Cukup, Do. Ini ga lucu, udah keterlaluan!” itu suara Nico, Hanna hafal betul, selama seminggu hanya suara pria itu yang dia dengar sebelumnya tidurnya. Setiap mereka bicara lewat telepon, Hanna akan penuh semangat merekamnya.
Perlahan, Hanna membersihkan wajahnya. Sedikit cahaya bisa masuk dalam penglihatannya.
“Ini...” Nico menyodorkan sapu tangannya, namun bukan menerima, Hanna justru membalasnya dengan senyuman sembari menggeleng.
“Tidak perlu. Sapu tangan berharga mu akan kotor, terlebih tidak pantas untuk wajahku yang kau anggap hina” Hanna masih tersenyum pada Nico. Mungkin ini senyum yang dia berikan pada pria itu terakhir kali. Hanna berbalik, melangkah meninggalkan kepedihan, rasa kecewa dan juga sakit hatinya. Namun baru dua langkah, gadis itu berhenti kala mendengar ejekan menyakitkan dari salah satu mereka.
“Bahkan Nico jijik untuk memegang tangan dan juga pinggang mu yang bergelambir! Kau pantas diperlakukan seperti itu,” seru Edo nyaring disertai tawa teman-teman brengseknya yang lain.
Sekali lagi Hanna memejamkan mata, menguatkan hatinya, lalu dengan penuh percaya diri, berbalik dan berjalan kembali ke arah mereka.
Puk!
Satu pukul keras mendarat di pipi Edo. Begitu kuatnya hingga wajahnya terbuang ke samping.
"Kau pantas untuk mendapatkannya!" seru Hanna dengan mata membulat sempurna dan hembusan nafas begitu kasar karena tekanan emosi di dada nya.
Hanna berbalik, kali ini tidak berhenti dipertengahan langkahnya. Ketika hiruk pikuk suara keterkejutan di belakangnya atas tindakan yang baru saja dia lakukan, Hanna memilih pulang.
Dia tahu ada satu mata kuliah lagi yang harusnya dia ikuti hari ini, namun otaknya pasti tidak akan bisa menampungnya lagi.
"Kau pulang lebih awal." Sambutan Ema hanya diangguk nya, tanpa berniat buka suara. Namun dia lupa, kalau itu adalah Ema, wanita yang tidak akan puas, hanya dengan anggukan.
"Han?"
"Dosennya tidak hadir, Ma. Jadi ga ada kelas," jawabnya singkat.
Awalnya Hanna ingin singgah di toko buku. Dari internet, dia sudah berulang kali memantau novel kesayangannya yang memang sudah terbit. Dia ingin membeli, namun uang sakunya sudah habis. Bahkan untuk beli kebab 12 ribu saja dia sudah tidak sanggup. Jadi Hanna pulang dengan sisa uang lima ribu, kembalian dari ojek onlinenya.
***
Perut yang terasa lapar membawa Hanna buru-buru mendekati meja makan. Stuart, papanya sudah duduk menyambut kedatangannya dengan senyum.
"Hai, tuan putri. Bagaimana hari mu?"
"Aku malas membahasnya, Papa," sahutnya malas. Mengambil tempat di sebelah kiri Stuart.
"Kak Hanna baru putus cinta, Pa" suara itu berhasil membuat Hanna mengangkat wajahnya. Cathy tersenyum dan duduk di sebelah Hanna.
"Apa?"
Hanna bahkan belum sempat memaki adiknya, hal yang ditakutkannya sudah muncul. Ibunya pasti tidak akan senang mendengar hal ini. Hanna akan kembali menjadi bulan-bulanan Ema, karena wanita itu pasti berpikir, putusnya Hanna dan Nico pasti karena penampilan Hanna yang buruk.
"Iya, Ma. Tadi ketemu kak Lusi. Dia cerita kalau Kak Hanna, baru putus. Pria yang selama ini memacarinya, ternyata tidak serius, alias prank!"
Sempurna! Oh... terimakasih Cathy, kau menjabarkannya dengan sangat baik. Harusnya, kau menusukkan pisau ini juga..
Pisau dalam genggaman Hanna menjadi alternatif baginya menyalurkan emosi. Hanna berharap bukan gagang pisau yang saat ini ada dalam genggamannya, namun leher jenjang Cathy!
"Benarkah itu, Han? kau ditinggalkan pria itu? mama sudah menduga. Tidak mungkin akan ada pria yang mau padamu, bertahan di sisimu, kalau penampilanmu seperti itu!" seru Ema melempar serbet ke atas meja makan.
