Hanna turun saat jam sarapan sudah lewat. Sebenarnya pada kalangan bangsawan, jarang ada sarapan. Biasanya hanya untuk para buruh saja.
Namun, untuk sesekali waktu, para anggota keluarga akan berkumpul di pagi hari dengan ditemani secangkir kopi atau pun teh hangat.
Beberapa pelayan yang kebetulan lewat, melongo melihat kehadiran Hanna di sana.
Biasanya gadis itu hanya akan mengurung diri di kamarnya. Namun, tidak hanya kehadiran gadis itu yang membuat mereka heran, tapi juga penampilan gadis muda itu.
Kalau saja mereka tidak sedang ada di rumah keluarga Jhonson, maka para pelayan itu akan menganggap Hanna bukan lah majikan mereka.
Nona muda mereka terlalu cantik saat ini, begitu anggun, bahkan Hanna yang ini menggunakan riasan di wajah dan pemerah bibir.
“Benarkah itu, Lady Hanna?,” bisik Minpa pada Lusi, pelayan Catherine.
“Aku juga seperti tidak percaya. Nona muda begitu cantik, bahkan jauh lebih cantik dari Lady Catherine,” balas Lusi.
Mary dan Hanna mendengar semua bisik-bisik itu, tapi Hanna menanggapi dengan senyum.
Kalau aku memilih tubuh seindah ini, mengubah wajah dengan riasan bukan hal sulit.
Tidak ada seorang pun yang tampak di meja makan. Hanna terus berjalan menuju meja, dan melihat beberapa pelayan mulai menghidangkan kembali makanan di meja.
“Silakan, Nyonya” Mery menarik kursi dan mempersilahkan Hanna duduk. Telinga Hanna menangkap semua ucapan Mery, namun pikirannya sama sekali tidak memberi ruang untuk menanggapinya.
Pandangan dan konsentrasi saat ini tersita oleh berbagai jenis makanan yang terhidang. Semua tampak nikmat, dan Hanna semakin lapar melihat semua itu. Kalau di rumahnya pasti ini semua tidak boleh dia makan, di sini, dia bisa sepuasnya makan.
“Mary, apa ini boleh ku makan?” dia masih harus memastikan, takut kecewa setelah berharap.
“Tentu saja, Nona. Kenapa Anda bertanya seperti itu?” Mary mengerutkan kening. Semakin aneh saja tingkah nona mudanya.
“Eh, tidak. Aku hanya khawatir, kalau ini semua bukan untuk ku. Ya, sudah. Aku mau makan..,” ucapnya membalik piring dan mulai mengisi dengan satu potong roti.
Beruntungnya aku ada di sini. Dengan tubuh sekurus ini, aku tidak perlu lagi menahan selera..
Hanya butuh 15 menit, Hanna menghabiskan isi piringnya yang sudah berulang kali diisi ulang. Beberapa potong roti, sop, daging dan juga buah mendarat mulus di perutnya. Pelayan yang melayani nya makan sampai terheran.
Kalau biasanya nona pertama mereka tidak akan keluar kamar hanya untuk makan di siang hari, hari ini justru begitu bersemangat untuk hadir di meja makan.
Keheranan Mary tidak sampai di situ, biasanya nona mudanya hanya sanggup menghabiskan satu potong roti dan segelas susu Almond, tapi hari ini, semua hidangan dia santap tanpa susah menelan. Mary hanya bisa geleng-geleng kepala. Apa yang dia lihat hari ini seolah bukan wanita yang menangis dan berharap mati tadi malam, setelah mengetahui pengkhianatan adik dan juga keluarganya.
“Aku sudah kenyang,” ucapnya mendorong kursi, bangkit dan susah payah melangkah.
“Nona akan kembali ke kamar?” tanya Mary menghadang langkahnya. Pelayan itu pikir, mungkin nona mudanya lupa jalan ke kamarnya.
“Kenapa aku harus kembali ke kamar? Aku mau jalan-jalan di taman dan berkeliling rumah ini”
“Hah? Anda serius, Nona?” Mary masih belum mempercayai apa yang baru saja dia dengar. Nona nya yang pendiam, penakut dan juga lemah, kini ingin berjalan-jalan?
“Iya, memang nya kenapa? Kok kaget, sih?” kini berganti Hanna yang dibuat kaget melihat reaksi Mary. Terlalu berlebih-lebihan menurutnya.
“Biasanya turun untuk makan saja nona enggan, apa lagi jalan-jalan keluar. Nona paling tidak suka kena matahari,” sahut Mary menjelaskan alasan keheranannya.
