Tidak sampai lima menit Hanna memasukkan kakinya ke dalam air, gadis itu kembali menariknya, memutuskan untuk menyudahi kegiatannya. Alasannya sederhana, air telaga itu sangat dingin!
Dengan kikuk, Hanna kembali berjalan ke tepi, menaiki sedikit tanjakan dan berbaring di atas rumput kering yang nyaman. Sepatu bot nya bahkan masih tergeletak di tepi telaga.
Dari tempatnya Hanna bisa melihat ikan-ikan kecil yang berenang di sana, memancing senyumnya keluar.
"Indah dan tenang," gumamnya masih dengan tersenyum manis.
Namun, nyatanya kesenangan nya tidak bertahan lama. Dari sudut mata, Hanna menangkap sepasang sepatu bot berkuda berwarna coklat yang digosok sampai mengilap. Hanna membeku, lalu berguling dan dengan cepat mengubah posisi berbaring menjadi duduk tegak, duduk bersila agar bisa menyembunyikan kaki telanjangnya.
Pria itu berdiri dengan sebelah bahu bersandar santai di salah satu pohon yang ada di hadapan Hanna, melipat tangan di dadanya.
"Sedang menghitung anak ikan?" tanya pria itu tersenyum, semenanjung matanya buas menatap lekuk tubuh menggoda Hanna. Seingatnya, terakhir mereka bertemu saat pertunangan itu, tubuh Hanna White tidak semenarik ini, gadis itu kini berisi dan sangat mengusik naluri kelaki-lakiannya. Kini tatapannya jatuh pada dada gadis itu yang menyembul sempurna.
Merasa tidak terima oleh tatapan buas pria itu, dengan tegas Hanna menghardiknya. "Merasa puas dengan pikiran kotor mu?!"
Pria itu tidak menjawab, justru tersenyum geli melihat reaksi Hanna yang ingin sekali mencekik lehernya. Amarah wanita itu selalu. bisa terpancing setiap berhadapan dengannya.
Kalau wanita lain mungkin akan menunduk malu ditatap seperti itu oleh seorang pria, tidak bagi Hanna. Gadis itu justru mendongak, menantang tatapan pria itu dengan angkuhnya.
Hanna mulai meneliti, bagaimana pun dia belum pernah bertemu dengan pria setampan ini. Hanna tebak, tinggi pria itu 185 sentimeter, ramping dan sangat tampan. Oh, jangan lupakan tubuh atletis dan berotot nya. Kemeja putih itu seolah tidak sanggup menanggung bisep di tubuhnya.
Dibawah alis yang gelap, dengan batu abu-abu, pria tersebut mengamati dengan penuh minat.
"Kau melakukannya lagi!" kali ini nada suara Hanna meninggi. Dia tidak suka mata pria itu terus menatapnya.
"Apa?" tanya Alex tetap berusaha agar tidak kembali tersenyum geli.
"Menatapku dengan pikiran kotor mu! Ah, sudah lah, lebih baik aku pergi dari sini," ucap Hanna berusaha untuk bangkit. Namun, karena terlalu lama duduk, dan menghimpit kakinya, membuat gadis itu kesemutan, hingga susah berdiri.
"Bisa ku bantu?" tawar Alex dan sungguh kali ini pria itu tidak bisa menahan senyumnya.
"Tentu saja kau bisa membantuku, naik lah ke kudamu, dan pergi dari sini!"
Sesuatu berkelebat di mata pria itu, tapi dia tetap tersenyum dan tangannya masih terulur. Harusnya dia tersinggung terhadap gadis itu karena sudah mengusirnya dari tanahnya sendiri. "Sini, aku bantu"
Tentu saja Hanna mengabaikan uluran tangan pria itu, dan berdiri tanpa dibantu. Tidak mungkin mengenakan sepatu bot nya tanpa memamerkan kaki hingga betis di depan pria itu yang bersandar di pohon dan mengamati setiap gerak geriknya.
Tanpa kaos kaki, Hanna memutuskan untuk memakai sepatu bot nya. Berjalan cepat menghampiri Buckbeak, memungut cambuk, dengan bantuan sebatang pohon yang tumbang, Hanna naik ke pelana dan mendesak kudanya berderap cepat melewati hutan.
"Astaga, pria itu begitu menjijikkan, mata liarnya, dan juga aura berkuasanya membuat ku semakin membencinya. Kenapa papa dan mama sangat menyukainya? kenapa mau punya menantu seperti itu?" celotehnya terus mendesak kudanya melaju.
Sosok Alex masih menggangu pikirannya hingga masuk ke dalam kamarnya. Mery tengah di sana merapikan pakaiannya yang sudah di setrika dan menata di lemari.
"Kau pasti tidak akan menyangka aku bertemu siapa?" ucapnya melepas sepatu bot nya dan menjatuhkan tubuh ke ranjang, dengan kaki masih menjuntai di lantai.