Matanya tampak mengunci wajah Hanna yang menunduk. Bisakah siapa saja menculik Hanna dari rumah itu malam ini? dia ingin sekali menghilang agar bisa menghindari acara penghakiman malam ini.
"Darling, jangan begitu. Hanna pasti akan menemukan pria yang tepat untuknya. Jika pria itu hanya bermain-main, maka bagus berakhir saat ini. Kita tidak ingin, Hanna kecil kita akan terluka, kan?" suara Stuart yang lembut menjadi alasan Hanna tidak menjerit, menjawab omongan mamanya.
Saat ini dia korban, dikhianati oleh pria yang sudah mempermainkan hati dan perasaannya, lantas kenapa dia yang jadi disalahkan?
***
Dua hari, Hanna tidak kuliah. Hatinya belum siap untuk melihat Nico dan yang lainnya. Lagi pula, mata kuliahnya juga banyak yang libur, dosen mengampu nya sedang studi banding ke Malaysia, jadi mereka juga hanya diberi tugas lewat email.
"Sayang, bisakah kau menolong papa, ambilkan perkamen berwarna merah bata di gudang?" suara Stuart mengalihkan pandangan Hanna dari ponselnya.
Stuart sedang mengemas beberapa barang yang akan dia bawa ke tempat lelang Minggu depan, yang akan diadakan di Lyon, Prancis.
"Ok, Papa"
Setiap Stuart di rumah, maka Hanna akan memilih untuk menemani papanya bekerja di ruangan pria itu. Hanna tidak melakukan apapun, bahkan dirinya tidak tertarik dengan benda kuno, dia hanya akan diam, di salah satu sudut di ruangan itu.
Setidaknya, alasan membantu Stuart bekerja, bisa menyelamatkan Hanna dari omelan ibunya yang memintanya ikut ber zumba-ria bersama teman-teman Ema yang memang setiap sore menjadikan rumah mereka jadi studio aerobik dan zumba.
Dari tempatnya sekarang, Hanna bisa mendengar suara musik dari studio senam ibunya di dekat kolam renang. Ibunya yang memiliki tubuh bak gitar Spanyol, terobsesi menjadikan Hanna untuk tampil menarik seperti dirinya.
Sekuat tenaga Hanna mendorong pintu gudang yang ada di lantai dua rumah mereka. Ruangan yang jarang di kunjungi penghuni rumah itu, selain papanya. Penuh abu, dan menjadi tempat meletakkan berbagai jenis benda yang tidak diperlukan lagi.
Kadang Hanna berpikir, kenapa benda-benda itu tidak dibuang saja, namun papanya selalu bilang, kalau banyak barang-barang leluhur mereka yang Stuart simpan di sana.
Perkamen itu tergantung di atas rak kayu mahoni. Melihat debu yang menempel di sana saja membaut Hanna malas untuk mendekat. Namun, sebaiknya dia bergegas, jika ingin menghirup udara segar secepatnya.
Tubuh pendeknya tentu saja tidak bisa menggapai, hingga Hanna harus naik ke kursi yang ada di sana. Tepat saat ditarik sekuat tenaganya, bersama perkamen itu jatuh sebuah buku kusam. Sampulnya saja sudah tidak berbentuk. Namun, yang menarik hatinya untuk memungut buku itu adalah tulisan di atasnya. Love of my life.
Hanna awalnya ragu, namun, kegemarannya dalam membaca membuatnya mengambil buku itu.
Tepat dugaannya, itu sebuah novel. Novel jadul, entah milik siapa. Perlahan dia buka lembar pertama, ada sebuah kalimat, berupa ukiran dengan tinta hitam.
Love is a choice you make from moment to moment.
Satu senyum terbit di wajahnya. Semangatnya tiba-tiba kembali. Bagaimana tidak, dia sudah tidak memiliki uang untuk membeli novel, dan tepat saat ini dia menemukan satu. Pada lembar kedua, ada satu goresan pena lagi sebelum Hanna masuk pada bab satu.
Love is composed of a single soul inhabiting two bodies..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Marianti Lim
ibu yg luar biasa....apa kabar 9 bulan tuh anak di perut mu n rasa sakit saat melahirkan 😡
2022-07-03
0
ka intan
lanjut thor
2022-07-01
0
EuRo
Tetap semangat Hanna.
2022-04-24
2