Rumah Singgah "Podjok"
Seorang gadis berbadan mungil, berambut panjang sebahu, kulitnya kuning langsat dan wajahnya ayu, terlihat sedang sibuk memasukkan beberapa buah kedalam kotak kardus makanan terbuka berjajar. Gadis tersebut bernama Rara. Didekatnya ada seorang wanita setengah baya sedang membantunya menata makanan kecil dimasukkan kedalam kotak kardus makanan tersebut. Bi Lasmi, panggilan kepada wanita setengah baya tersebut . Bi Lasmi sudah bekerja kepada keluarga Rara sejak Rara belum lahir, sudah hampir 20 tahun Bi Lasmi jadi bagian keluarga Rara.
Ibunya Rara biasa dipanggil dengan panggilan Bu Herman. Sesekali Rara mencuri pandang ke arah ibunya. Bu Herman sedang duduk tidak jauh darinya. Pandangannya kosong menatap ke arah halaman belakang rumah dekat pintu ruang dapur, namun Rara sempat melihat sesuatu di belakang ibunya.
Namun, Rara ragu. 'Bayangan di belakang Ibu sebenarnya bayangan Ibu ataukah bayangan benda apa ya?'
Rara memperhatikan dengan serius bentuk bayangan tersebut, bentuknya menyerupai seseorang sedang berdiri. Seketika Rara sadar lalu menggeleng.
'Ah aku mikir apa sih?' Tepis batin Rara. Rara takut dirinya hanya sedang berhalusinasi.
" Mbak Rara, sekarang malam ketiga pengajian Ayahnya Mbak Rara. Mbak Rara seharusnya makin dekat dengan Ibu. Biar Ibu tidak kesepian ya, " Bi Lasmi menasehati mengingatkan Rara. Rara mengangguk.
" Iya, Bi " Jawab Rara pelan.
"Jangan cuma iya.. iya.. iya saja. Bener lho ya, ingat pesan Bibi," dengan logat jawanya cukup khas, Bibi menekankan kepada Rara supaya menanggapinya secara serius.
" Memangnya mengapa, Bi? Aku kan anaknya, pastilah aku dekat dengan ibu hehehe ... " Canda Rara.
" Hussst ... Malah bercanda nih Mbak Rara." Kata Bibi sambil menutup mulutnya dengan telunjuknya sebagai peringatan serius. Rara jadi berhenti tertawa.
" Dengar ya, cah ayu (Anak Cantik = bahasa Jawa ). Jika Ibu terus - menerus melamun berdiam diri dikarenakan selalu kepikiran ayahmu, mitosnya nanti 'kebawa' lho... " kata Bi Lasmi dengan serius.
Rara menoleh ke arah Bi Lasmi.
"Maksudnya bagaimana, Bi?" Tanya Rara penasaran.
Rara terpengaruh dengan nada suara Bi Lasmi , meskipun dia tidak tahu maksudnya apa, namun ada rasa takut merinding di seluruh tubuhnya.
'Apakah dikarenakan ada bayangan tersebut? Apakah Bi Lasmi melihat bayangan tersebut?' Pikir Rara sedikit ketakutan.
"Bibi punya usul," bisik Bi Lasmi ke Rara.
Rara menghentikan pekerjaannya. Dia menoleh ke arah Bi Lasmi memandangnya serius sambil mengerenyitkan dahinya.
"Bagaimana, setelah 40 hari Ayahnya Mbak Rara, Mbak Rara Ibu ikut pulang kampung saja sama Bibi," Bi Lasmi memberi ide.
'PRAAAAANGGG!!!'
Tiba-tiba suara piring pecah, tidak diketahui sumber suaranya apa penyebabnya, Rara Bi Lasmi melihat piring pecah itu berserakan dilantai. Rara serta Bi Lasmi tersentak kaget saat melihat piring pecah tersebut merupakan piring yang biasa Ayah pakai. Dikarenakan piring tersebut merupakan satu-satunya piring berukuran lebih besar dari yang lainnya. Rara Bi Lasmi beradu pandang.
"Tunggu ya, biar Bibi yang bereskan pecahan piringnya. Mbak Rara lanjutkan saja," kata Bi Lasmi bergegas membersihkan pecahan piring tersebut.
Rara melihat ke Ibunya, tetapi Ibunya tak bergeming. Rara agak terheran dengan sikap Ibunya. Rara bingung mengapa Ibunya tidak terganggu sama sekali. 'Ah mungkin Ibunya sedang terhanyut dalam pikirannya sendiri' pikir Rara.
Tiba-tiba Bi Lasmi sudah kembali di sisi Rara.
"Bagaimana Mbak Rara dengan usul Bibi?" tanya Bi Lasmi.
"Memangnya Bi Lasmi mau pulang? Seterusnya atau balik lagi?" Rara merasa takut ditinggal oleh Bi lasmi. Dia tidak bisa membayangkan betapa sepinya rumah ini tanpa Bi Lasmi sepeninggal Ayahnya.
Bi Lasmi terdiam sejenak, berpikir bagaimana menjelaskan agar diterima oleh Rara.