Lama Hanna berpikir. Jenis gadis seperti apa Hanna ini sebenarnya. Kalau dalam novel, dia digambarkan gadis pemurung, suka mengunci diri, penakut dan menutup diri dari lingkungannya. Dia tidak bergaul dengan gadis-gadis lain. Hanya ada dua sahabat yang selalu datang menjenguknya, tanpa pernah meninggalkan rumah.
Tapi kalau sampai tidak bisa kena matahari, menurut Hanna terlalu naif kan?
“Setiap manusia bisa berubah, Mery,” tegas Hanna mengedipkan mata.
Keduanya berjalan, mengelilingi rumah hingga ke peternakan. Hanna begitu takjub dengan banyaknya kuda peliharaan dalam kandang. Diulurkan tangannya membelai kuda berwarna putih, seolah berjodoh, kuda yang di katakan Mary kuda liar itu justru menurut padanya.
“Aku menyukainya, dan sepertinya dia juga menyukai aku, Mar”
“Dari kecil kuda ini nona yang mengurusnya. Ini memang kuda milik nona yang di beli dari keluarga Malory”
“Malory?” Hanna memicingkan mata, nama belakang yang sangat familier.
“Keluarga tuan muda William, sahabat Anda”
“Oh, i see. Will..,” desisnya
Dia tidak sabar bertemu dengan Will dan Julia. Dua orang yang diceritakan sebagai sahabat setia Hanna white Jhonson. Kadang Hanna tidak mengerti, kenapa gadis itu begitu menyedihkan, padahal memiliki rupa yang sangat cantik tapi tidak mau menunjukkan diri, bahkan membiarkan tunangannya di rebut.
Untuk Hanna sendiri, dari apa yang di gambarkan pada novel, dia justru tertarik dengan William. Baik, dan juga perhatian pada Lady Hanna. Pria itu juga di gambarkan kaya, walau masih bergelar Earl, tapi bagi Hanna tidak jadi masalah.
Sayangnya, di novel, Lady Hanna tidak punya perasaan pada Will, sekeras apa pun usaha pria itu. Lady Hanna seolah tidak peka pada kebaikan dan perhatian Will.
Ngomong-ngomong soal tunangan, Hanna pribadi lebih senang jika Lady Hanna tidak jadi dengan Duke sombong itu. Baginya pria semacam itu tidak pantas untuk di cintai apalagi jadi suami. Lady Hanna bisa makan hati kalau sampai menikah dengan pria itu.
Jelas digambarkan, Alexander Davlin Claymore, Duke of Claymore adalah pria buas yang tidak tahu malu. Baginya bertualang dengan banyak gadis-gadis adalah satu kenikmatan. Tidak sampai di sana, dia juga menjalin afair dengan wanita bersuami, sungguh karakter yang sangat menjijikkan.
Untuk apa punya wajah tampan, kaya tapi tidak bisa menjaga hasratnya setiap melihat wanita!
Dan kini, seperti kata Mary, keluarga Claymore memilih Catherine sebagai pengganti Lady Hanna, menjadi tunangan pria itu. Walau merasa kasihan pada adik Lady Hanna, tapi Hanna tidak bisa berbuat apa. Toh, Lady Catherine sendiri yang mau menerima perjodohan itu.
“Mery, katakan padaku, kenapa Catherine langsung menerima pertunangan itu? Bukankah Catherine tahu pria brengsek itu tunangan kakaknya?”
“Kenapa Anda masih bertanya? Tentu saja karena Lady Catherine menyukai tuan Claymore. Wanita mana sih yang tidak suka sama pria terkaya di daerah ini?”
“Aku tidak. Ingat Mary, aku tidak menyukai pria itu!” Hanna mempercepat langkahnya, pemandangan indah yang samar dia lihat di depan sana sangat menarik minatnya.
“Pelan-pelan, Nona. Nanti Anda jatuh,” mau tak mau Mery juga ikut mempercepat langkahnya, dia bertanggung jawab atas keselamatan majikannya itu.
Hanna berlari menuruni bukit di belakang kandang kuda mereka. Mary bilang, itu masih tanah mereka. Hanna takjub melihat keindahan pemandangan dari atas sana. Pemandangan yang tidak mungkin dia bisa lihat di Jakarta, kita sumpek yang bising hingga jam orang beristirahat. Dipejamkannya matanya, menikmati belaian angin siang itu.
“Siapa kau? Sedang apa kau di sini?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Naraa 🌻
Adek Hana ga di real sama novel sama² dakjall keluarganya juga kecuali papa Hana yg baik
2022-07-31
1
Susi Hendra
ceritanya oke..
2022-04-14
1