna mengerlingkan sebelah matanya.
Menunggangi kuda bukan hal asing baginya. Beberapa kali Stuart mengajak mereka sekeluarga ke Bandung, di perkebunan milik teman papanya itu, biasanya Hanna akan berkuda. Kadang bersama Stuart, atau dengan anak teman papanya. Jangan harap Cathy akan ikut dengannya, gadis itu tentu tidak akan mau berpanas-panasan membuat kulit nya terbakar di bawah matahari.
Larry mulai mengeluarkan kuda putih itu. Binatang itu menyambut kebebasannya dengan melompat kesana-kemari.
"Nona, Anda bahkan belum memakai pakaian berkuda," ujar Mery mengingatkan Hanna.
Tapi seolah sudah lupa bahwa majikannya itu bukan jenis wanita yang perduli akan aturan, Mery hanya bisa menelan salivanya kala melihat Hanna melompat ke atas kuda.
Hampir saja Mery menjerit kala melihat cara duduk Hanna di atas pelana. Kalau biasanya gadis bangsawan menunggang kuda dengan duduk menyamping, Hanna tanpa sungkan, tanpa berpikir dua kali, duduk mengangkang bak seolah pria.
Setiap wanita bangsawan Inggris memang kerap melakukan kegiatan berkuda, namun, biasanya mereka akan duduk di atas kuda dengan posisi menyamping. Hal ini menandai kehormatan dan keanggunan bagi perempuan si penunggang.
"Tenang saja, Mery, aku memaki lagging panjang di balik rok panjang ku ini, kan?" Hannya tersenyum geli melihat raut wajah Mery.
Angin menerpa kencang kala Hanna melajukan kudanya secepat yang dia mau. Tanah itu begitu luas hingga berhektar-hektar luasnya. Mery sudah menunjukkan batas tanah keluarga Jhonson, namun, Hanna pikir tidak masalah kalau dia melewati batas itu. Toh, tanah itu kosong, tidak ada orang yang punya saat ini yang bisa melarangnya.
Laju dan derap kaki Buckbeak membuat adrenalin Hanna melonjak. Semakin kencang berderu, angin meniup wajah dan rambut nya terlepas dari ikatan pita beledu berwarna biru dan rambut itu berkibar. Takut jatuh saat menuruni lembah, dengan menyesal Hanna menurunkan laju derap Buckbeak, berderap pelan menyisir pinggiran sungai kecil sebelum menyebarang sungai itu.
Kini mereka memasuki jalan setapak masuk ke dalam hutan yang terus menarik perhatian Hanna. Kelinci berkeliaran di balik semak-semak dan tupai seolah tidak ingin ketinggalan ikut melompat dari satu ranting pohon menuju yang lain.
Beberapa menit berlalu, Hanna berhasil tiba di puncak buki. Sungguh perjalanan yang tidak sia-sia. Hanna turun dari kuda dan tak lupa melilitkan tali kekang Buckbeak ke batang pohon yang kuat, lalu berjalan melintasi Padang yang penuh rumput hijau.
Pandangan Hanna kini dipuaskan oleh pemandangan indah yang baru kali ini dia lihat. Aroma bunga liar di akhir musim panas dapat dia rasakan menusuk hidungnya, pandangannya sudah terkunci oleh indahnya hamparan luas di depan mata. Tidak punya waktu lagi untuk mendongak atau menoleh kebelakang hingga tidak menyadari kehadiran seorang penunggang kuda yang duduk bergeming di atas kuda jantan coklat kemerahan.
Alex tersenyum lebar, kala Hanna melepas jaket biru yang tadi sempat disampirkan Mery di pundak Hanna. Gadis itu buru-buru masuk ke dalam rumah untuk mengambil pakaian berkuda Hanna, tapi gadis itu tentu saja menolak, dan hanya menerima jaket itu.
Kini Hanna sudah menyampirkan jaket itu dengan asal-asalan di pundaknya, jauh dari norma dan etika wanita bangsawan pada zaman itu.
Hanna melangkah ringan, membuat rambut panjangnya berayun saat berjalan menuju rerumputan permai yang di dekatnya terdapat telaga berair bening.
Duduk di bawah rumput hijau kering, Hanna membuka sepatu bot berkuda nya, menarik legging itu hingga setinggi betis, memamerkan betis putih itu dan tanpa ragu mencelupkan kakinya ke dalam air.
Melihat hal itu, Alex semakin bingung. Dilema melanda, apakah dia putar balik pergi atau malah mendekati mangsa empuk di hadapannya ini, dan kala Hanna mengangkat rok nya lebih tinggi menunjukkan semua betis hingga lutut mulusnya, Alex dengan yakin turun dari kudanya, dan mengikat di salah satu pohon besar yang ada di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Angga
kenapa yg muncul si alex... bukan william..???
2022-05-23
5
putri auradina
lanjoooottt thooorrr up y yg bnyak 🤣🤣
2022-04-02
2