'Meskipun sudah di bangku kuliah, Mbak Rara tetap saja anak-anak. Belum mengerti permasalahan orang dewasa. Maafkan Bibi yang Mbak Rara, mungkin Bibi gak akan balik lagi, Bibi takut akan menjadi beban kalian nantinya. Jika tidak ada Ayahnya Mbak Rara, bagaimana dengan pemasukan keluarga ini?' batin Bi Lasmi.
"Cuma sementara saja kok Mbak Rara, supaya Mbak Rara Ibu tidak terlalu sedih lagi. Nanti jika sudah tidak sedih lagi, kita kembali ke sini." Ucap Bi Lasmi.
Rara mengangguk setuju tersenyum mendengar penjelasan Bi Lasmi.
Rara buru-buru menyelesaikan pekerjaannya, dikarenakan khawatir kepada ibunya yang sudah 3 jam lebih duduk distersebut. Rara memeluk ibunya dari belakang.
" Lihat apa, Bu?" Tanya Rara berbisik perlahan di sisi kepala ibunya.
Ibunya menggenggam tangan Rara memeluknya dengan erat, lalu mengelus punggung telapak tangannya.
"Sedang teringat Ayah. Yuk kita masuk kedalam. Kita bersihkan rumah, dikarenakan sebentar lagi orang-orang datang mengaji" kata ibunya.
Rara mengangguk. Dia menuruti perkataan ibunya masuk kedalam rumah.
*****
Akhirnya pengajian hari ini pun selesai. Orang yang terakhir pamit adalah tetangga-tetangga dekat. Mereka membantu Rara Bi Lasmi merapikan ruangan. Ada yang melipat tikar karpet, serta ada pula yang membantu menyapu mengangkat piring-piring kotor ke dapur.
Sekilas Rara melihat Ibunya sedang menemui seseorang yang berpakaian rapi berbicara di teras depan rumah secara serius. Wajah ibu sangat sedih.
Saat Rara memalingkan wajahnya ke arah lain, ekor matanya menangkap sosok orang yang ada di samping Ibunya. Rara segera kembali melihat ke arah ibunya, ternyata sosok tersebut mirip sosok Ayahnya, berpakaian menyerupai pakaian Ayahnya. Wajahnya hanya memandangi bu Herman yang saat itu sedang berbicara dengan seseorang tersebut. Rara tidak yakin apakah wajahnya sosok tersebut benar mirip wajah Ayahnya.
Saat semua tamu sudah berpamitan pulang, orang yang tadi berbicara dengan ibu juga pergi, tetapi sosok tersebut ke mana?
Ibu memasuki rumah dengan gontai, wajahnya sangat sedih murung. Rara menyambut ibunya memapahnya ke kamar. Bi Lasmi segera mengunci semua pintu jendela, serta gorden. Hari akan segera malam.
Rara duduk di sisi ibunya yang juga duduk di tepi tempat tidur.
"Ada apa, Bu?" Tanya Rara perlahan.
Seketika tersebut Bi Lasmi juga masuk ke kamar Ibu. Bi Lasmi memijat bahu ibu agar Ibu merasa rileks. Rara tersenyum,
'Padahal Bi Lasmi lebih lelah, tetapi Bi Lasmi yang memijat' pikir Rara.
Ibunya terlihat beberapa kali menghela napas, tampak sesak berat beban di dadanya. Rara merasa prihatin dengan Ibunya. Rara sangat sedih atas kepergian Ayahnya. tetapi Rara lebih merasa sedih dengan keadaan Ibunya sekarang.
"Ra ... Kita pindah ya Nak," akhirnya ibunya berbicara. Bi Lasmi menghentikan pijatannya.
Bi Lasmi terduduk lesu, seperti sudah bisa menebak apa yang terjadi.
" Mengapa, Bu?" tanya Rara
" Rumah ini dijaminkan pinjaman oleh Ayah. Kita tidak bisa membayarnya. Nanti saat pindah, Ibu akan cari kerja untuk membayar utang Ayah kuliahmu. Sambil menunggu tersebut, kita jual rumah ini, semoga cepat laku." kata Ibunya panjang lebar sambil meneteskan air mata.
Rara tertunduk lesu, air matanya tak terbendung. Dia masih belum bisa menerima kematian Ayahnya. Dia juga masih belum tahu apa yang akan terjadi dihidupnya kedepan tanpa Ayahnya. Sekarang harus dipaksa menerima keadaan ini juga. Pindah ke mana? Apa benar aku masih bisa kuliah? Uang dari mana?
Telapak tangan ibunya membelai rambutnya, ketika ingin membelai wajahnya Rara yang sedang tertunduk, Rara memalingkan wajahnya agar Ibu tidak tahu jika dia sedang menangis. Rara membuang pandangannya ke arah pintu keluar kamar Ibu. Rara menangkap sosok bayangan Ayahnya lagi. Kini terlihat agak lebih jelas, sosok tersebut seperti tersenyum padanya. Rara buru-buru menyeka air matanya agar bisa melihat sosok tersebut lebih jelas sambil berkata
" Ayaaah?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Anonymous
keren
2024-04-02
0
Bintang kejora
Baru ikutan baca neh Thor..
Diawal sdh disuguhkan oleh penampakan yg di liat oleh Rara.
Seremnya dpt bngt neh Thor 🙈🙈
2022-06-02
0
Nana
nangisss! nana mampir kak rachmaaa 😭
2022-05-31
0