"Duke of Claymore?" jawab Mery, percaya diri.
"Astaga, kau bisa menebaknya?"
"Tentu saja, my Lady. Anda berkuda ke arah tanahnya. Hanya anda saja yang berani melewati batas itu"
Hufffh..
Hanna merasa muak, cukup lelah hingga tanpa sadar tertidur begitu saja.
***
Sisa hari itu rencananya, Hanna akan menghabiskan waktunya di kamar saja, membaca koleksi buku Lady, Hanna. Namun, rencananya hanya tinggal rencana. Tepat saat menarik satu buku, Ema masuk ke kamarnya, hingga membuat Hanna terduduk dengan sikap kikuk.
"Kau sedang apa?" nada suara Ema persis dengan suara mamanya. Ada rindu terselip. Selalu berkata tegas dan dingin, namun kali ini Hanna sungguh rindu.
"Tidak. Hanya baca buku pengetahuan, Mama"
"Bersiaplah, kenalan pakaian yang pantas, malam ini kita akan menghadiri jamuan makan malam di kediaman Claymore"
Deg!
Kenapa harus diundang ke sana?Siang tadi Hanna baru saja berdebat dengan pria itu, dan kini harus bertemu lagi?
"Mama, aku kurang enak badan. Bisakah aku tidak ikut?"
"Jangan macam-macam, Hanna. Undangan ini untuk kita semua, jangan karena ketidakhadiran mu, membuat keluarga Claymore marah, hingga memutuskan rencana pernikahan Alex dengan adikmu!"
Hanna mengumpat dalam hati, diremasnya sisi gaunnya. Selalu seperti itu, dirinya dipaksa melakukan hal yang tidak dia suka, dan alasannya selalu untuk kepentingan orang lain.
"Baiklah, Mama. Aku akan ikut."
***
Semua anggota keluarga Jhonson sudah bersiap, hanya tinggal menunggu seorang lagi untuk turun.
"Papa, kenapa sih dia harus begitu lama? aku tidak mau kita terlambat. Jangan sampai keluarga yang lainnya lebih dulu sampai dari pada kita," ucap Catherine yang was-was. Dia tahu betul bagaimana niat Elisabeth untuk me dekati Alex.
Walau berita pertunangan Alex dengan Catherine sudah terdengar luas di daerah itu, tapi masih saja banyak gadis-gadis yang mencoba mencuri perhatian Alex. Seperti kata Juli, putri Count of Chamber,
'Jika tidak bisa menjadi istri sah, menjadi simpanan Alex saja sudah menjadi suatu kehormatan!'
Jadi sangat beralasan kalau Catherine takut terlambat, dan menemukan tempat duduknya yang yang seharusnya di samping Alex sudah ditempati oleh gadis lain.
"Bersabarlah, Catherine. Kakak mu akan segera turun," jawab Stuart yang mencoba menenangkan Catherine.
"Jangan-jangan ini adalah rencananya untuk menggagalkan perjalanan ini," sambar Matilda.
Stuart baru saja akan menghardik kakak iparnya itu, kala melihat sosok Hanna turun. Gadis itu memukau semua orang yang berdiri di bawah tangga sana yang sejak tadi menunggunya.
Wajahnya begitu cantik dengan riasan wajah minimalis. menunjukkan rahang tegas dan mancung hidungnya. Catherine penasaran gaun seperti apa yang Hanna kenakan dibalik mantelnya.
Derap kereta kuda di pacu dengan cepat, hanya memerlukan waktu kurang dari setengah jam, mereka sudah tiba.
Suasana begitu ramai, tamu undangan sudah memadati rumah bak istana itu. Ketika nama keluarga Jhonson di sebutkan oleh pelayan yang menjadi protokol malam ini, semua mata mendadak tertuju pada mereka.
Catherine sangat senang menjadi pusat perhatian. Penuh bangga memberikan mantelnya pada pelayanan. Namun, ternyata decak kagum itu bukan untuknya melainkan untuk kakaknya.
Hanna sudah membuka mantelnya, menyerahkan pada pelayan. Gadis itu menjadi sorotan malam ini, dengan memakai gaun biru, terbuat dari sutra, yang dia ubah menjadi lengan pendek. Lengan gaun itu awalnya panjang, hingga ke ujung pergelangan tangannya, kini di ubah hanya sebatas bahu, memperlihatkan lengan mulusnya. Hanna yang di bantu oleh Mery, juga menambahkan pita di bagian dadanya hingga menonjolkan dada gadis itu dengan sempurna.
***
Mampir, Gaes..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Aminah Adam
lanjuut
2022-04-16
1
Neng Ati
keren ceritanya apik banget,aku suka😘😍
2022-04-03
6